Berita Nasional Terkini

Ukuran Rumah Subsidi yang Diperkecil dan Utang Luar Negeri Bikin Ara dan Fahri Hamzah Beda Pendapat

Ukuran rumah subsidi yang diperkecil dan utang luar negeri bikin Menteri Ara dan Fahri Hamzah beda pendapat.

Kompas.com/Suhaiela Bahfein
BEDA PENDAPAT - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara bertemu dengan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Jumat (20/6/2025) (kiri). Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah saat ditemui di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Rabu (25/6/2025) (Kanan). Jadi sorotan, beda pendapat Ara dan Fahri, mulai dari ukuran rumah subsidi hingga utang luar negeri. (Kompas.com/Suhaiela Bahfein) 

TRIBUNKALTIM.CO – Ukuran rumah subsidi yang diperkecil dan utang luar negeri bikin Menteri Ara dan Fahri Hamzah beda pendapat.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara) dan Wakil Menteri Fahri Hamzah beda pendapat soal kebijakan-kebijakan terkait perumahan subsidi.

Seperti diketahui wacana Kementerian PKP untuk mengurangi ukuran minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama Gen Z, yang menyebutnya sebagai "Subsi-DIE". 

Hal ini ternyata juga ditentang oleh sang Wakil Menteri, Fahri Hamzah.

Baca juga: Rencana Rumah Subsidi Diperkecil, Kata Menteri PKP Maurarar Sirait, Ramai Sindiran Gen-Z: Subsi-Die

Kabar mengenai kebijakan perumahan rakyat kembali menghangatkan diskusi publik.

Dua tokoh penting di Kementerian PKP, Menteri Maruarar Sirait (Ara) dan Wakil Menteri Fahri Hamzah, menunjukkan perbedaan pandangan yang mencolok terkait strategi pembiayaan dan desain rumah subsidi

Polemik ini tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga mengundang pertanyaan tentang arah pembangunan perumahan di era Presiden Prabowo Subianto. 

Sebagaimana diketahui, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan bahwa kementeriannya tidak akan menerima pinjaman luar negeri untuk pembiayaan sektor perumahan pada tahun ini.

"Saya sudah bicara dengan Bapak Presiden bahwa untuk kementerian kami tidak memerlukan pinjaman luar negeri," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/06/2025).

Ia menjelaskan, dukungan pembiayaan dalam negeri yang tersedia sudah mencukupi, salah satunya berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. 

"Dari Danantara sudah diumumkan minggu lalu, hari Senin kan, Rp 130 triliun. Pak Rosan Roeslani (CEO Danantara) sudah sampaikan, kita bertemu dengan Bapak Presiden dan kami di Singapura. Kemudian dari kebijakan BI juga, itu buktinya kan," kata Ara.

Keberhasilan menghindari utang luar negeri ini disebutnya sejalan dengan peningkatan signifikan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit rumah subsidi tahun ini, yang diperkirakan menciptakan 1,65 juta lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi. 

Namun, sebagai Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah mengaku terkejut dan belum memahami alasan di balik penundaan pinjaman luar negeri untuk sektor perumahan. 

Baca juga: Kebutuhan Rumah Subsidi di Balikpapan Capai 25 Ribu Unit per Tahun

Ia mengungkapkan bahwa pembahasan teknis dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bappenas sudah berjalan sangat detail dan intensif selama enam bulan terakhir.

Bahkan, Fahri menyebut Presiden Prabowo Subianto sendiri telah mengajaknya bertemu lembaga pinjaman internasional seperti Asian Development Bank (ADB) di Beijing, China, yang menawarkan pinjaman tanpa batas dengan suku bunga rendah untuk program 3 Juta Rumah. 

"Saya terus terang enggak tahu [alasannya], karena saya cuma assist (membantu) dari bawah," ungkap Fahri, Rabu (25/6/2025). 

Ia bahkan menegaskan tidak ada perintah dari Presiden Prabowo untuk menghentikan bantuan pinjaman dari luar negeri.

"Tidak ada perintah menghentikan bantuan luar negeri setahu saya ya, tapi saya enggak tahu kalau itu ada di tempat lain," tambahnya. 

Selain itu, Fahri Hamzah juga mempertanyakan sumber dana Danantara yang berasal dari cost of fund BUMN, termasuk Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Baginya, pemerintah harus mengambil semua peluang pendanaan yang murah, dari manapun asalnya.

Fahri mengaku telah mendapat dukungan dari Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tetap melanjutkan upaya pembiayaan dari luar negeri, termasuk untuk skema rumah. 

Polemik Rumah Subsidi 18 Meter Persegi 

Selain isu utang luar negeri, perbedaan pandangan antara Fahri dan Ara juga mencuat terkait wacana rumah subsidi 18 meter persegi.

Rencana ini bertujuan mengatasi backlog perumahan di tengah mahalnya harga tanah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, khususnya untuk lajang dan keluarga kecil.

Ara menjelaskan bahwa wacana ini bukanlah keputusan final, melainkan masih dalam tahap pembahasan intensif dan uji publik. 

Tujuannya adalah memberikan variasi desain dan pilihan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di perkotaan.

"Di Jakarta, Bandung, Surabaya, tidak ada rumah subsidi karena harga tanah mahal. Kami berpikir tanahnya diperkecil, desainnya dibuat bagus, tidak kumuh, dan menarik," jelas Ara, Rabu (11/6/2025). 

Ia juga mendorong pengembang untuk berkreasi dan membangun unit fisik terlebih dahulu sebelum menjual gambar.

Namun, Fahri secara tegas menyatakan bahwa rencana rumah subsidi 18 meter persegi ini bertentangan dengan Undang-Undang. 

Baca juga: Menteri Maruarar Sirait di Balikpapan, Soroti Rumah Subsidi Dinilai Belum Berstandar Layak

Menurutnya, rumah dengan ukuran tersebut akan langsung dikategorikan sebagai rumah tidak layak huni berdasarkan standar luas per orang 7,2 meter persegi.

"Jadi, begitu kita membuat ukuran 18 (meter persegi) itu rumah langsung disebut sebagai rumah tidak layak (huni)," kata Fahri, Rabu (25/6/2025). 

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bermasalah jika diterapkan pada skema social housing yang didanai APBN.

Perbedaan pendapat antara Ara dan Fahri ini menggambarkan adanya dua pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan masalah perumahan di Indonesia.

Bahkan, dalam pantauan Kompas.com yang terbiasa meliput kegiatan Kementerian PKP, keduanya tak pernah tampil bareng di hadapan publik, kecuali saat pelantikan Kabinet Merah Putih pada Oktober tahun 2024 lalu. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved