Awkarin, Ananda Badudu, dan Dandhy Laksono di Tengah Kisruh Demo, Pengamat Beda Suara
Awkarin, Ananda Badudu, dan Dandhy Laksono mendadak jadi perhatian publik di tengah kisruh demo. Dua dari pesohor tersebut ditangkap polisi,
Awkarin, Ananda Badudu, dan Dandhy Laksono di Tengah Kisruh Demo, Pengamat Beda Suara
TRIBUNKALTIM.CO - Awkarin, Ananda Badudu, dan Dandhy Laksono mendadak jadi perhatian publik di tengah kisruh demo. Dua dari pesohor tersebut ditangkap polisi atas kasus berbeda. Lantas, apa kata pengamat?
Nama selebgram Awkarin menjadi trending topic di Twitter karena aksinya yang membagikan 3.000 nasi kotak untuk para mahasiswa yang ikut aksi demo di Gedung MPR, Selasa (24/9/2019).
Banyak netizen menduga pemilik nama asli Karin Novilda akan bernasib sama dengan Ananda Badudu yang menggalang donasi untuk mendukung aksi di Gedung DPR tersebut.
• Awkarin Bersih-bersih Sampah di Depan Gedung DPR RI Seusai Demo Mahasiswa, Panggul Kantong Plastik
• Mahasiswa Pertanyakan Penangkapan Ananda Badudu, Keperluannya untuk Konsumsi Bukan Bayar Massa
• Jadi Tersangka UU ITE, Dandhy Dwi Laksono Ajak Publik Fokus Soal Papua dan Mahasiswa Tewas
• Pesan Terakhir Siswa SMA yang Tewas Saat Demo Tolak RKUHP: Mama Aku Telat Ya, Mau Main Dulu
Ananda Badudu, ditangkap Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019) sekitar pukul 04.00 WIB ketika sedang tertidur di kediamannya yang berlokasi di Jalan Tebet Barat IV Raya, Jakarta Selatan.
Kejadian itu pun langsung menyebar ke media sosial, khususnya Twitter, sehingga para netizen juga turut mempertayakan nasib Awkarin.
"Ananda Badudu ditangkap karena galang donasi untuk mahasiswa. #SaveAnandaBadudu Awkarin bagi2 3000 nasi kotak ke mahasiswa demonstran. Mau ditangkap juga? Ah, Indonesia becanda," tulis salah satu pengguna Twitter.
Melihat hal ini, pengamat politik dari Universitas Airlangga Novri Susan menilai apa yang dilakukan Awkarin saat itu adalah aktivitas sosial dari empati personal, tanpa ada mobilisasi wacana secara sistematik tentang gerakan protes.
"Ananda Badudu ditangkap atas transfer dana kepada gerakan mahasiswa terkait demonstrasi protes RUU dan UU yang tidak tepat. Ada kemungkinan penggunaan pasal-pasal terkait dugaan ancaman ketertiban umum dan keamanan," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019).
Menurutnya, transfer dana akan menjadi titik pangkal penggunaan pasal-pasal yang bisa menjerat Ananda Badudu.
Novri juga menilai, bantuan kemanusiaan pada aktivitas demokrasi, termasuk demonstrasi, tidak bisa dimasukkan dalam pelanggaran pidana atau ancaman ketertiban umum.
"Awkarin dan masyarakat lain memberi bantuan makanan minuman ada dalam koridor aktivitas sosial kemanusiaan. Perilaku memberi bantuan ini juga dilakukan oleh aparat kepolisian," tambahnya.
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana mengatakan ada kemungkinan Awkarin juga mengalami nasib serupa dengan apa yang dialami oleh Ananda Badudu.
Menurutnya, siapapun yang berkontribusi atau bersuara terhadap ketidaksukaan terhadap pemerintahaan mungkin akan mengalami nasib yang sama.
"Peluang untuk ditangkap juga terbuka luas. Bukan hanya Awkarin. Siapapun punya peluang sama untuk mengalami nasib yang sama," ucap dia.
"Framming saat ini, entah mahasiswa yang turun ke jalan atau orang-orang yang membantu mahasiswa itu dengan bagi makanan atau kasih support, itu diresponnya menjadi tidak baik," tambahnya.
Aditya juga menilai penangkapan adanya penangkapan aktivis dan sikap anarki para aparat saat aksi demonstrasi tersebut telah menunjukan adanya situasi kritis dalam demokrasi di negara ini.
"Ini tandanya ada bahaya dalam demokrasi kita. Ini sudah masuk kondisi yang mengkhawatirkan," tambahnya.
Adanya penangkapan para aktivis seperti Dandhy Laksono yang berlanjut dengan penangkapan Ananda Badudu, menurut Aditya, adalah kondisi yang kontras dengan kata-kata pemeritah di Istana, Kamis (26/9/2019).
"Kemarin Pak Jokowi sempat bilang 'Jangan ragukan komitme saya jaga demokrasi', ini sangat kontras dengan kalimatnya," ungkap dia.
Dibebaskan
Musisi Ananda Badudu telah dipulangkan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Ananda hanya diperiksa sebagai saksi tentang aliran dana kepada mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada Selasa (24/9/2019) dan Rabu lalu.
Ananda keluar dari gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jumat pukul 10.17 WIB.
Saat keluar, Ananda mengatakan pembebasan dirinya merupakan bentuk jaminan hukum yang hanya dapat dinikmati segelintir orang.
Ananda mengenakan pakaian putih bertuliskan "Are You HeforShe?".
"Saya salah satu orang yang beruntung punya privilege untuk bisa segera dibebaskan. Tapi di dalam saya lihat banyak sekali mahasiswa yang diproses tanpa pendampingan, diproses dengan cara-cara tidak etis. Mereka butuh pertolongan lebih dari saya," ujar Ananda sambil menahan tangis.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono sebelumnya mengatakan, musisi dan eks wartawan itu, diperiksa sebagai saksi aliran dana kepada mahasiswa yang menggelar aksi demo di depan Gedung DPR RI.
"Diklarifikasi sebagai saksi," kata Argo saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat.
Ananda ditangkap aparat Polda Metro Jaya, Jumat pagi.
Ananda diketahui telah menginisasi penggalangan dana publik untuk mendukung gerakan mahasiswa melalui situs crowdfunding, kitabisa.com.
Ananda, mantan personel Banda Neira, mengunggah informasi mengenai penangkapan dirinya di akun media sosial, Twitter.
"Saya dijemput polda karena mentransfer sejumlah dana pada mahasiswa," tulis Ananda di akun Twitter, @anandabadudu, Jumat.
Bantahan polisi
Polisi membantah pernyataan musisi Ananda Badudu yang menyebut sejumlah mahasiswa diproses secara tidak etis.
Mahasiswa tersebut diamankan oleh pihak kepolisian saat menggelar aksi demo di depan Gedung DPR RI pada 24 September lalu.
"Tidak benar. Semua proses pemeriksaan dilaksanakan secara profesional dan proporsional," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (27/9/2019).
Kendati demikian, Suyudi tak merinci jumlah mahasiswa yang masih diamankan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Dandhy Laksono juga ditangkap
Sebelum Ananda Badudu, Polda Metro Jaya juga menangkap sutradara dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono pada Kamis (26/9/2019) malam.
Dandhy ditangkap di kediamannya di Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat.
Istri Dandhy, Irna Gustiawati mengatakan, penangkapan sutradara "Sexy Killers" itu disebabkan unggahannya di media sosial.
"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi Kompas.com pada Kamis malam.
Senada, menurut kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, Dandhy ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.
"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari, yang dihubungi Kompas.com pada Jumat (27/9/2019) dinihari.
Twit soal Papua Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Alghiffari menambahkan, secara khusus, kliennya ditanya soal unggahan di Twitter tanggal 23 September 2019.
"Mungkin teman-teman bisa melihat (unggahan mengenai peristiwa) Jayapura dan peristiwa di Wamena saat itu," ujar Alghiffari.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, pada 23 September 2019, Dandhy memang aktif me-retweet unggahan yang mengangkat soal kisruh di Papua.
Ada juga beberapa twitnya yang khusus membahas soal peristiwa tersebut.
Ia juga membuat utas (thread) dengan mengunggah beberapa foto korban yang jatuh dalam kerusuhan Papua.
Dalam utas tersebut, Dandhy menilai tampaknya kekerasan menjadi satu-satunya cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah di Papua.
"Peristiwa di Jayapura (foto 1) dan Wamena (foto 2) hari ini menunjukkan bahwa di Papua tampaknya hanya berlaku satu cara untuk mengatasi segala masalah, yaitu kekerasan. Di Papua risiko menyampaikan aspirasi bukan dipanggil rektor, tapi mati atau luka tembak. Sampai kapan?" demikian twit Dandhy.
Selanjutnya, Dandhy juga mengomentari sejumlah berita yang mengabarkan soal peristiwa di sana.
Dandhy juga mengomentari pemberitaan Kompas.com yang menyebutkan ada 16 warga tewas dan 65 terluka saat kerusuhan terjadi.
"Innalillahi. RIP. Jika ini terjadi di Jawa atau Jakarta seperti peristiwa Trisakti (Mei 1998) yang menewaskan 4 orang, tentu reaksi dan dampaknya akan lain. Tapi ini Papua. Seolah semua yang buruk kita anggap wajar terjadi dan ongkos "NKRI Harga Mati," kata dia.
Penangkapan Dandhy bermula saat ia baru tiba di rumah sekitar pukul 22.30 WIB.
Sekitar 15 menit kemudian, terdengar pintu rumah digedor.
Rombongan yang dipimpin seorang bernama Fathur itu kemudian mengaku akan menangkap Dandhy karena unggahan mengenai Papua.
• Mengenal Sosok Dandhy Laksono, Jurnalis Idealis Sampai Kini Dituding Sebarkan Kebencian
• Awkarin Kaget Ditransfer Rp 50 Juta untuk Donasi Korban Kabut Asap Riau dan Kalimantan
• PSI Kecam Penangkapan Dandhy Laksono dan Ananada Badudu, Tsamara Amany: Menambah Runyam Persoalan
• Awkarin hingga Joko Anwar, Inilah Pesohor Hiburan Tanah Air yang Beri Dukungan Nyata untuk Mahasiswa
Sekitar pukul 23.05, tim yang terdiri dari empat orang membawa Dandhy ke Polda Metro Jaya dengan mobil Fortuner bernomor polisi D 216 CC.
Dandhy dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.
Sebagai sutradara, dia pernah membesut sejumlah film dokumenter yang dianggap kontroversial seperti "Sexy Killers" dan "Rayuan Pulau Palsu".
Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini juga dikenal sebagai aktivis yang kerap mengkritik pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo. (*)