Pengamat Politik Menilai, Tradisi Muhammadiyah Bukan Wakil tetapi Posisi Menteri Pendidikan

Pengamat politik menilai, tradisi Muhammadiyah bukan Wakil Menteri Pendidikan tetapi posisi Menteri Pendidikan

Editor: Budi Susilo
Tribunnews.com/ Rizal Bomantama
Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA  - Pengamat politik menilai, tradisi Muhammadiyah bukan Wakil Menteri Pendidikan tetapi posisi Menteri Pendidikan.

Keputusan Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Muti Menolak menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) layak diapresiasi.

Demikian disampaikan pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti kepada wartawan, Kamis (24/12/2020).

Menurutnya, di Indonesia tidak dapat menemukan banyak orang yang berani menolak jabatan dengan kekuasaan yang besar.

Baca juga: Walikota Khairul Diangkat Jadi Anggota Kehormatan KOKAM Muhammadiyah

Baca juga: Abdul Muti tak Hadiri Pelantikan Menteri dan Wamen, Akhirnya Sekum Muhammadiyah Tolak Jabatan Wamen

Baca juga: Bangun Pendidikan Vokasi, Pemkab Kukar Kerja Sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang

"Secara pribadi, langkah Abdul Muti layak diapresiasi. Kita tidak menemukan banyak orang yang berani menolak jabatan dengan kekuasaan yang besar," ucap Ray.

Sekalipun begitu, kata Ray, penolakan tersebut tidak semata berdasarkan pertimbangan pribadi.

Ray menduga ada alasan-alasan sosial-politik yang mendukung langkah Abdul Muti menolak jabatan Wamendikbud.

"Pertama, tradisi Muhammadiyah itu adalah menempati posisi menteri pendidikan, bukan wakil," ucapnya.

Kedua, lanjut Ray, Kementerian Agama sudah kembali di pangku oleh pengurus Nahdlatul Ulama (NU).

Baca juga: Muhammadiyah Ingatkan Muslim Tanah Air Agar Peringatan Maulid Nabi Digelar Tanpa Undang Banyak Orang

Baca juga: Plt Bupati Kukar Ingin Pemuda Muhammadiyah Terus Miliki Kepekaan Sosial

Baca juga: ALASAN Muhammadiyah Menolak Ikut FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 Gelar Demo Hari Selasa 13 Oktober 2020

"Sesuai tradisi itu, menteri pendidikan mestinya dipangku orang Muhammadiyah struktural," katanya.

Ketiga, Ray mengatakan menjadi wakil menteri itu, tentu tidak sama dengan menterinya secara langsung.

Selalu ada situasi yang membuat banyak ide tidak dapat diwujudkan.

Baca juga: Berharap NU, Muhammadiyah, dan PGRI Kembali, Nadiem Makarim Jelaskan Soal Tanoto & Putera Sampoerna

Baca juga: Muhammadiyah Bolehkan Shalat Idul Fitri Dilakukan di Rumah, Berikut Panduan Lengkap dan Tata Caranya

Baca juga: NEWS VIDEO Viral Gendong Ayah saat Wisuda, Jefri Ternyata Lulusan Terbaik Universitas Muhammadiyah

Maka memilih di luar, langkah yang paling tepat untuk mengelola sendiri kebijakan yang mereka inginkan.

"Toh, jabatan AM sebagai sekjen PP Muhammadiyah bukanlah jabatan remeh. Sejatinya, jabatan itu sama fungsionalnya dengan jabatan wakil menteri. Kalau akhirnya AM mendapat posisi yang efek dan kuasanya tidak lebih sama dengan wakil menteri, tentu tetap berkhidmat di Muhammadiyah itu lebih tepat," ujarnya.

Keempat, Ray menilai hubungan Muhammadiyah dengan pemerintah agak renggang.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved