Berita Nasional Terkini

4 Krisis Harus Dihadapi Kabinet Prabowo-Gibran, Nyaris 50 Persen Pendapatan Negara Buat Bayar Utang

4 krisis harus dihadapi kabinet Prabowo-Gibran, nyaris 50 persen pendapatan negara buat bayar utang

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kompas.com
KABINET PRABOWO-GIBRAN - 4 krisis harus dihadapi kabinet Prabowo-Gibran, nyaris 50 persen pendapatan negara buat bayar utang 

TRIBUNKALTIM.CO - Tantangan berat akan dihadapi kabinet Prabowo-Gibran.

Terutama di pos Menteri Keuangan.

Menurut analisa Ekonom, kabinet yang dipimpin Prabowo Subianto akan dihadapkan pada 4 krisis sekaligus.

Terutama akibat utang negara yang terus membengkak.

Baca juga: Bukan 2 Jam, Waktu Tempuh dari Balikpapan ke IKN Nusantara Hanya 70 Menit Saat Upacara 17 Agustus

Baca juga: Pilih Dampingi Khofifah Jadi Wagub Jawa Timur, Emil Dardak Tolak Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, empat potensi krisis tersebut, pertama, krisis fiskal.

Ini tercermin dari debt service ratio 2025 mencapai 43,4 persen, hampir 50 persen penerimaan negara dibayarkan untuk bunga utang dan cicilan pokok utang.

Di samping itu rasio pajak diperkirakan akan stagnan karena masalah struktural.

Dan pemerintahan ke depan akan semakin beergantung dengan surat berharga negara (SBN) berbunga tinggi, dengan bunga pasar saat ini mencapai 7,2 persen

“Kita mau tidak mau sudah terjebak dalam utang,” tutur Wijayanto dalam diskusi publik, Kamis (11/7).

Kedua, potensi terjadinya krisis industri.

Tercermin dari peran industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) semakin turun, hanya 18 persen dari PDB, atau turun dari 22 persen pada tahun 2010-an.

Baca juga: Bela Proyek Andalan Jokowi, Grace Natalie Persilakan Djarot PDIP Datang Sendiri ke IKN Kaltim

Baca juga: Faisal Basri sebut Prabowo Presiden Paling Sial karena dapat Warisan Utang hingga Rp 800 Triliun

Wijayanto menceritakan, ia kerap kali bertemu banyak pengusaha yang mengeluhkan soal ini namun tidak banyak diperhatikan pemerintah.

Sehingga produk mereka kalah saing dengan produk asing.

Ia menyayangkan karena akhirnya pengusaha dalam negeri justru memilih menjadi agen dari produk luar seperti China, dibandingkan mengembangkan produksi dalam negeri.

“Ini nama-nama besar yang cerita seperti ini.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved