TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Konflik lahan antara Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU PT Budi Duta Agromakmur (BDA) dan perusahaan sawit tersebut di Kutai Kartanegara (Kukar) kini memasuki babak baru.
Setelah sempat menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Kukar, warga adat akhirnya diterima secara resmi oleh Bupati Kukar Aulia Rahman Basri pada Kamis (7/8/2025).
Audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Rumah Jabatan Bupati Kukar itu dihadiri perwakilan Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur, Lembaga Adat Dayak Kukar, serta Kelompok Tani Tunas Harapan dari Kelurahan Jahab.
Mereka menyampaikan aspirasi dan mendesak Pemkab Kukar mengambil langkah konkret atas aktivitas PT BDA yang dinilai merugikan masyarakat.
“Didalam tadi kami sudah berdiskusi panjang dengan rekan ketua DAD Kaltim dan beberapa tokoh masyarakat serta perwakilan bapak ibu yang terkena dampak dari kegiatan salah satu perusahaan yang bekerja di Kabupaten Kutai Kartanegara. Insyaallah tadi data sudah diberi, akan kami pelajari dan kami bentuk tim dengan cepat untuk mencari jalan keluar yang terbaik untuk kita semua, terutama masyarakat yang terdampak oleh aktivitas perusahaan tersebut,” tegas Aulia.
Baca juga: Ketua DPRD Kukar Ahmad Yani Dengar Langsung Keluhan Warga Soal Banjir dan Faskes Berbayar
Ia menambahkan, Pemkab Kukar berkomitmen memperjuangkan hak-hak masyarakat secara adil dan menyeluruh.
“Percayakan kepada kami, kita akan mencari jalan keluar yang terbaik untuk kita semua dan utamanya untuk kesejahteraan warga Kutai Kartanegara, yaitu bapak ibu sekalian. Tetap bersama, tetap bersatu, dan mudah-mudahan sebagaimana yang disampaikan tadi, kita akan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya menjadi hak-hak bapak ibu sekalian,” tutupnya.
Sebelum audiensi ini berlangsung, warga sempat menggelar aksi demonstrasi pada Senin (4/8/2025) di pelataran Kantor Bupati Kukar.
Mereka menuntut pencabutan izin usaha perkebunan (IUP) milik PT BDA yang dituding telah menelantarkan lahan dan menggusur kebun milik warga tanpa kompensasi yang layak.
Sekretaris Tim Penuntut Hak Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU PT BDA, Thomas Fasenga, menyebutkan bahwa PT BDA hanya memberikan ganti rugi tanam tumbuh seluas 200 hektare di awal pembukaan lahan, tanpa kelanjutan.
Baca juga: Jembatan di Desa Batuq Kecamatan Muara Muntai Kukar Longsor, Tengah Dibangun Jalan Alternatif
Akibatnya, masyarakat merasa hak mereka dilanggar dan menarik kembali klaim atas lahan yang ditelantarkan.
“Warga masyarakat yang ada di lingkar HGU ini mengalami kerugian yang sangat besar karena lahan mereka digusur oleh PT BDA. Jadi digusur ini kebun-kebun mereka tidak diperhitungkan, itu yang membuat warga merasa geram,” ungkap Thomas.
Ia menyebut PT BDA hanya sempat memberikan ganti rugi tanam tumbuh seluas sekitar 200 hektare pada awal pembukaan lahan, namun setelah itu tidak ada tindak lanjut.
“Masyarakat mengira akan dilanjutkan sesuai progres pembukaan lahan, tapi kenyataannya hanya 200 hektare itu yang diganti. Karena tanah dibiarkan, masyarakat menarik kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Thomas menyatakan bahwa status HGU perusahaan tersebut cacat hukum dan tidak memenuhi prinsip clear and clean.
Baca juga: Pemkab Kukar Berkomitmen dalam Pencegahan Korupsi di Kutai Kartanegara Kaltim