Berita Kutim Terkini

Polemik Sidrap, Ketua DPRD Kutim Tegaskan Status Hukum dan Soroti Dugaan Pelanggaran Administrasi

Polemik batas wilayah Sidrap-Bontang makin kompleks, merembet ke isu administrasi kependudukan dan peluang kerja

HO/DPRD Kutim
KONFLIK SIDRAP - Ketua DPRD Kutim, Jimmi. Polemik batas wilayah Sidrap-Bontang makin kompleks, Jimmi soroti administrasi kependudukan dan peluang kerja. (HO/DPRD Kutim) 

TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Polemik status wilayah Dusun Sidrap yang diusulkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk masuk ke wilayah administratifnya belum menemukan titik temu, meskipun Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudi Mas’ud telah melakukan mediasi langsung di lokasi. 

Persoalan ini kian melebar, memunculkan perdebatan soal batas wilayah, administrasi kependudukan, dan dampaknya terhadap kesempatan kerja warga.

Untuk diketahui, konflik mengenai Kampung Sidrap adalah salah satu sengketa tapal batas paling kompleks di Kalimantan Timur, melibatkan dua daerah yaitu Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim). 

Lokasi Kampung Sidrap terletak di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, wilayah ini secara administratif masuk dalam Kutim.

Namun, secara fungsional dan pelayanan publik, warga Sidrap lebih banyak bergantung pada Kota Bontang. Terdapat sekitar 3.195 jiwa yang memegang identitas kependudukan Bontang, meski secara hukum masih tercatat sebagai warga Kutim.

Baca juga: DPRD Kaltim Kawal Konflik Tapal Batas Bontang–Kutim, Sengketa Sidrap Dibawa ke MK

Gubernur Kaltim, Rudy Masud sempat menyampaikan soal de facto dan de jure terkait posisi Dusun Sidrap, dimana secara de facto dikelola oleh Kota Bontang

Tetapi, pernyataan ini memicu tanggapan keras Ketua DPRD Kutim, Jimmi.

Sebab menurut Jimmi, pernyataan gubernur soal Sidrap secara de jure berada di wilayah Kutim namun secara de facto dikelola Kota Bontang, berpotensi menimbulkan kerancuan dan menyesatkan publik.

"Masalah Kampung Sidrap bukan konflik wilayah seperti perang yang diperebutkan. Ini wilayah aman yang sudah diatur dalam UU (Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999. Ditambah lagi diperkuat oleh Permendagri Nomor 25 Tahun 2005. Jadi ini sudah sangat jelas," tegas Jimmi, Rabu (13/8/2025).

Jimmi juga menyoroti dugaan pelanggaran administrasi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bontang yang tetap menerbitkan KTP bagi warga Sidrap.

Baca juga: Nasib Dusun Sidrap Ditentukan MK, Mediasi Sengketa Tapal Batas Kutai Timur dan Bontang Gagal

Oleh sebab itu, ia meminta kepada Disdukcapil Kutai Timur dan Bontang agar menyelesaikan permasalahan tersebut secara administratif dan hukum.

"Ini jelas pelanggaran administrasi. Bontang sendiri mengakui salah, tapi tetap menerbitkan KTP. Jika ini terus dibiarkan, bisa masuk ranah pidana karena termasuk pemalsuan data," tegasnya lagi.

Isu ini semakin memanas setelah muncul data bahwa sekitar 3.000 warga ber-KTP Bontang.

Kepala Desa Martadinata, Sutrisno, menjelaskan bahwa mereka tidak hanya berasal dari Dusun Sidrap, tetapi juga dari Desa Danau Redan, Suka Damai, Kandolo, hingga Desa Teluk Pandan.

Menurut Sutrisno, sebagian besar warga memilih ber-KTP Bontang demi memenuhi syarat kerja, karena Pemkot Bontang memiliki regulasi khusus terkait penerimaan tenaga kerja lokal.

Baca juga: Sengketa Tapal Batas Sidrap Bontang dan Kutim Mandek, Keputusan Kini di Tangan MK

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved