Demo Tolak Omnibus Law
Pandangan Piatur Pangaribuan Atas UU Cipta Kerja: Terlalu Lama Cuti, Orang akan Tidak Produktif
Undang-Undang atau UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin (5/10/2020) masih terus menjadi perbincangan hangat.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Undang-Undang atau UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin (5/10/2020) masih terus menjadi perbincangan hangat.
Salah satunya yang paling disoroti adalah UU tersebut dinilai tidak pro pada pekerja perempuan.
Pada UU Cipta Kerja mengatur sejumlah hal tentang Ketenagakerjaan. Namun ada hal yang berbeda dibandingkan dengan UU no 12 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satunya soal cuti hamil. Pada pasal 82 UU Ketenagakerjaan, urusan cuti melahirkan disebutkan dengan jelas.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Pada Pasat 82 ayat 1 disebutkan, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Sedangkan pada ayat 2 tertulis, pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Namun di UU Cipta Kerja, hal tersebut tidak diatur. Bahkan kata 'hamil' pun hanya satu kali disebut.
Yaitu di Pasal Pasal 153 ayat 1 huruf e. Yaitu tentang pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan: hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
Menurut Akademisi dari Kota Balikpapan Kalimantan Timur, Piatur Pangaribuan, ia membaca beberapa komentar orang, bahwa disahkannya Undang-Undang ini merupakan penyiksaan terhadap perempuan.
"Tapi menurut saya tidak. Belum saya baca rinciannya, namun saya yakin soal itu tidak mungkin di hapus. Tidak mungkin," tegasnya.
Menurut ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Kalimantan Timur ini, orang yang menyuruh perempuan bekerja namun baru saja melahirkan bisa dikatakan bukan manusia.
"Saya yakin tidak begitu (dihapuskan). Kalaupun ada, mungkin penyesuaian. Dikurangi masa cutinya. Jika dulu selama 3 bulan, waktunya akan di pangkas dan dikurangi sedikit," jelasnya.