5 Gejala Korupsi Jamrek dan Pascatambang, Ini Penjelasan Herdiansyah Hamzah Dosen Hukum dari Unmul

Penempatan jaminan reklamasi (jamrek) dan pascatambang dinilai semrawut. Ada lima gejala, sehingga dugaan korupsi rentan

Editor: Budi Susilo
TribunKaltim.co/HO Castro
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah atau Castro 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Penempatan jaminan reklamasi (jamrek) dan pascatambang dinilai semrawut. Ada lima gejala, sehingga dugaan korupsi rentan terjadi.

Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah atau Castro, saat peluncuran laporan "Curang di Lubang Tambang" yang digelar secara online, melalui aplikasi Zoom, Rabu (1/4/2020).

Berikut pemaparan Castro, tentang gejala korupsi Jamrek dan Pascatambang:

Pertama, informasi yang tertutup. Dalam hal ini, data jaminan reklamasi dan pascatambang tidak transparan, dan sangat sulit diakses oleh publik.

Informasi yang tertutup, akan memberikan ruang untuk mempermudah aktivitas yang bersifat transaksional.

Selama ini, jaminan reklamasi dan pascatambang, ditempatkan dalam satu rekening yang hanya boleh diakses oleh pemerintah dan pemilik tambang.

BACA JUGA:

PT Kitadin Temui Bupati Terkait Pascatambang, Edi: Harus Bisa Bermanfaat untuk Masyarakat

Apa Kabar Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Kaltara? Simak Jawaban Dinas ESDM

Lubang Pascatambang Batu Bara, Untuk Apa?

Sementara jumlah atau besaran pembayaran tidak pernah dibuka.

Tidak pernah diumumkan berapa rencana produksi dan penjualan sebagai dasar untuk menentukan besaran yang harus dibayar.

"Jadi tidak covering, dan jangan heran ketika jumlah dana yang terparkir dibank, tidak sebanding dengan lubang yang ditinggalkan. Sebagai contoh, dana yang tersimpan di bank BUMD dan BUMN atas nama gubernur Kaltim saat ini adalah 279 miliar ditambah dana jaminan pascatambang Rp 94 miliar. Apakah sebanding dengan 1.735 lubang yang ditinggalkan?," ungkap Castro.

Kedua, kerusakan lingkungan, terutama yang timbul akibat tidak dilakukannya kewajiban reklamasi dan pascatambang.

Tata kelola SDA yang buruk, berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan. Secara empirik, kerusakan lingkungan selalu berbanding lurus dengan tingkat korupsi yang terjadi.

Lebih parahnya lagi, keluhan dan protes masyarakat akan kerusakan lingkungannya, cenderung diabaikan.

Ed Ayres dari World Watch Institute, dalam artikelnya yang berjudul “The Hidden Shame of the Global Industrial Economy“, menyebutkan bahwa begitu banyak aktivitas industri ekstraktif baik yang bersifat ilegal maupun yang disetujui oleh Pemerintahan korup, yang mengabaikan keluhan dan keberatan penduduk asli.

Ibarat kata pepatah, “aures habent et non audient” (bertelinga tapi tidak mampu mendengar). Salah satu keluhan masyarakat yang bertalian langsung dengan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang, adalah hilangnya nyawa manusia dibekas lubang galian tambang.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved