Papua hingga KPK, Pengamat: Pak Jokowi Salah Hitung Tak Ada Beban Periode ke-2, Awas Perangkap
Presiden Joko Widodo dinilai salah berhitung soal ketiadaan beban di periode kedua masa kepemimpinannya.
TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Joko Widodo dinilai salah berhitung soal ketiadaan beban di periode kedua masa kepemimpinannya.
Akibatnya, saat ini Jokowi dinilai sedang terjebak oleh jebakan politik di masa transisi dari periode 2014-2019 ke 2019-2024.
"Pak Jokowi salah berhitung soal tidak ada beban di periode kedua. Nyatanya pascapilpres Pak Jokowi justru menghadapi beban politik yang berat karena harus mengkonsolidasikan kekuasaannya. Di sinilah Pak Jokowi sedang terjebak," kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo kepada Kompas.com, Senin (16/9/2019).
• Bisa Buat Gaduh dan Diskriminatif, Inilah Daftar Pasal Kontroversial di RKUHP dan Bantahan Menkumham
• Tentang Status Wanita Pulang Malam, 1 Pasal RKUHP Ini Dikhawatirkan Ganggu Wisatawan dan Pekerjaan
• Bila RKUHP Tak Ditolak, Proses Hukum untuk Kumpul Kebo Bakal Berubah, Ada Peran Kepala Desa
• Poin RKUHP Jadi Sorotan: Denda Ternak Main ke Lahan Orang, Kontrasepsi, hingga Hukuman Dukun Santet
Pada periode kedua ini, kata dia, di atas kertas Jokowi memang sudah tidak ada beban.
Namun beban itu justru ada di panggung politik yang riil, karena Jokowi berhadapan dengan residu-residu politik pascapilpres.
Antara lain, masalah Papua yang memerlukan penanganan serius, agenda pemberantasan korupsi baik seleksi calon pimpinan KPK maupun revisi UU KPK, masalah kebakaran hutan dan lahan serta isu-isu lainnya.
"Itu semua menjadi beban berat Pak Jokowi di masa transisi menuju periode kedua. Dia menghadapi permainan kartel politik," kata dia.
Jokowi lupa bahwa basis dukungannya adalah kekuatan rakyat, bukan partai politik.
Dengan demikian, langkah Jokowi dalam persoalan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat merupakan sesuatu yang tidak wajar.
Padahal, kata dia, KPK merupakan lembaga yang hingga saat ini masih mendapat kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.
"Pak Jokowi harus keluar dari jebakan politik di masa transisi ini dengan mendengarkan suara rakyat yang ingin KPK diperkuat dan terdepan dalam pemberantasan korupsi," kata dia.
"Presiden harus mendengarkan suara rakyat dan mendengarkan masukan dari elemen masyarakat sipil yang bersuara keras tentang revisi UU KPK. Semoga Pak Jokowi bisa segera ambil sikap dan tidak terjebak di perangkap ini" lanjut dia.
Standar ganda soal RUU KPK dan RKUHP
Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menuai polemik di masyarakat.
Ia meminta pengesahan RUU KUHP tidak dilakukan oleh DPR periode ini yang akan habis masa tugasnya pada 30 September mendatang.