Berita Nasional Terkini

Hasto Tantang Jokowi Bersikap Gentleman, Janji di Depan Publik tak Ambil Alih PDIP dan Golkar

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditantang Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, untuk bersikap gentleman.

Kolase TribunKaltim.co
Presiden Jokowi dan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Hasto menantang Jokowi untuk berjanji tidak ambil alih PDIP dan Golkar. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditantang Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, untuk bersikap gentleman.

Hasto menantang Presiden Jokowi untuk berjanji agar tidak mengambil alih Partai Golkar dan PDIP.

Tantangan itu dilayangkan Hasto di tengah kabar Presiden Jokowi dituding akan mengambil alih Partai Golkar dan PDIP.

Hal tersebut juga sebagai respons dari pernyataan Jokowi, yang mengaku heran Ia dikabarkan ingin merebut kursi kepemimpinan dua partai besar di Indonesia.

Baca juga: Obrolan Kaesang saat Sungkem ke Megawati Terungkap, Begini Kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Baca juga: Hasto Kristiyanto Sebut Gibran Di-Golkar-kan saat jadi Cawapres Prabowo

"Sehingga harusnya berjanji bahwa 'Saya akan menjaga bahwa setelah selesai kepemimpinan saya, tidak akan mengambilalih Golkar maupun PDI Perjuangan, ataupun sebelumnya'. Itu akan lebih gentleman," kata Hasto ditemui di kawasan SCBD, Jakarta, Minggu (7/4/2024).

Menurut Hasto, Jokowi yang hanya menyampaikan dan meminta dirinya tidak mengumbar isu, justru adalah bentuk keheranan Kepala Negara.

Hasto lantas menegaskan bahwa yang disampaikan sebelumnya mengenai Jokowi adalah benar adanya.

Sebaliknya, merespons sikap Jokowi yang keheranan, Hasto menyebut bahwa semua pihak menunggu ketegasan Kepala Negara untuk tidak merebut kursi kepemimpinan Golkar dan PDIP.

"Ya Pak Jokowi, kan hanya menyampaikan heran, kita harusnya berjanji saja di hadapan rakyat, bahwa pengambilalihan Golkar dan PDI Perjuangan tidak akan dilakukan. Itu sikap yang ditunggu," ujar Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud ini kembali menegaskan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo merespons soal kabar yang menyebut dirinya pernah berusaha untuk mengambil alih kursi Ketua Umum PDIP dari Megawati Soekarnoputri.

Menurut Presiden, sebelumnya ia juga pernah disebut akan merebut kursi Ketua Umum Partai Golkar.

Jokowi mengaku heran dengan kabar-kabar yang menyebut ia ingin merebut kursi ketua umum sejumlah parpol.

Baca juga: Arti Baju Hitam Petinggi PDIP, Hasto Kristiyanto Singgung tentang Kelahiran Nepotisme

"Bukan (merebut kursi ketua umum) Golkar?," jawab Jokowi spontan saat ditanya wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/4/2024).

"Katanya mau ngerebut Golkar, katanya mau ngerebut, masa semua (kursi ketua umum parpol) mau direbut semuanya? Jangan, jangan seperti itu," jelasnya.

Saat wartawan meminta penegasan apakah kabar upaya pengambilalihan itu tidak benar, Presiden kembali menyatakan agar jangan ada anggapan seperti itu.

"Jangan seperti itu," tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sempat berupaya ingin mengambil alih kursi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Hal itu terungkap saat dirinya menjadi narasumber dalam diskusi bedah buku berjudul "NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).

Peristiwa tersebut, menurut Hasto, dilakukan Jokowi jauh sebelum Pemilu 2024 berlangsung.

"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi, jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima-enam bulan. Ada seorang menteri power full," kata Hasto.

Hasto mengatakan, dalam kabinet Jokowi, ada menteri powerfull dan menteri superpowerfull.

Namun, yang mendapat tugas untuk menjembatani pengambilalihan kursi ketum PDIP ialah menteri powerfull.

Baca juga: TERUNGKAP Sapaan Megawati ke Ahok, Hasto Kristiyanto: Enggak Ada Hubungannya dengan Pilgub 2024

"Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi, dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan," kata Hasto.

Menurut Hasto, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDIP.

Upaya itu dinilai juga untuk mempertahankan kekuasaan yang saat ini dimilikinya.

PDIP ke PTUN Imbas "Dizalimi" Jokowi

Tujuan PDIP mengajukan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dianggap sebagai pernyataan mereka terzalimi atas sikap Presiden Joko Widodo terkait kepesertaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

"Inti dari langkah PDIP ke PTUN dan langkah-langkah lainnya adalah sebagai pembuktian kepada Jokowi dan publik bahwa PDIP benar-benar terzalimi oleh persetujuan Jokowi atas pencalonan Gibran di satu sisi," kata pengamat politik Jannus TH Siahaan dalam pernyataannya yang dikutip pada Minggu (7/4/2024).

Gugatan itu juga dianggap sebagai perlawanan politik PDIP terhadap Jokowi yang merupakan kadernya.

Presiden Jokowi membiarkan Gibran yang masih menjabat Wali Kota Solo buat mendampingi calon presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Di sisi lain, Jokowi dan Gibran naik ke tampuk kekuasaan salah satunya atas dukungan PDIP.

Sedangkan dalam Pilpres 2024, PDIP mengusung Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang berarti menjadi rival Prabowo-Gibran.

Baca juga: Sindir Anies Baswedan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto: Sebutkan 7 Prestasi Anies, Pasti Bingung

Di sisi lain, Jannus menganggap langkah PDIP mengajukan gugatan terhadap KPU melalui PTUN bukan urusan dikabulkan atau tidak.

Sebab gugatan itu dianggap menjadi pernyataan sikap politik partai berlambang banteng bermoncong putih itu terhadap pemerintahan Jokowi.

Jannus meyakini sebenarnya peluang gugatan PDIP dikabulkan PTUN amat kecil.

"Dalam hemat saya, dalam kacamata PDIP, perkara menang atau kalah di PTUN terkait Gibran Rakabuming Raka bukanlah target utama," ujar Jannus.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PDIP menggugat KPU ke PTUN pada Selasa (2/4/2024) karena lembaga itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024.

Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun mengatakan, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT itu menganggap tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai tindakan perbuatan melawan hukum.

"Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksudkan dalam gugatan ini adalah berkenaan dengan tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan Pemilu karena telah mengenyampingkan syarat usia minimum bagi cawapres, yaitu terhadap Saudara Gibran Rakabuming Raka," kata Gayus di Kantor PTUN, Cakung, Jakarta Timur.

Menurut Gayus, yang menjadi fokus gugatan PDIP terhadap KPU di PTUN adalah soal landasan hukum dalam hal administrasi pendaftaran peserta Pilpres 2024.

Dia mengatakan, Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.

Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.

Baca juga: Sindir Anies Baswedan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto: Sebutkan 7 Prestasi Anies, Pasti Bingung

"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ujar Gayus.

Di lain sisi, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN ini bukan merupakan sengketa proses atau pun sengketa hasil Pemilu seperti yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tetapi ditujukan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (onrechmatige overheidsdaad) sebagai pokok permasalahan atau objeknya," tegas dia.

Dia menyebut, apa yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran dalam Pilpres 2024 adalah kecelakaan hukum dalam demokrasi Indonesia.

Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan oleh KPU adalah membatalkan cawapres Gibran.

"Dan menjadi pembelajaran bagi kita untuk mencegah permasalahan yang sama terjadi pada Pemilu selanjutnya," pungkas Gayus.

Sementara itu, KPU menganggap gugatan PDIP ke PTUN keliru.

"Menurut UU Pemilu, penyelesaian perselisihan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya di Mahkamah Konstitusi, bukan lembaga peradilan lainnya," kata anggota KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com di sela sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Rabu (3/4/2024).

"Dalam merespon informasi gugatan terhadap hasil pemilu, KPU berpedoman pada UU Pemilu," tambahnya. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Respons Sikap Jokowi, Hasto: Harusnya Janji Tak Akan Ambil Alih Golkar atau PDI-P, Lebih "Gentleman"

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved