Berita Samarinda Terkini

Carut Marut Parkir di Samarinda, Mulai Pasang Rambu Dilarang Parkir Hingga Terapkan Parkir Non Tunai

Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Perhubungan (Dishub) untuk merealisasikan secara penuh terkait parkir non tunai

Penulis: Mir | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
Ilustrasi parkir di Mal SCP Samarinda. Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Perhubungan (Dishub) untuk merealisasikan secara penuh terkait parkir non tunai. TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Era digital membawa perubahan di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem perparkiran.

Sejumlah daerah di Indonesia mulai menerapkan sistem digitalisasi parkir non tunai untuk meningkatkan kemudahan dan transparansi dalam pembayaran retribusi parkir.

Hal ini pun tak luput dari target Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Perhubungan (Dishub) untuk merealisasikan secara penuh terkait parkir non tunai.

Sebab itu, Kepala Dishub Samarinda Hotmarulitua Manalu menegaskan bahwa pihaknya akan segera memberlakukan sistem ini mulai 1 Juli 2024 mendatang.

"Tahun lalu sebenarnya sudah diterapkan, cuma masih saja ada masyarakat yang menggunakan tunai. Jadi per 1 Juli nanti wajib pakai uang elektronik," ujarnya pada TribunKaltim, Senin (15/4).

Baca juga: Soal Izin Parkir Pihak Ketiga Mal SCP yang Tak Berlaku, Walikota: Setelah Lebaran Kita Evaluasi

Manalu, menjelaskan bahwa persiapan untuk penerapan sistem ini sudah dilakukan, termasuk menjalin kerjasama dengan para pengelola parkir mal.

"Terkait persiapan, kami sudah koordinasi dengan beberapa pengelola parkir mal seperti Central Park, untuk bekerja sama dengan pemilik gedung mal. Sebab dinilai secara IT mereka sudah mumpuni untuk menerapkan ini," ujar Manalu.

Kadishub Samarinda ini menambahkan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan memasang spanduk pemberitahuan di berbagai titik strategis untuk menginformasikan kepada masyarakat terkait pemberlakuan sistem ini.

"Kita berkaca di kawasan Balikpapan seperti di Mal BSB dan Bandara Sepinggan. Ada Permenhub juga yang membahas perihal parkir digital," tuturnya.

Dirinya juga mengimbau kepada masyarakat agar membiasakan diri menggunakan uang elektronik untuk pembayaran parkir.

Sebab dirinya meyakini bahwa sistem parkir non tunai ini akan memberikan banyak manfaat, seperti meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan parkir, serta meminimalisir kebocoran pendapatan.

"Dari pengelola parkir Central Park, seperti Bigmall, SCP, City Centrum, Lotte Mart, yang IT nya bagus. Saya sudah coba semua, paper less nya dapat," ungkapnya.

Jalan Pulau Irian Samarinda. Soal izin kelola parkir pihak ketiga Mal SCP Samarinda yang tak berlaku, Walikota Andi Harun bakal evaluasi setelah Lebaran.
Jalan Pulau Irian Samarinda. Soal izin kelola parkir pihak ketiga Mal SCP Samarinda yang tak berlaku, Walikota Andi Harun bakal evaluasi setelah Lebaran. (TribunKaltim.co/Sintya Alfatika Sari)

Dengan demikian, pria kelahiran Banjarmasin Kalimantan Selatan ini berharap agar kebijakan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan para pengelola parkir di Samarinda.

"Tinggal komitmen saja pemilik gedung, jangan berpikir akan membuat sepi pengunjung, karena kita harus maju juga dari segi digitalisasi parkir. Kota lain saja siap, kenapa Samarinda tidak bisa siap," pungkasnya.

Rambu Larangan Parkir

Persoalan parkir tepi jalan merupakan hal yang masih menjadi perbincangan hangat di Kota Samarinda.

Seperti yang tengah menjadi sorotan Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda belakangan ini, yakni fenomena parkir tepi jalan di sepanjang Jalan Pulau Irian, tepat di depan Mal Samarinda Central Plaza (SCP).

Akibatnya, aktivitas parkir liar ini menimbulkan kemacetan di ruas jalan.

Tak sedikit pengunjung yang enggan memarkirkan kendaraannya di dalam gedung Mal SCP, lantaran mengeluhkan ruang parkir yang penuh.

Sehingga, mereka memilih parkir di tepi jalan bersama dengan juru parkir (Jukir) liar di sepanjang Jalan Pulau Irian ini.

Atas hal ini, Tiopan Henry Manto Gultom, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus pengamat lalulintas Fakultas Teknik Universitas Mulawarman (Unmul), menegaskan bahwa aturan dan regulasi terkait parkir sudah jelas.

Parkir di tepi jalan diizinkan, namun harus dengan mempertimbangkan keseimbangan dan ketersediaan kantong parkir.

"Tapi permasalahan yang ada di Kota Samarinda ini kan sebelum adanya otonomi daerah, pusat-pusat ekonomi itu banyak yang pengunjungnya parkir di pinggir jalan, dan itu kebiasaan masyarakat kita itulah ciri khas kita yaitu kota lama," ungkapnya pada TribunKaltim, Senin (8/4).

Meski demikian, dirinya memahami kebiasaan parkir di tepi jalan yang sudah lama terjadi di Samarinda. Namun, dengan meningkatnya jumlah kendaraan, kebiasaan ini perlu ditertibkan.

"Pendapatan daerah juga bertambah yang tentunya juga diikuti pendapatan masyarakat yang tinggi, sehingga meningkat lah daya beli masyarakat terhadap kendaraan. Dulu sebelum ada otonomi daerah, parkir di tepi jalan itu hal yang lumrah. Tapi sekarang tidak balance dengan situasi saat ini," kata Tiopan.

Di samping itu, menurutnya, Dishub Samarinda memiliki kewenangan secara penuh untuk menertibkan, baik mengatur ruas jalan maupun trotoar bagi pejalan kaki.

"Dan kenyamanan ini bukan hanya soal kendaraan saja, bahkan fasilitas trotoar untuk pejalan kaki juga penting diperhatikan, harus diberikan hak yang sama. Jadi kalau ada kendaraan parkir di trotoar itu juga keliru," paparnya.
Ia juga mendorong solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan ini.

"Masyarakat jug harusnya parkir di tempat yang sesuai. Solusinya juga memang harus ada turun tangan pemerintah agar pihak swasta menyiapkan kantong parkir di area pusat ekonomi. Tapi dengan regulasi tentunya," kata Tiopan.

Penertiban Gencar Tak Cukup Buat Jera Masyarakat

Belakangan ini, Dishub Samarinda gencarkan penertiban. Setiap sudut ruas jalan tak luput dari pantauan pihak Dishub.

Meski ada regulasi dan pemberian sanksi berupa penggembosan ban, penderekan, hingga denda Rp 500 ribu per kendaraan, nyatanya tak membuat masyarakat merasa jera, bahkan mengulang pelanggaran hal yang sama.

Terkait hal tersebut, Tiopan pun menyoroti budaya masyarakat yang merasa bahwa apa yang ada di negara ini milik mereka sendiri.

"Masih ada kesulitan karena ada budaya yang susah diatur untuk ditertibkan. Contohnya kasus viral akhir-akhir ini, dimana seorang karyawan Pertamina yang tidak terima ditegur karena berhenti di pinggir jalan. Padahal yang dilakukan itukan merugikan orang," kata Tiopan.

Meski terbilang sulit, Tiopan menegaskan bahwa persoalan ini merupakan kewenangan pihak Dishub.

"Dishub tidak boleh kendor, harus tetap terus melaksanakan tugasnya. Tetap memberikan sanksi kepada masyarakat. Bila perlu, ditulis larangan-larangan supaya jelas ada regulasi. Gencarkan saja regulasinya, dan saya yakin Dishub pasti berpegang pada regulasi kalau mau menertibkan hal-hal seperti ini," tegas Tiopan.

Terpisah, Kepala Dishub Samarinda Hotmarulitua Manalu mengaku bahwa pihaknya berencana memasang rambu larangan parkir khususnya di Jalan Pulau Irian.

"Namun, belum bisa direalisasikan karena kondisi yang ada saat ini belum bisa dikatakan trotoar, masih kayu yang ada di atas parit," kata Manalu.

Bahkan dirinya telah mengajukan permohonan dan mendapat persetujuan Wali Kota Andi Harun untuk pembangunan trotoar di lokasi tersebut.

"Sudah sejak tahun lalu, sudah disetujui juga oleh Pak Wali Kota, tapi sampai saat ini Dinas PUPR belum membangun trotoarnya," pungkasnya. (Sintya Alfatika Sari)

 

 

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved