Berita Viral
'Megah di Tengah Sunyi' Saat Menko AHY Sorot Bandara Kertajati dan Sebut ‘In The Middle of Nowhere’
AHY sebut Bandara Kertajati sebagai “The Middle of Nowhere”, soroti sepinya bandara megah di Majalengka.
Ringkasan Berita:
- Pernyataan Menko AHY tentang Bandara Kertajati sebagai “in the middle of nowhere” viral di media sosial.
- AHY menilai bandara di Majalengka itu sepi karena kesalahan pemilihan lokasi dan kurangnya integrasi infrastruktur serta akses transportasi.
- Dibangun dengan investasi Rp2,6 T dan punya fasilitas megah, bandara tersebut belum mampu menarik minat maskapai maupun penumpang.
- Bandara Kertajati merupakan Proyek Strategis Nasional yang mulai dibangun pada 2015 dan beroperasi sejak Mei 2018.
TRIBUNKALTIM.CO - Istilah “The Middle of Nowhere” kembali mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti sepinya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati.
Bandara megah di Majalengka itu disebut berdiri megah di tengah keterpencilan, menjadi simbol ambisi besar yang belum memberikan hasil memuaskan.
Ucapan soal “the middle of nowhere” yang diucapkan Menko AHY kini viral di media sosial.
Istilah ini diucapkan AHY saat menyoroti sepinya aktivitas di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati.
Ketua Umum Partai Demokrat itu mencoba mengurai benang kusut penyebab utama bandara tersebut tetap sepi meski memiliki fasilitas mewah dan megah.
Baca juga: Apa Itu Rebana yang Dipromosikan Ridwan Kamil di B20 Investment Forum? Bandara Kertajati Disinggung
“The Middle of Nowhere” sendiri merupakan ungkapan dalam bahasa Inggris yang berarti “jauh dari mana-mana” atau menggambarkan lokasi yang terpencil.
AHY menyebut, sepinya BIJB Kertajati disebabkan oleh kesalahan dalam pemilihan lokasi.
Lokasi pembangunan di Kabupaten Majalengka dinilai tidak diimbangi dengan perencanaan matang, terutama dalam hal integrasi infrastruktur dan akses transportasi menuju bandara.
Dibangun dengan nilai investasi mencapai Rp2,6 triliun—di luar dana tambahan Pemprov Jawa Barat untuk pembebasan lahan dan lainnya—biaya besar yang dikeluarkan justru tidak menghasilkan laba.
“Siapa yang pernah ke sana? Seperti apa Kertajati? Sepi? Tapi bagus kan? Besar, bagus, megah, tapi in the middle of nowhere, di Majalengka, kawasan Rebana (Cirebon, Patimban, Kertajati) namanya,” ujar AHY, Jumat (24/10/2025), dalam konferensi pers “Satu Tahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran” yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kemenko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan.
“Mungkin awalnya dulu kurang terintegrasi, bandaranya dibangun tapi konektivitasnya terlambat, sehingga tanggung,” jelasnya.
“Kalau begitu, mending di Jakarta sekalian. Akhirnya ditinggalkan, sepi. Padahal infrastrukturnya lengkap, tapi kawasan sekitarnya belum hidup,” lanjut AHY, seperti dilansir Tribuntangerang.com di artikel berjudul Sejarah Bandara Kertajati yang Disebut AHY 'In The Middle of Nowhere', KDM Sebut Peuteuy Selong.
Bikin Rugi Pemprov Jabar Rp60 Miliar Per Tahun
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga menyinggung kondisi Bandara Kertajati yang disebutnya kini ibarat peuteuy selong, istilah dalam Bahasa Sunda yang menggambarkan sesuatu yang besar namun kosong melompong.
“Majalengka ke sananya sudah ada bandara. Padahal sekarang udah berubah jadi peuteuy selong. Kenapa jadi begitu? Karena nggak ada pesawatnya, nggak maju-maju,” ujar Dedi dalam sebuah acara di Majalengka.
Bandara Kertajati merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pembangunannya dimulai pada 2015 melalui anggaran APBN serta dukungan APBD Jawa Barat untuk pembebasan lahan.
Bandara ini resmi beroperasi pada 24 Mei 2018 dengan total biaya pembangunan mencapai Rp2,6 triliun.
Saat ini, pengelolaan bandara dilakukan oleh PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk pada 24 November 2013.
Namun, operasionalnya masih menjadi beban keuangan daerah.
Dedi Mulyadi mengungkapkan, Pemprov Jabar harus menanggung biaya operasional hingga Rp60 miliar per tahun.
“Kan nombok setiap tahun Rp60 miliar untuk bandara. Harus bagaimana (solusinya)?” ujarnya.
Baca juga: Mimpi AHY, Bandara Kertajati yang Sepi Harus jadi Pusat Industri Dirgantara Nasional
Sejarah Bandara Kertajati
Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati memiliki perjalanan panjang yang dimulai lebih dari dua dekade lalu.
Dikutip dari laman Angkasa Pura, gagasan pembangunan bandara ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Studi kelayakan proyek Kertajati telah dilakukan sejak 2003, dan izin penetapan lokasi diterbitkan pada 2005.
Saat itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menyatakan kesanggupan membiayai proyek tersebut melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, realisasi pembangunan tak kunjung terlaksana hingga 2011.
Setelah dilakukan peninjauan ulang, pemerintah akhirnya memutuskan bahwa proyek tersebut memerlukan dukungan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proses pembersihan lahan dan pembangunan pondasi baru dimulai pada 2014.
Proyek ini kemudian masuk dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN). Pembangunan fisik berlangsung dari 2015 hingga 2017 dengan pendanaan utama dari Kementerian Perhubungan.
Setelah melalui proses panjang, Bandara Kertajati resmi beroperasi pada 24 Mei 2018, ditandai dengan pendaratan perdana Pesawat Kepresidenan Indonesia.
Pada saat peresmian, Bandara Kertajati memiliki landasan pacu tunggal sepanjang 2.500 meter, yang memungkinkan pendaratan pesawat berbadan sedang.
Infrastruktur ini kemudian terus dikembangkan untuk memenuhi standar bandara internasional.
Dari sisi pendanaan, pembangunan Bandara Kertajati menelan biaya sekitar Rp2,6 triliun.
Pembiayaan tidak hanya berasal dari pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan pihak swasta.
Pengelolaan bandara kini berada di bawah tanggung jawab PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 22 Tahun 2013 dan resmi berdiri pada 24 November 2013.
Struktur kepemilikan saham PT BIJB terdiri dari:
- Pemerintah Provinsi Jawa Barat: 82,29 persen
- PT Angkasa Pura II: 15,41 persen
- Koperasi Sejahtera Jawa Barat: 1,62 persen
- PT Jasa Sarana: 0,8 persen
Bandara Kertajati diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi kawasan Rebana Metropolitan (Cirebon–Patimban–Kertajati), serta mendukung pengembangan logistik, industri, dan pariwisata di wilayah timur Jawa Barat.
Baca juga: Proyek Bandara Ujoh Bilang Terus Ngebut, Progres Capai 96 Persen pada Akses Utama
Namun hingga kini, bandara tersebut masih menghadapi tantangan besar dalam menarik minat maskapai dan penumpang akibat keterbatasan akses dan minimnya konektivitas transportasi, dikutip dari Kompas.com.
Penjelasan AHY soal "in the middle of nowhere"
Ucapan AHY soal "in the middle of nowhere" terkait lokasi Bandara Kertajati ini kemudian ramai dibahas di media sosial.
Ia pun kemudian meluruskan maksud ucapannya itu.
"Mungkin dipotong (secara) sempit ya, tetapi sebetulnya semangatnya adalah bagaimana kita bisa menghadirkan integrasi wilayah," kata AHY di Bandung, dikutip dari Antara.
Menurut AHY, masih banyak yang perlu dievaluasi dari bandara tersebut, salah satunya adalah konektivitas dengan wilayah lainnya seperti akses jalan tol atau transportasi memadai yang cepat ke Bandung dan kota sekitarnya.
"Itu kan di kawasan Rebana, ya Majalengka, kemudian juga menuju ke Cirebon, nah kalau kemudian terisolir, seperti terisolir tidak nyambung satu sama lain dan tidak terintegrasi, maka sayang. Itu perlu kita hubungkan dengan wilayah-wilayah lainnya," kata Agus.
Ia mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur seperti BIJB Kertajati atau infrastruktur lainnya, haruslah diiringi dengan konektivitasnya, sehingga benar-benar optimal sebagai pengungkit perekonomian kawasan.
"Jadi pembangunan infrastruktur termasuk bandara, dermaga itu harus dihubungkan dengan konektivitasnya. Jalan menuju ataupun keluar dari lokasi tersebut sehingga benar-benar hidup. Jangan sampai infrastrukturnya besar, bagus, memakan biaya yang tinggi, tetapi tidak optimal," ucap dia.
Agus mengatakan terkait Bandara Kertajati, semua pihak haruslah berbesar hati untuk melakukan evaluasi dan tidak berhenti pada temuan masalah.
Pihak kementerian, kata dia, terus mensimulasikan apa yang bisa menjadi solusi, salah satunya dikembangkan menjadi pusat industri dirgantara.
Agus mengatakan pihaknya telah mendorong kerja sama antara BIJB Kertajati dan Garuda Maintenance Facility (GMF), Kementerian Bappenas dan Kementerian Perhubungan, yang diproyeksi menjadikan BIJB Kertajati sebagai lokasi Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) atau tempat perbaikan pesawat.
Dia berharap hal tersebut dapat menjadi salah satu langkah strategis dalam membangun konektivitas berbagai wilayah dengan BIJB Kertajati.
"Tentunya mencoba untuk menghadirkan sebuah kerja sama yang baik untuk keperluan MRO. Nah, di awali dulu dengan helikopter misalnya. Mudah-mudahan selain itu Fix Wings. Dan kita melibatkan juga kementerian-lembaga lainnya. Ini contoh bahwa kalau ada kegiatan yang strategis, bisa membuka wilayah dan jadi peluang baru," ucapnya, seperti dilansir Kompas.com.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/Apa-Itu-Rebana-yang-Dipromosikan-Ridwan-Kamil-di-B20-Investment-Forum-Bandara-Kertajati-Disinggung.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.