IKN Gawat DBD
Curhat Pekerja IKN di Kaltim, Gaji Tidak Sesuai yang Dijanjikan, Kini Terkulai Lemas Akibat DBD
Nasib puluhan pekerja di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang terkena penyakit demam berdarah atau DBD.
TRIBUNKALTIM.CO - Nasib puluhan pekerja di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang terkena penyakit demam berdarah atau DBD.
Muhibah (49), salah satu pekerja IKN yang harus terbaring lemas akibat DBD.
Ia merupakan warga Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), yang mengadu nasib sebagai pekerja di IKN.
Alih-alih mendapatkan untung, Ia justru terkena musibah, yakni terserang DBD.
Baca juga: Puluhan Pekerja IKN di Kaltim Jibaku Lawan DBD, Angka Demam Berdarah di PPU Tertinggi Kedua Nasional
Baca juga: DPRD Kukar Sorot Tingginya Kasus Demam Berdarah di Muara Muntai Kutai Kartanegara
Kisah Muhibah pun tergolong miris.
Selain sakit DBD, Muhibah juga mengaku gaji yang dijanjikan tidak sesuai dengan pemberitahuan awal.
Selama di RSUD Sepaku, Muhibah ditemani keponakannya, M Fajri, yang juga datang ke IKN untuk mengadu nasib.
"Baru dua hari saya mendapat perawatan di RSUD Sepaku. Sebelumnya, selama lima hari saya mengalami demam tinggi dan lemas, namun mencoba bertahan dan istirahat di mess pekerja. Lantaran tak sanggup lagi, akhirnya dirawat di sini," kata Muhibah kepada TribunKaltim.co.
Muhibah berkisah, ia awalnya merasakan kondisi badannya lemas, mual dan juga pusing.
Selain itu pinggangnya juga terasa sakit dan juga lemas.
Baca juga: Musim Hujan, Brigjen TNI Dendi Suryadi Minta Warga Kukar Waspada Demam Berdarah
Lebih parahnya, perutnya seolah tak mau menerima asupan makanan.
"Saya sudah mencoba untuk memaksa makan agar tetap sehat. Namun ketika masuk sedikit saja langsung muntah. Badan saya terasa benar-benar lemas," kata Muhibah.
Muhibah menjelaskan, inilah pertama kalinya ia diserang demam berdarah.
Untuk itu saat ini ia dilema apakah ingin melanjutkan kontrak enam bulan dengan perusahaan tempatnya bekerja atau memilih pulang.
Vonis mengidap demam berdarah berikut dengan layanan rumah sakit yang menurutnya merepotkan membuatnya susah.
"Bagaimana tidak, selama dirawat saya harus beli makanan sendiri. Bukan hanya untuk Fajri yang menunggu saya, tetapi makanan untuk saya sebagai paisen juga harus beli sendiri," imbuhnya.
Baca juga: Dinas Kesehatan Berau Temukan Total 60 Kasus Demam Berdarah, Masuk Zona Merah DBD
Belum lagi dengan kontrak kerjanya selama enam bulan yang ia rasakan membingungkan.
Ia mengaku awalnya dijanjikan upah Rp 175 ribu per hari.
Namun kenyataannya yang diterima tidak sama dengan perjanjian.
Belum lagi ia juga tidak tahu bagaimana dengan biaya perawatannya di rumah sakit.
"Untuk makan saja Rumah Sakit tidak menyediakan nasi dan saya harus keluar duit sendiri untuk beli," jelasnya.
"Kalau upah kerja itu Rp 125 ribu per hari, ya itu aja, kalau mau lebih ya lembur, Kalau ndak lembur ya ndak bakalan cukup itu. Awal-awal kita dengar dijanjikan Rp 175 ribu, nyatanya sampai di sini segini, ya sudahlah," jelasnya.
Baca juga: Kasus Demam Berdarah Dengue di Kukar Diprediksi Meningkat, Supriyadi Ingatkan Ada Hujan
Peluang untuk mendapatkan upah lebih layak di IKN yang diharapkan Muhibah tak menjadi kenyataan saat ia nekat mencari peruntungan di IKN.
Terlebih saat ia harus menderita demam berdarah membuat apa yang sudah diperoleh yang niatnya ditabung untuk anak istri di rumah harus terpakai untuk biaya perawatannya.
"Kalau bisa pulang nanti usai sembuh, meskipun kontraknya enam bulan kalau boleh pulang, ya saya pulang," ucapnya.
Demam Berdarah
Sementara itu, Kepala Bagian Pelayanan Penunjang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kecamatan Sepaku dan Tour Plan Diskes, Muhamad Rumadi, menjelaskan kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Sepaku IKN lebih banyak menjangkiti para pekerja IKN dan terdampak bagi masyarakat lokal.
"Kalau selama ini kan memang rata-rata banyak pekerja dari IKN, karena sehubungan juga dengan pembangunan yang ada di IKN, otomatis pekerja ini rata-rata banyak dari luar daerah. Jadi di daerah IKN itu memang banyak perusahaan-perusahaan dan proyek mereka berobat ke rumah sakit Sepaku," ujarnya.
Dari presentase pasien DBD yang terawat pada RSUD Sepaku terlihat pekerja IKN lebih banyak jika dibandingkan masyarakat lokal.
"Kalau kita hitung-hitung kemarin perbandingannya itu 76 persen banding 24 persen, yang 24 persen itu masyarakat wilayah setempat, yang 76 persen itu pekerja IKN-nya. Artinya dari perusahaan atau pekerja yang ada di IKN," ucapnya.
Baca juga: Sepanjang Tahun Ini, Dinkes Kaltim Catat 12 Orang Meninggal Dunia karena DBD
Lebih lanjut, Muhammad Rumadi menjelaskan dari data pasien yang ada di RSUD Sepaku pada 2024 mengalami penurunan pada akhir Oktober dan rata-rata yang terkena adalah para pekerja IKN yang dirawat di RSUD Sepaku dan relatif 3-5 hari dibutuhkan perawatan.
"Jadi yang ada di sini 93 orang di bulan Oktober ini mereka yang datang ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan. Nah, kalau dari bulan Januari itu memang ada itu 11 pasien, di Februari ada 5, Maret ada 1, di April itu ada 5 lagi, Mei itu ada 16, terus Juni itu terjadi peningkatan ada 40, di Juli itu ada 111 orang, Agustus ada 170, bulan September 113 dan Oktober ini 93 orang," paparnya.
Dari angka-angka itu, Muhammad Rumadi menilai terjadi peningkatan kasus di Agustus sekitar 170 orang yang terkena DBD.
"Namun di Oktober ini terjadi penurunan dari sebelumnya 170, sekarang 93 kasus DBD, itu memang ada dari masyarakat, juga ada dari pekerja yang ada di IKN," jelasnya.
Pasien DBD yang datang ke RSUD Sepaku tersebut pun melakukan beberapa tahapan, baik itu pengecekan kondisi suhu tubuh hingga pengecekan darah pada laboratorium.
"Kalau kita selama ini kita lihat dulu pasiennya, nanti dilakukan pemeriksaan laboratorium, kalau keadaan positif ya, misalnya dalam keadaan lemah ya kita rawat, kalu memang misalkan ada perlu penambahan darah atau gimana, otomatis
bisanya kita rujuk, tapi selama ini ya kita tangani di sini saja di rumah sakit ini," ujarnya.
Muhammad Rumadi mengatakan, pasien yang positif DBD diperiksa dengan fasilitas laboratorium.
Ada alat pemeriksa juga yang namanya RTD Combo khusus untuk pemeriksaan DBD.
"Di situ ada ns one dan penunjang IGM dan IGG-nya itu, jadi ada fungsi yang satu itu apabila panas atau demamnya di bawah 4 hari dia akan terbaca di ns one, kalau lebih dari 4 hari yang di IGM atau IGG itu akan terbaca positif, itu ada garis dua, kalau satu berarti negatif," sambungnya.
Ia menambahkan RSUD Sepaku belum memiliki fasilitas yang cukup atau masih banyak kekurangan, namun pihaknya tetap akan memisahkan para pasien yang yang dikategori dapat menular.
Baca juga: Cegah DBD, Dinkes Kutai Barat Luncurkan Inovasi Program Baru Bernama Mende Bendeng Apik
"Ya biasanya kita pisahkan pasiennya, dibedakan, karena ruangan bukan hanya cuma satu, ada lumayan banyak. Nah kalau untuk fasilitas kita belum mempuni juga, namanya rumah sakit kita juga baru berkembang ya, karena rumah sakit kami pratama naik ke tipe D, artinya berproseskan," katanya.
Ia juga mengaku kekurangan dalam hal sumber daya manusia.
"Masih banyak kekurangan tapi kita memaksimalkan yang ada," katanya.
Terkait banyaknya pasien pekerja IKN terkena DBD, Muhamad Rumadi menilai ada berbagai faktor, di antaranya kebersihan di lingkungan hingga over kapasitas di tempat tinggal, sehingga mudah terserang DBD.
"Mereka sedikit lengah, kurangnya PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) di tempat mereka," pungkasnya. (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.