Program Makan Bergizi Gratis
BGN Kena Semprot DPR, Ajukan Tambahan Anggaran MBG Rp 28 Triliun Tanpa Restu
Komisi IX DPR menegur BGN karena ajukan tambahan anggaran Rp28,4 triliun tanpa izin. Dibat juga soal keracunan MBG dan kelangkaan ahli gizi.
Ringkasan Berita:
- Rapat Komisi IX DPR menegur Kepala BGN Dadan Hindayana karena mengajukan tambahan anggaran Rp28,4 triliun ke Kemenkeu tanpa izin DPR.
- Dana itu untuk menutupi kekurangan Program MBG dan pembangunan 8.000 SPPG.
- Dadan mengakui kesalahan prosedur dan akan memperbaikinya.
- Dalam rapat juga dibahas kasus keracunan MBG di Jawa Barat dan Sleman akibat dugaan infeksi nitrit, serta kelangkaan ahli gizi yang membuat BGN berencana rekrut lulusan kesehatan masyarakat dan teknologi pangan sebagai alternatif.
TRIBUNKALTIM.CO - Rapat kerja Badan Gizi Nasional (BGN) dengan Komisi IX DPR RI diwarnai teguran setelah Kepala BGN, Dadan Hindayana, diketahui mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp28,4 triliun ke Kementerian Keuangan tanpa seizin DPR.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menegaskan bahwa setiap lembaga harus lebih dulu mendapatkan persetujuan Komisi IX sebelum membawa usulan anggaran ke Kemenkeu.
“Sebelum minta ke Kemenkeu, ke kita dulu, Pak. Karena fungsi anggaran di kita. Bapak ke Kemenkeu dengan membawa surat persetujuan dari DPR,” ujar Nihayatul dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11).
Ia mencontohkan, kementerian lain seperti Kementerian Ketenagakerjaan bahkan rela menggelar rapat mendadak saat masa reses demi memenuhi mekanisme tersebut.
Baca juga: BGN: Dapur MBG Samarinda Lampaui Standar, Jadi Sentra Pelatihan Chef
“Harusnya kalau bapak mau mengajukan ini, hari ini bisa bapak bilang ke tim kami bahwa salah satu agendanya adalah persetujuan penambahan anggaran. Baru nanti disepakati di sini, kemudian dibawa ke Kemenkeu. Jadi bukan kebalik, Pak,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari juga mengingatkan BGN agar tidak melanggar tata kelola keuangan negara.
“Kami khawatir nanti ditolak kalau tidak ada persetujuan dari Komisi IX. Tim bapak sepertinya kurang paham mekanisme anggaran negara ini. Jadi harusnya minta persetujuan dulu dari kami baru ajukan ke Kemenkeu,” katanya.
Menanggapi teguran tersebut, Kepala BGN Dadan Hindayana mengakui kesalahan prosedur dan berjanji segera memperbaikinya.
“Baik, kalau begitu nanti kami segera ajukan surat permintaan ke Komisi IX untuk pengajuan anggaran
agar minggu ini bisa dibahas,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, pihaknya mengajukan tambahan anggaran Rp28,63 Triliun.
Anggaran tambahan tersebut untuk menutupi kekurangan dalam Program Makan Bergizi Gratis hingga akhir 2025, serta pengembangan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Hal itu diungkapkan Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR pada Rabu (12/11).
"Kemudian total kebutuhan anggaran kita, tambahan yang kita sedang ajukan ke Kementerian Keuangan adalah Rp28,63 triliun," kata Dadan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
"Jadi, Badan Gizi Nasional diprediksi akan menyerap 99 persen dana 71 triliun, kemudian ditambah dengan 28,63 triliun, sehingga kita akan membutuhkan anggaran kurang lebih Rp99 triliun di tahun 2025," imbuhnya.
BGN, kata Dadan, memperkirakan kekurangan dana sekitar Rp 14,53 triliun hanya untuk program MBG.
Selain itu, BGN juga sedang mengembangkan SPPG sekitar 8.000 titik di daerah terpencil.
Pengembangan SPPG tersebut diperkirakan membutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp 14,1 triliun.
"Dengan proyeksi kebutuhan tersebut, maka kita akan membutuhkan tambahan senilai 14,53 triliun untuk makan bergizi," ucapnya.
"Selain itu kita sedang juga mengembangkan SPPG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di daerah- daerah terpencil yang sudah kami data ada 8.000," katanya.
Baca juga: Balai Karantina Usul Pemkot Balikpapan Buat Sistem Pantau Program MBG
Kasus Keracunan
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan, kasus keracunan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat. Terutama di Garut, Cianjur, Bandung Barat, serta Sleman di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dadan menyebut, hasil kajian tim BGN menemukan indikasi kuat adanya infeksi nitrit sebagai salah satu penyebab utama gangguan pencernaan di wilayah tersebut.
"Betul masalah lebih banyak di Jawa Barat. Garut, Cianjur, Bandung Barat, dan ditambah dengan Sleman. Nah itu, daerah endemik untuk kejadian, karena itu yang paling tinggi. Kemarin timnya bu Waka sudah mendapatkan gambaran, bahkan bukan hanya masalah air, tapi ternyata infeksi nitrit cukup tinggi," kata Dadan dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Infeksi nitrit bukanlah nama penyakit, melainkan istilah yang merujuk pada kondisi adanya nitrit dalam urine, yang biasanya menjadi tanda adanya infeksi saluran kemih (ISK).
Menurutnya, infeksi nitrit itu kemungkinan besar dipicu oleh praktik pertanian yang menggunakan pupuk nitrogen berlebih, sehingga kandungan nitrit dalam tanaman meningkat.
Ia mengatakan zat tersebut dapat mengganggu sistem pencernaan, terutama pada anak-anak.
“Kemungkinan ini disebabkan oleh praktik budidaya petani yang terlalu banyak memberikan nitrogen, sehingga kandungan nitrit di dalam tanaman cukup tinggi,” jelasnya.
"Di Bandung Barat bahkan ditemukan tiga anak mengalami gangguan pencernaan hanya karena makan melon. Diduga melon tersebut mengandung kadar nitrit tinggi,” lanjutnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, BGN kini tengah melakukan konsolidasi dengan seluruh mitra di daerah endemik.
Termasuk, para ahli gizi dan pengelola Satuan Pelaksana Program Pemberian Gizi (SPPG).
“Kami sedang kumpulkan seluruh mitra di daerah yang mengalami masalah, termasuk di Bandung Barat. Wakil Ketua DPR juga akan hadir untuk memberikan penjelasan,” pungkasnya.
Kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Barat dan Sleman terjadi berulang kali, melibatkan ratusan siswa dengan gejala seperti pusing, diare, dan muntah.
Faktor utama yang diduga menjadi penyebab adalah kualitas air dan kebersihan makanan yang kurang terjaga.
Baca juga: Jamin Makanan Higienis, Balai Kekarantinaan Balikpapan Usul Sistem Digital untuk Pantau SPPG MBG
Sulit Cari Ahli Gizi
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa BGN mulai kesulitan mencari ahli gizi untuk direktur, padahal sebelumnnya ahli gizi merupakan profesi yang sulit mencari pekerjaan.
"Tadinya ahli gizi agak sulit mencari pekerjaan, sekarang menjadi salah satu profesi yang langka. Sehingga tadi Komisi IX memberikan saran agar BGN mencari jalan keluar atas kelangkaan tersebut," kata Dadan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/11).
Dadan menuturkan, ahli gizi penting direkrut untuk bekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sebab, ahli gizi berperan dalam memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang akan diolah menjadi menu MBG.
Namun, saat ini, keberadaan ahli gizi mulai langka sehingga BGN sulit untuk merekrut mereka.
"Ya begini, prinsip dasar dari program Makan Bergizi Gratis memanfaatkan potensi sumber daya lokal dan kesukaan masyarakat lokal. Sebab itu, di setiap SPPG kita tempatkan ahli gizi yang sekarang mulai langka," ujar Dadan.
Sebagai solusinya, BGN akan membidik profesi terkait lainnya untuk menggantikan ahli gizi di dapur- dapur MBG.
Saat ini, BGN mencari orang-orang lulusan program studi kesehatan masyarakat hingga teknologi pangan untuk bekerja di dapur MBG.
"Dan mungkin kita sudah akan mengarah kepada profesi lain, atau keilmuan lain yang masih terkait, contohnya (lulusan) kesehatan masyarakat dan juga teknologi pangan atau pengolahan pangan," kata Dadan.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251113_DPR-Tegur-BGN.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.