Berita Kaltim Terkini

Konflik Muara Kate Picu Jatam dan LBH Samarinda Desak Transparansi Jalan Hauling ke Pemprov Kaltim

Jaringan Advokasi Tambang Kaltim dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda mendesak Pemerintah Provinsi membuka informasi hauling jalan umum

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
DESAK TRANSPARANSI - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda meminta Pemerintah Provinsi membuka informasi terkait hauling jalan umum dengan mengajukan permohonan resmi pada Rabu (2/7/2025). (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda mendesak Pemerintah Provinsi membuka informasi terkait hauling jalan umum.

Langkah ini dilakukan dengan menyampaikan surat resmi ke Pemprov Kaltim pada Rabu, 2 Juli 2025. Salah satu poin utama permohonan tersebut adalah salinan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pembentukan Tim Pengawas Terpadu atas Pelaksanaan Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit.

“Kami juga sertakan permohonan terkait daftar perusahaan yang mendapat izin perlintasan menggunakan jalan umum sepanjang 2015-2025," kata Mareta Sari, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Rabu (2/7/2025).

Menurutnya, dokumen resmi tersebut penting untuk membuka tabir sejauh mana pelaksanaan aturan dijalankan, serta untuk menilai efektivitas pengawasan terhadap pelanggaran penggunaan jalan umum oleh truk tambang dan sawit.

Padahal, penggunaan jalan umum untuk aktivitas hauling telah dilarang secara tegas dalam Pasal 6 Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 10 Tahun 2016.

Baca juga: Tak Jalankan Reklamasi, JATAM Laporkan Perusahaan Tambang di Kubar ke Kejati Kaltim

Selain itu, Pasal 7 Ayat 5 menyatakan bahwa penyediaan jalan khusus merupakan syarat penerbitan izin usaha pertambangan.

"Jalan umum tak boleh jadi jalan hauling, aturannya," tegas perempuan yang akrab disapa Eta ini.

Peraturan ini juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 43 Tahun 2013 yang tidak hanya melarang praktik tersebut, tetapi juga mewajibkan pembentukan tim pengawas terpadu lintas instansi.

"Kami meminta transparansi dari pelaksanaan aturan-aturan tersebut, kemudian siapa saja pihak yang tergabung dalam pengawas terpadu ini," terangnya.

Eta menyayangkan bahwa sejak masa kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak, Isran Noor, Penjabat Gubernur Akmal Malik, hingga kini Gubernur Rudy Masud, belum pernah ada publikasi atau laporan resmi mengenai pelaksanaan pengawasan hauling.

Baca juga: Jatam Kaltim Resmi Luncurkan Buku Bertajuk Lembur Fakta Limbung di Gunung Layung

Berbagai insiden yang melibatkan truk hauling menjadi latar kuat desakan ini. Di antaranya konflik warga Paser dengan PT MCM sejak 2023, serta kecelakaan tragis yang menelan korban jiwa.

Beberapa kasus yang tercatat, antara lain:

  • 1 Mei 2024: Ustaz Teddy meninggal dunia setelah ditabrak truk hauling.
  • 20 Maret 2024: Andan tewas tertabrak truk di perbatasan Kaltim-Kalsel.
  • 26 Oktober 2024: Pendeta Veronika meninggal setelah truk tak kuat menanjak di Bukit Marangit.
  • 15 November 2024: Russell tewas dan Anson kritis akibat penyerangan oleh orang tak dikenal di Posko Penolakan Hauling.

Puncaknya, aksi damai besar-besaran digelar warga Muara Kate pada 15–17 April 2025 di Kantor Gubernur Kaltim dan DPRD Kalsel, menuntut penghentian hauling yang dinilai melanggar Perda dan Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020.

Bahkan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka turut meninjau langsung situasi di Muara Kate pada 15 Juni 2025 lalu, menunjukkan tingginya perhatian nasional terhadap persoalan ini.

Baca juga: Wapres Gibran Diam-Diam Kunjungi Muara Kate, JATAM Kaltim: Mesti Bisa Jawab Persoalan Warga!

Jatam dan LBH Samarinda dalam permohonan resminya juga menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah, termasuk gubernur dan seluruh pihak yang tergabung dalam tim pengawas terpadu.

Bukan saja perusahaan yang menggunakan jalan sepihak tersebut, namun juga pihak-pihak yang masuk dalam tim terpadu, termasuk Gubernur.

"Tapi bukan semata Muara Kate tetapi juga di daerah lain seperti Kutai Barat, Kutai Timur, Kukar, Berau, dan bahkan Samarinda. Jalan umum tak semestinya digunakan untuk hauling batubara," tegas Eta. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved