Berita Nasional Tekini

Ormas Keagamaan Kelola Tambang Dinilai Melanggar UU Minerba, Pengamat sebut yang Menolak Realistis

Ormas keagamaan kelola tambang dinilai melanggar UU Minerba. Sejumlah ormas keagaman diketahui menolak kelola tabmn

Penulis: Aro | Editor: Briandena Silvania Sestiani
TribunKaltim.Co/Geafry Necolsen
ORMAS KEAGAMAAN KELOLA TAMBANG - Ormas keagamaan kelola tambang dinilai melanggar UU Minerba. Sejumlah ormas keagaman diketahui menolak kelola tambang. Ormas keagamaan kelola tambang dinilai melanggar UU Minerba. Sejumlah ormas keagaman diketahui menolak kelola tabmn 

TRIBUNKALTIM.CO - PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberikan izin kepada ormas keagamaan untuk mengola tambang jadi sorotan. 

Terkait dengan PP yang memberi izin kepada ormas keagamaan ini, Pemerintah telah menyiapkan 6 lokasi lahan bekas onsesi tambang

Sebagian ormas keagamaan telah menyatakan menolak meski dengan diizinkan PP yang sudah ditandatangani Jokowi 

Pengamat menilai beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang menolak menerima karpet merah untuk mengelola tambang dari pemerintah Jokowi adalah tindakan yang tepat dan realistis.

Baca juga: Daftar 6 Lokasi dan Luasan Konsesi Tambang Bekas PKP2B untuk Ormas Keagamaan, Ada di Kaltim

Baca juga: Trending, Sikap Muhammadiyah dan PGI, Jokowi Teken PP yang Izinkan Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Baca juga: Daftar Ormas Keagamaan yang tak Akan Ajukan Izin Mengelola Tambang, Ada yang Masih Pikir-pikir

Diberitakan sebelumnya, Muhammadiyah hingga Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan sikap untuk menolak tawaran mengelola tambang dari pemerintah.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai penolakan itu cukup realistis karena Ormas keagamaan memperkirakan akan berat bagi mereka untuk mengelola tambang, meskipun beberapa Ormas keagamaan mempunyai unit usaha.

"Ya meski mempunyai unit usaha, tapi hampir tidak pernah ada investasi atau mereka masuk di usaha pertambangan yang kita tahu cukup rumit," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (7/6).

Fahmy mengungkapkan, Ormas keagamaan yang menolak mengelola tambang ini lantaran mereka realistis soal kecukupan dana untuk melakukan investasi.

"Sehingga dalam keadaan tersebut lebih realistis, lebih baik menolak," sambungnya.

Menurut Fahmy, soal Nahdlatul Ulama yang dikabarkan akan mengelola tambang nanti berhasil atau tidak, Fahmy tidak yakin apalagi pengalaman sebelumnya pada waktu Gus Dur menjadi Presiden pernah mendirikan Bank Summa yang tidak berhasil.

"Ya Bank Summa itu ujung-ujungnya gagal, itu perbankan, apalagi ini pertambangan," ungkap Fahmy.

Apalagi, kata Fahmy, konsesi prioritas tidak semua tambang yang baru, tambang yang sudah dieksploitasi 5-15 tahun yang dikembalikan ke pemerintah yang diberikan izin pengelolaannya di mana tambang tersebut ada kemungkinan sudah habis cadangannya sehingga hasilnya pun minim.

PBNU DAPAT KONSESI TAMBANG KPC - Ilustrasi aktivitas penambangan di lingkungan Kaltim Prima Coal (KPC) di Kaltim. PBNU bakal dapat jatah konsesi tambang bekas KPC milik grup Bakrie di Kaltim. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil: izin terbit pekan depan.
ORMAS KEAGAMAAN KELOLA TAMBANG - Ilustrasi aktivitas penambangan di lingkungan Kaltim Prima Coal (KPC) di Kaltim. PBNU bakal dapat jatah konsesi tambang bekas KPC milik grup Bakrie di Kaltim. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil: izin terbit pekan depan. (kpc.co.id)

"Muhammadiyah dan lainnya realistis menolak," tuturnya.

Selain itu, Fahmy juga menyoroti dualisme sikap pemerintah di mana di satu sisi ingin mencapai energi terbarukan di sisi lain tetap mendorong tambang batubara dan tidak melarang PLN menggunakan batubara untuk pembangkit listrik.

Baca juga: Akhirnya Jokowi Berikan Kewenangan Ormas Kelola Tambang, Jatam Ungkap Bukan Barang Baru di Kaltim

"Pemerintah tidak serius-serius amat dengan energi baru terbarukan," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai memang sebaiknya ditolak karena ini melanggar UU.

Bisman menerangkan, berdasarkan UU Minerba, Ormas tidak memenuhi kualifikasi untuk diberikan WIUPK, sebab PP 25 Tahun 2024 dan Perpres 70 Tahun 2023 yang menjadi dasar pemberian WIUPK bertentangan dengan UU Minerba.

Sesuai dengan UU Minerba, WIUPK tidak dapat diberikan langsung atau dengan penawaran prioritas kepada Ormas tetapi harus melalui lelang.

Jika tidak lelang maka melanggar UU dan berpotensi merugikan negara dan menjadi kasus di kemudian hari. Prioritas hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD.

"Kita dukung Ormas keagamaan untuk tetap menjaga kekuatan moral yang menjaga lingkungan hidup, kalau ikut-ikutan main tambang nanti tidak ada kekuatan kontrol sosial yang menjaga lingkungan hidup dan potensi konflik sosial akibat tambang.

Akan lebih banyak negatifnya jika Ormas mengelola tambang," tandasnya.

Baca juga: Bahlil Mengaku Serba Salah, Beri Izin Tambang ke Asing Diprotes, ke PBNU Juga Salah, Maunya Apa?

Romo Magnis: Kami Tidak Dididik Untuk Itu

Tokoh agama Katolik, Franz Magnis Suseno menolak kebijakan pemerintah berkait pemberian izin mengelola usaha tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Pria yang akrab disapa Romo Magnis menyatakan sikapnya sama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

"Saya dukung sikap KWI bahwa dia tidak akan melaksanakannya.

Saya khawatir, orang kami tidak, kami tidak dididik untuk itu dan umat mengharapkan dari kami dalam agama bukan itu," kata Magnis di Wisma Sangha Theraviada, Jakarta Selatan, Sabtu (8/6/2024).

Guru Besar Filsafat STF Driyarkara ini tidak berkomentar banyak soal kebijakan tersebut.

"Saya tidak tahu. Mungkin maksudnya baik ya tapi saya kira kalau katolik dan protestan sama saja dua-duanya menolak, gitu," tutur dia seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Untuk diketahui, ormas keagamaan kini bisa kelola usaha pertambangan usai Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024.

Dalam aturan tersebut, ormas keagamaan mendapatkan prioritas jika akan mengajukan diri mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK).

Baca juga: PBNU Gerak Cepat Langsung Ajukan Izin Tambang, Gus Yahya Sebut NU Sedang Butuh: Apapun yang Halal

Namun, penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas hanya 5 tahun sejak PP 25 Tahun 2024 berlaku atau sampai 30 Mei 2029.

Kendati demikian, sejumlah ormas keagamaan telah menolak tegas izin kelola tambang dari pemerintah itu.

Salah satunya KWI. Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyatakan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin usaha tambang.

"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," ujarnya, dikutip dari Antara, Rabu (5/6/2024).

Suharyo menegaskan, KWI bertugas memberikan pelayanan agama dan tidak termasuk kelompok yang dapat menjalankan usaha tambang.

Senada, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut menegaskan, pihaknya tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Dia menjelaskan, urusan dan peran KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), dan martyria (semangat kenabian).

"KWI bersikap lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya tata kehidupan bersama bersama yang bermartabat," imbuhnya.

Baca juga: PBNU dapat Jatah Konsesi Tambang Bekas KPC, Grup Bakrie di Kaltim, Bahlil: Izin Terbit Pekan Depan

(*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved