Pilkada Pasaman 2024
Cawabup Anggit Didiskualifikasi, Hasil Putusan MK Nyatakan Pilkada Pasaman Pasaman Harus Diulang
Hasil putusan MK nyatakan Pilkada Pasaman Pasaman harus diulang, Calon Wakil Bupati (Cawabup) Anggit Kurniawan didiskalifikasi.
Persidangan Panel Hakim 1 dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno Gedung II MK, dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi dua anggota yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Perkara Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Nomor Urut 2 Mara Ondak dan Desrizal.
Sebagai Pihak Terkait yaitu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Nomor Urut 1 Welly Suhery dan Anggit Kurniawan Nasution.
Sedangkan Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman. Kemudian Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pasaman sebagai Pemberi Keterangan.
Dalam Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli kali ini, persoalan administratif sebagaimana dalil permohonan, menjadi inti pembahasan.
Persoalan administratif yang dimaksud adalah Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana Pihak Terkait, yakni Calon Wakil Bupati Nomor Urut 1, Anggit Kurniawan Nasution.
Surat tersebut merupakan salah satu syarat untuk berkontestasi dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Pasaman 2024.
Persoalan timbul dalam perkara ini, sebab Anggit pernah menjadi terpidana kasus penipuan.
Ahli yang dihadirkan Pemohon, Charles Simabura berpandangan bahwa seluruh pasangan calon kepala daerah harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Untuk perkara ini, Charles mengutip Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada, khususnya ketentuan mengenai status mantan terpidana yang mesti diumumkan secara terbuka.
Baca juga: Reaksi Bawaslu Mahulu soal Putusan MK Diskualifikasi Owena-Stanislaus di Pilkada 2024
"Sebab persyaratan untuk serta secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana adalah syarat yang harus dipenuhi sebelum ditetapkan sebagai calon kepala daerah," katanya saat memberikan keterangan di persidangan, seperti dilansir mkri.id.
Berbeda dari ahli Pemohon, ahli yang dihadirkan Pihak Terkait, Zainal Arifin Mochtar berpandangan bahwa status mantan terpidana menjadi wajib diumumkan secara terbuka jika ancaman pidananya minimal lima tahun. Dalam hal ini, Zainal mengutip Putusan MK Nomor 54/PUU-XXII/2024.
Dari putusan tersebut, Zainal menafsirkan bahwa masa tunggu atau cooling period dan deklarasi, diberlakukan secara kumulatif khusus bagi terpidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan lima tahun atau lebih.
"Artinya bagi mantan terpidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari lima tahun, tidak diharuskan memenuhi masa tunggu dan deklarasi," ujarnya.
Sementara ahli dari Termohon, Khairul Fahmi menyoroti kewenangan KPU kabupaten atau kota dalam meneliti kelengkapan persyaratan untuk berkontestasi dalam Pilkada. Khairul pun mengutip Pasal 50 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi, “KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima memasukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.