BPJS Kesehatan

Pengaruh Iuran BPJS saat Berlakunya Kebijakan Kelas Rawat Inap Standart

Pemerintah melalui kementerian kesehatan ( Kemenkes ) baru-baru ini berencana akan menghapus kelas perawatan dalam sistem BPJS Kesehatan dan akan

Editor: Martinus Wikan
Pinterest.com
Kartu BPJS Kesehatan 

Oleh
dr. Uji Hardana
Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan, Universitas Hang Tuah

Kelas Rawat Inap Standart ( KRIS ) adalah kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Presiden No 59 tahun 2024 yang dikeluarkan pada tanggal 8 Mei 2024, masih hangat menjadi perbincangan di semua kalangan masyarakat dan memang belum semua masyarakat indonesia mendapatkan kejelasan dari sistem tersebut.

Pada pasal 46 A Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 di ayat 1 menjelaskan tentang kriteria Kelas Rawat Inap Standart ini, yang terdiri dari, Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, Ventilasi udara, Pencahayaan Ruangan, Kelengkapan tempat tidur, Nakas per tempat tidur, Temperatur ruangan, Ruang rawat inap dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau non infeksi, Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, Tirai / partisi antar tempat tidur, Kamar mandi dalam ruangan rawat inap, Kamar mandi memenuhi standart aksesibilitas, Outlet oksigen.

Tetapi secara jelas di ayat 3 yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penetapan kelas rawat inap standart diatur dengan Peraturan Menteri, itu berarti masyarakat masih harus menunggu Peraturan Menteri sebagai turunan dari PerPres tersebut.
Pemerintah melalui kementerian kesehatan ( Kemenkes ) baru-baru ini berencana akan menghapus kelas perawatan dalam sistem BPJS Kesehatan dan akan di ganti menjadi Kelas Rawat Inap Standart ( KRIS ).

Adanya standarisasi kamar akan memiliki konsekuensi baik bagi peserta BPJS maupun manajemen keuangan rumah sakit. Selama ini Rumah Sakit bergantung pada sistem INA CBGs yakni pembayaran yang dilakukan oleh BPJS kesehatan kepada Rumah Sakit dengan sistem paket yang dibayarkan per episode pelayanan kesehatan, yang artinya suatu rangkaian perawatan pasien sampai selesai.

Permasalahannya tarif INA CBGs ini belum naik sejak tahun 2016. Sementara tarif iuran BPJS kesehatan telah resmi di naikan sejak tanggal 1 juli 2020. Ada pun besaran tarif iuran kelas 1 ditetapkan 150 ribu perbulannya, sedangkan untuk kelas II ditetapkan sebesar Rp. 100 ribu per bulan dan Iuran kelas III Rp. 42 ribu perbulan. Namun masyarakat tetap membayar sebesar Rp. 25.500 perbulan karena adanya subsidi pemerintah Rp. 16.000 perbulan.

Dengan berlakunya kebijakan KRIS ini akan berpotensi menimbulkan hilangnya kepesertaan terutama di kalangan kelas menengah dan kelas atas. Masalah ini terjadi karena turunnya standarisasi bagi masyarakat kelas atas yg sengaja mengambil iuran kelas I dan memungkinkan tidak melanjutkan program BPJS nya karena menganggap manfaat BPJS flat.

Masyarakat kelas menengah atas akan sulit bertahan dengan sistem standarisasi KRIS BPJS. Alasan mereka mengikuti BPJS karena ingin mendapat manfaat lebih. Karena tidak perlu antre berlama-lama untuk mendapatkan kamar yang lebih bagus daripada kelas II dan III. Pemerintah harus memikirkan tambahan fasilitas agar kelas menengah atas mau bertahan menggunakan BPJS.

Jika pemerintah tidak memikirkan dan memberikan solusi tersebut, kemungkinan besar pengguna BPJS kelas menengah atas akan beralih ke asuransi kesehatan swasta?. Tapi hal tersebut memang tidak mungkin terjadi karena BPJS merupakan program wajib yang harus di ikuti semua masyarakat dan sudah diatur dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS. Kemungkinan yang akan terjadi pada masyarakat kelas menengah keatas ialah menurunkan besaran iuran BPJSnya. Mereka mungkin akan menurunkan iuran ke kelas II dan III karena tidak ada perbedaan fasilitas dan layanan.

Jadi bagaimana solusi pemerintah jika terjadi problematika seperti hal tersebut diatas? Pemerintah harus memikirkan besaran gaji dari peserta BPJS, dan baru – baru ini pemerintah merencanakan pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tapera. Tapera adalah Tabungan Perumahan Rakyat, dana tabungan ini sebenarnya sudah digagas pemerintah sejak tahun 2016. Kebijakan ini tertuang dalam PP nomor 21 tahun 2024 tentang perubahan atas PP nomor 25 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tapera yang ditetapkan Presiden pada tanggal 20 Mei 2024.

Jika keadaan seperti ini terjadi maka besaran gaji yang diterima para pekerja akan semakin kecil karena banyaknya potongan yang seharusnya menjadi tanggungan Pemerintah sesuai dengan UUD 1945. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Maraknya Fenomena Sound Horeg

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved