Berita Regional Terkini

Kisah Pilu Bayi Orangutan Korban Tambang Ilegal Kalimantan Barat, Ada Cedera Traumatis

Bayi primata orangutan yang diperkirakan berusia sekitar dua tahun ini kemudian diberi nama Randy di Kalimantan Barat

Editor: Budi Susilo
HO/YIARI
DERITA BAYI ORANGUTAN - Individu bayi orangutan jantan diselamatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyoroti kasus ini sebagai cerminan tekanan berat yang dialami populasi orangutan liar. Aktivitas tambang tidak hanya merusak hutan, tetapi juga membuka peluang besar bagi perburuan dan pengambilan bayi orangutan. (HO/YIARI) 

Setelah dievakuasi, Randy menjalani pemeriksaan awal oleh dokter hewan YIARI, Ishma. 

Secara umum, kondisi Randy dinyatakan stabil. Namun, pemeriksaan mendalam mengungkapkan adanya temuan yang mengkhawatirkan: bekas patah tulang lama pada paha kiri yang sudah mulai menyatu.

Cedera ini kemungkinan terjadi lebih dari empat minggu yang lalu.

"Hal ini mengindikasikan bahwa Randy telah mengalami kejadian traumatis sebelum ia dipelihara,” jelas Ishma. 

Sementara itu, parameter vital seperti suhu tubuh, detak jantung, dan pernapasan Randy berada dalam batas normal.

Saat ini, Randy telah dibawa ke pusat rehabilitasi YIARI di Desa Sungai Awan Kiri untuk menjalani karantina wajib selama delapan minggu.

Selama masa ini, Randy akan mendapatkan penanganan lanjutan terkait patah tulangnya serta skrining untuk penyakit menular.

Indikasi Kuat Induk Tewas Diburu

Temuan bayi orangutan sendirian seperti kasus Randy hampir selalu menandakan nasib tragis bagi sang induk. Menurut Ishma, di alam liar, bayi orangutan bergantung penuh pada induknya hingga usia enam sampai delapan tahun.

“Oleh karena itu, penemuan bayi sendirian sudah menjadi indikasi kuat bahwa induknya telah dibunuh,” ungkap Ishma.

Baca juga: Sepanjang 2024 hingga Awal 2025, BKSDA Kaltim Selamatkan 37 Orangutan

Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyoroti kasus ini sebagai cerminan tekanan berat yang dialami populasi orangutan liar. Aktivitas PETI tidak hanya merusak hutan, tetapi juga membuka peluang besar bagi perburuan dan pengambilan bayi orangutan.

Dalam setiap kasus pengambilan bayi, populasi liar kehilangan dua individu sekaligus, yaitu bayi dan induknya. 

Mengingat laju reproduksi orangutan yang sangat lambat.

"Ini adalah pukulan yang sangat serius bagi upaya konservasi kita,” tutup Silverius.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Bayi Orangutan Tinggal di Area Pertambangan Ilegal Kalimantan Barat, Induk Dibunuh

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved