Berita Samarinda Terkini
Hamidah, Pengrajin Tenun Ulop Doyo, Jejak Budaya yang Menenun Masa Depan dari Serat Daun Kalimantan
Kisah Hamidah (61), pengrajin ulap doyo asal Tenggarong, Kutai Kartanegara yang bukan sekadar penenun, ia adalah penjaga tradisi
Penulis: Raynaldi Paskalis | Editor: Amelia Mutia Rachmah
Kelompok Tenun untuk Lestarikan Budaya
Kelompok tenun yang digelutinya bernama Pokant Takaq yang berbasis di Tenggarong. Dalam kelompok tersebut, para anggota memiliki tugas masing-masing ada yang memetik daun, membuat serat, mewarnai, mengikat motif, hingga menjual kain.
Baca juga: Festival Ketupat 2025 di Samarinda Kaltim, Walikota Andi Harun: Momentum Pengembangan Wisata Budaya
"Kalau saya apa itu bikin nenunnya langsung penjualannya marketingnya."ucapnya
Distribusi kerja yang jelas ini memungkinkan produksi tetap berjalan meskipun tiap tahap memiliki kesulitan masing-masing.
Hamidah sendiri mengambil peran ganda sebagai penenun sekaligus pemasar, membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa sejalan dengan semangat kewirausahaan.
Mengenai motif, Hamidah mengaku belum menciptakan motif baru.
"Kalau sementara saya jujur aja, belum ada ciptakan motif."ucapnya
Meskipun demikian, ia tetap mempertahankan motif-motif tradisional yang sudah ada. Konsistensinya ini penting untuk menjaga keaslian nilai budaya yang terkandung dalam setiap helai kain yang ia hasilkan.
Harga kain tenun yang ditawarkan pun bervariasi tergantung bahan dan proses.
"Itu kalau yang pewarna alam kurang lebih 1 juta. Tapi kalau yang biasa 700, 800."tambahnya
Harga ini dianggap wajar mengingat bahan alami dan proses panjang yang dilalui. Beberapa kain yang dipajangnya bahkan dijual seharga Rp750.000 hingga Rp900.000, tergantung ukuran dan pewarna.
Hamidah menekankan bahwa semua warna berasal dari bahan alami bukan pewarna sintetis sehingga memberikan nilai tambah pada produknya.
Meski berasal dari daerah, karya Hamidah telah menembus berbagai wilayah di Indonesia.
"Kalau produk saya itu kebanyakan dipakai orang desainer, mereka mau fashion show kan. Nah, jadi dia mau yang lebih unik gitu kan."
Kain ulap doyo karyanya telah digunakan oleh para desainer di Jakarta, Surabaya, hingga Batam. Bahkan, kain-kain tersebut sering dibawa ke luar negeri lewat jalur ekspor oleh pihak ketiga. (*)
Penumpang dan Pengelola Bus Anggap Terminal Bayangan Samarinda Mudahkan Akses, Harga Tiket Sama |
![]() |
---|
Sistem Tilang ETLE di Samarinda Belum Berfungsi, Ribuan Pengendara Masih Melanggar Lalulintas |
![]() |
---|
Alasan Penumpang Pilih Terminal Bayangan Samarinda: Langsung Berangkat, Lebih Cepat |
![]() |
---|
PUPR Samarinda Hanya Fokus Bangun Insinerator dan Pengelolaan Diserahkan ke DLH |
![]() |
---|
Terminal Bayangan Samarinda tak Langgar Lalulintas Malah Mudahkan Akses Penumpang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.