Demo Orangtua Murid di Samarinda
Orangtua Murid di Samarinda Demo Lagi, Seragam dan Buku Mahal hingga Anak Diancam tak Naik Kelas
Orangtua di Samarinda demo lagi. Seragam dan buku mahal hingga anak diancam tidak naik kelas jadi sederet keluhan yang disampaikan orangtua,
Penulis: Aro | Editor: Heriani AM
TRIBUNKALTIM.CO - Orangtua di Samarinda kembali menggelar aksi demo mempertanyakan biaya pendidikan yang mahal, Kamis (1/8/2024).
Kali ini, demo digelar di depan Kantor Wali Kota Samarinda menyuarakan dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda.
Demo orangtua murid di Samarinda yang didominasi emak-emak, Kamis (1/8/2024) ini adalah yang kedua kalinya, sebelumnya aksi pertama dilaksanakan 24 Juli 2024 kemarin.
Untuk diketahui, demo orangtua murid di Samarinda ini mengeluhkan mahalnya seragam, biaya pembangunan, dan harga sejumlah buku yang wajib dibeli anak-anak mereka.
Baca juga: BREAKING NEWS: Demo Emak-Emak Berdaster Jilid II, Pasang Terpal di Depan Kantor Wali Kota Samarinda
Baca juga: Viral Emak-emak di Samarinda Demo Mahalnya Buku Sekolah, Pakai Daster, Bawa Panci hingga Wajan
Baca juga: Orang Tua di Samarinda Keluhkan Biaya Buku Paket dan LKS Rp 1,5 Juta, Sekolah Gratis Seperti Apa?
Kemarin, emak-emak yang mengenakan daster menggelar terpal di depan pintu masuk Kantor Pemerintah Kota Samarinda yang berada di Jalan Kesuma Bangsa, Kecamatan Samarinda Kota.
Sejak pukul 10.00 Wita, puluhan ibu-ibu menggelar terpal dan menyuarakan tuntutan mereka.
Mereka kompak mengenakan daster dan juga membawa alat-alat dapur seperti panci, wajan, hingga sutil.
Sambil berorasi, emak-emak tersebut memukulkan sutil ke panci seperti menabuh drum.
Mereka juga membawa puluhan buku paket edisi lama yang dikatakan akan disumbangkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.
"Mungkin pemerintah tidak mampu. Banyak sekolah negeri yang bilang buku paket tidak cukup untuk semua murid, makanya kami sumbangkan buku," kata Sumi (35), salah satu perwakilan orangtua murid dari Samarinda Seberang.
Mereka bahkan membawa data dan bukti yang akan disodorkan ke pemerintah terkait dugaan pungli yang dilakukan sejumlah SD dan SMP negeri di Kota Tepian ini.
Koordinator Aksi, Nina Iskandar mengatakan, sepertinya oknum pendidik di satuan sekolah dalam melaksanakan aktivitas pungli, dugaannya sudah terstruktur, sistematis dan masif.

Apalagi, setelah aksi yang digelar di kantor gubernur pada Kamis (24/7/2024), para wali murid mendapat ancaman serius.
"Ada yang diancam anaknya tidak naik kelas.
Baca juga: Orangtua Siswa di Samarinda Gelar Demo, Sampaikan Keluhan Mahalnya Harga Buku Paket dan LKS
Mereka juga ada yang mengatakan bahwa aksi tersebut tidak membuahkan hasil, justru membuat para ibu-ibu ini capek," kata Nina.
Diakui Nina, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda Asli Nuryadin sudah mengindahkan tuntutan para emak-emak tersebut.
Namun, menurutnya, edaran dan teguran yang dilakukan Kadisdik dianggap semu oleh oknum di sekolah.
Dana BOSDA dinilai telah disalahgunakan, sehingga setiap anak wajib membeli buku paket, lembar kerja siswa (LKS), seragam, bangku hingga iuran sekolah.
"Kami ingin kepala sekolah dan tenaga pendidik yang terlibat dipecat.
Kami juga sudah sebarkan edaran dari Kadisdik, tapi hal tersebut diabaikan.
Untuk pemerintah jangan takut kehilangan tenaga pendidik.
Sebab, kami yakin masih banyak tenaga pendidik yang profesional, segar, dan lebih baik," tegas Nina dalam orasinya.
Hingga pukul 16.00 Wita, belasan emak-emak berdaster ini masih bertahan di Balai Kota Samarinda.
"Kalau perlu menginap di sini, sampai Wali Kota (Andi Harun) menemui kami," tegas Nina.

Sekolah Gratis Apa?
Sepengetahuan para orangtua, pemerintah telah menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memastikan ketersediaan buku dalam proses ajar mengajar.
Mereka pun mempertanyakan maksud dari sekolah gratis dan transparansi penyaluran dana BOSda dan BOSNas.
"Dua minggu masuk ajaran baru, anak-anak kami tidak diberi buku paket, tapi diberi PR (pekerjaan rumah) yang sangat banyak.
Mau kerjakan bagaimana? Buku tidak ada, tidak dikerjakan diancam tidak naik kelas.
Mau beli bukunya tapi tidak semua mampu," ungkap Lilis, salah satu orangtua murid.
Ancam Demo di IKN
Nina menegaskan, puluhan emak-emak yang hadir menjadi perwakilan suara ibu-ibu dari seluruh kabupaten/kota se-Kalimantan Timur.
Pada pukul 17.10 Wita, dibantu mobil operasional Satpol PP Samarinda, belasan ibu-ibu ini akhirnya bergeser ke Taman Samarendah untuk melanjutkan orasi mereka di sana.
Jika satu minggu ke depan belum mendapatkan jawaban pasti atas keluhan orangtua di Samarinda, Nina mengatakan akan berdemo di IKN Kaltim.
"Tanggal 10 Agustus, kami akan ke IKN kalau tidak ada jawaban. Kami demo pake daster di depan presiden," tegasnya.
"Kami tidak takut mau diadang atau bagaimana. Kami punya kuyang (makhluk mitos di Kalimantan).
Kami kirimkan kuyang ke presiden dan menteri pendidikan, mau apa?" Imbuhnya dengan sungguh.
Bisa Dicicil
Sebelumnya, usai demo orangtua murid yang pertama, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda Asli Nuryadin menyampaikan penjelasannya.
Dirinya mengaku bahwa persoalan keluhan tersebut tak jarang terjadi, apalagi saat memasuki tahun ajaran pendidikan.
Sebab itu, Kadisdik Samarinda ini menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara orangtua dan pihak sekolah.
"Bisa disampaikan kepada pihak sekolah. Kalau di sekolah tidak merespon, bisa dilaporkan ke Disdikbud," kata Asli, Rabu (24/7/2024).
Asli menjelaskan, Disdikbud memiliki beberapa solusi untuk membantu orang tua murid yang tidak mampu.
Di antaranya, melalui pengurangan harga buku. Kemudian, dirinya mempersilakan bagi sekolah untuk menerapkan kebijakan pembayaran cicilan kepada orangtua yang merasa keberatan.
Selain itu, Asli mengingatkan kepada orang tua siswa agar dapat mengajukan keringanan kepada RT setempat melalui program unggulan Pemkot Samarinda yakni Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya).
"Itu program hebat dari pemerintah kota kita. Sebenarnya banyak jalan agar kebutuhan anak-anak kita itu bisa terpenuhi. Selain itu, kita juga memikirkan solusi lain seperti beasiswa," ujarnya.
Di samping itu, Asli menegaskan bahwa sesuai edaran, buku wajib memang tidak boleh diperjualbelikan.
Namun, buku referensi pengayaan boleh saja digunakan, tetapi bersifat tidak boleh memaksakan orang tua untuk membelinya.
Oleh sebab itu ia berharap agar komite sekolah maupun paguyuban sekolah dapat berperan aktif dalam hal ini.
Harapannya, persoalan demikian tak akan terulang kembali ke depannya.
"Sebab kalau kita semua melarang nggak mungkin, karena itu kebutuhan personal," pungkasnya.
(TribunKaltim.co/Rita Lavenia/Sintya Alfatika Sari)
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.