Berita Samarinda Terkini

Rumah Dekat Perumahan Keledang Mas Samarinda Seberang Rusak, Warga Tetap Tolak Relokasi

Bencana tanah longsor yang terjadi pada Mei 2023 lalu di Perumahan Sungai Keledang Mas Baru belum menemukan titik terang kondisi warga

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
Kondisi rumah warga di Perumahan Keledang Mas Samarinda Seberang yang terdampak longsor. Retakan pada dinding dan lantai menjadi bukti nyata pergerakan tanah yang terus mengancam keselamatan penghuni.TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Bencana tanah longsor yang terjadi pada Mei 2023 lalu di Perumahan Sungai Keledang Mas Baru, Samarinda Seberang, terus menjadi perhatian pemerintah dan warga setempat.

Longsor ini terjadi akibat adanya pergerakan tanah secara perlahan dari sebuah bukit tinggi.

Peristiwa ini menyebabkan retakan di jalan hingga dinding rumah warga di blok BS dan BW, mengakibatkan rumah warga mengalami kerusakan, mulai dari kategori sedang hingga berat.

Camat Samarinda Seberang, Aditya Koesprayogi, menjelaskan bahwa pergerakan tanah ini terjadi di bawah tanah, menyebabkan rumah warga terangkat ke atas.

Setelah dilakukan analisis oleh BPBD dan teknisi geologi, diketahui penyebabnya adalah keretakan tanah di perbukitan milik PT Bumi Samarinda Damai (BSD).

Meskipun bukit ini dimiliki PT BSD, pihak pengembang belum bersedia menyerahkan pengelolaan kepada Pemkot Samarinda, meskipun sudah disarankan oleh Walikota Andi Harun.

Baca juga: Pemkot Samarinda Gelar Apel Siaga dan Simulasi Penanggulangan Bencana Tanah Longsor

Baca juga: Tanah Longsor di Gang Puncak RT 14 Gunung Sari Ulu Balikpapan, 2 Rumah Alami Kerusakan

Dalam penanganannya, PT BSD melakukan pemangkasan bukit untuk mengalihkan aliran air yang bisa membahayakan pemukiman.

"Selama kurang lebih 8-9 bulan memang tidak ada pergerakan berarti lagi, tapi ternyata sekitar kurang lebih dua minggu lalu kita dapat laporan bahwa pergerakan tanah itu terjadi lagi. Terangkat lagi tanahnya. Kemudian kami tinjau di Selasa kemarin, dan kami rapatkan lagi pada Kamis (16/1) kemarin," jelas Aditya saat ditemui Jumat (17/1).

Saat ini, pemerintah kota dan pengembang tengah mencari solusi.

Dalam pertemuan yang digelar Kamis kemarin, disepakati bahwa salah satu langkah yang memungkinkan adalah pembangunan dinding penahan tanah sedalam 6-7 meter. 

"Warga memang menolak untuk direkolasi, karena merasa sudah nyaman di situ, kalau direlokasi kan juga tidak bisa ditentukan di daerah mana dan kami anggap kalau ada dinding penahan itu bisa menjadi solusi yang lebih realistis juga mengakomodir warga," ungkapnya.

Namun, realisasi pembangunan dinding penahan ini masih menunggu hasil kajian dari konsultan yang direkomendasikan oleh BPBD.

Sementara itu, pengembang mengaku terkendala oleh siklus keuangan yang belum stabil untuk melaksanakan proyek ini secara mandiri.

Beberapa warga yang rumahnya hancur sempat mendapatkan subsidi sewa rumah dari pemerintah dan pengembang, meski bantuan ini tidak bersifat jangka panjang.

Di sisi lain, program relokasi dari Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) sempat ditawarkan kepada warga, tetapi ditolak dengan alasan adalah lokasi relokasi yang cukup jauh.

Baca juga: Banjir dan Tanah Longsor Melanda Jepang, Tewaskan 1 Orang, 6 Orang Dikabarkan Hilang

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved