Bocah Tenggelam di Balikpapan Utara

6 Anak Tewas di Kubangan, Dosen Uniba: Bisa Jerat Pidana karena Kelalaian Proyek Grand City

Dosen Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto mengkritik tragedi tewasnya enam anak di kolam galian proyek Grand City Balikpapan

HO/RIANTO
INDIKASI KELALAIAN - Dosen Fakultas Hukum Uniba, Rinto, Rabu (19/11/2025). Ia menegaskan bahwa kelalaian pada proyek Grand City merupakan kegagalan sistemik yang membuka potensi pertanggungjawaban pidana bagi pengembang, termasuk Sinarmas Land. Ia menilai standar keselamatan publik diabaikan sehingga pasal kelalaian dalam KUHP dan sanksi korporasi dapat diterapkan. (HO/RINTO) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Dosen Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto mengkritik tragedi tewasnya enam anak di kolam galian proyek Grand City Balikpapan. 

Insiden yang terjadi di kawasan pengembangan milik Sinarmas Land itu dipandang bukan sekadar kecelakaan, melainkan cerminan kelemahan sistem pengamanan proyek yang dinilai fatal oleh kalangan akademisi.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto, menilai medan proyek yang dibiarkan terbuka, terisi air, dan tanpa pagar pengaman merupakan bentuk kelalaian serius yang melanggar prinsip dasar keselamatan publik.

Menurutnya, standar keamanan konstruksi tak boleh ditafsirkan sebagai pilihan, tetapi kewajiban mutlak.

"Setiap kegiatan konstruksi wajib mengutamakan keselamatan publik. Jika pengembang mengabaikan standar keamanan, maka pertanggungjawaban pidana tidak bisa dihindari," tegas Rinto.

Baca juga: 6 Anak Tewas di Kubangan KM 8 di Balikpapan Utara, Polda Kaltim: Tanpa Laporan Akan Buat LP

Rinto menjelaskan bahwa ranah hukum pidana telah menyediakan pasal-pasal yang dapat langsung digunakan penyidik.

Ia menyebut Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang meninggal dengan ancaman lima tahun penjara,

Pasal 360 KUHP mengenai kelalaian yang menyebabkan luka berat atau membahayakan nyawa, serta Pasal 361 KUHP terkait kelalaian dalam menjalankan jabatan atau profesi yang memungkinkan peningkatan hukuman.

Ia menambahkan bahwa penindakan tidak berhenti pada individu penanggung jawab proyek.

Berdasarkan Perma No. 13 Tahun 2016, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika kelalaian terbukti sebagai bagian dari kegagalan sistemik perusahaan.

Dalam konteks ini, Rinto menegaskan bahwa Sinarmas Land tidak hanya berhadapan dengan sanksi administratif, tetapi juga berpotensi dijerat sebagai pelaku pidana korporasi.

"Sanksi korporasi bisa berupa denda besar, penghentian proyek, hingga pencabutan izin. Hukum tidak boleh tumpul ke perusahaan besar," ujarnya.

Selain aspek pidana, ia menilai OPD terkait memiliki dasar kuat untuk menjatuhkan sanksi administratif.

Bentuknya dapat berupa penghentian sementara proyek, kewajiban pemulihan lingkungan, pembekuan atau pencabutan izin lingkungan, serta penegakan aturan site plan dan standar K3 konstruksi.

Menurutnya, temuan dalam kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan keselamatan di lapangan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved