Berita Balikpapan Terkini
Harga Sembako di Balikpapan, Komoditi Cabai Rawit Naik, Tembus Rp 100 Ribu per Kilogram
Harga cabai rawit di pasar tradisional melonjak dua kali lipat. Dari yang biasanya Rp 60 ribu, kini mencapi Rp 100 ribu per kilogram.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Harga cabai rawit di pasar tradisional melonjak dua kali lipat. Dari yang biasanya Rp 60 ribu, kini mencapi Rp 100 ribu per kilogram (kg).
Kenaikan harga cabai rawit di awal tahun ini telah diprediksi pedagang.
Pasalnya sejak Desember 2020 lalu, kenaikan harga cabai rawit sudah mulai terlihat.
Salah satu penjual sayuran di Pasar Tradisional Klandasan, Balikpapan, Suparmi, mengaku tak mengambil untung banyak.
Baca juga: Harga Sembako di Samarinda, Komoditi Cabai Pasar Segiri Mahal, Pengaruhi Jumlah Pembeli jadi Menurun
Baca juga: Harga Sembako di Samarinda, Masuk Tahun 2021, Cabai Pasar Segiri Melonjak Rp 10 Ribu per Kg
Baca juga: Jelang Natal, Harga Cabai, Telur dan Daging Naik di Balikpapan, Ternyata Ini Penyebabnya
“Iya, tadi pagi saya beli di Pandansari Rp 90 ribu. Makanya saya jualnya Rp 100 ribu per kg. Sebelumnya hanya Rp 60 ribu,” katanya kepada TribunKaltim.co pada Sabtu (9/1/2021).
Adapun, pemicu kenaikan diduga karena stok dari daerah produksi kosong. Para pedagang alhasil hanya mengandalkan pasokan dari lokal Balikpapan.
“Dari Surabaya kosong katanya. Yang kami jual ini dari sini saja,” ujarnya.
Senada, penjual sayuran lainnya, Darwati, juga menjual cabai rawit dengan harga Rp 100 ribu per Kg, dari yang biasanya hanya Rp 70 ribu.
Wanita berjilbab ini belum mengetahui pasti penyebab naiknya harga cabai tersebut. Namun ia menduga karena kurangnya pasokan.
Baca juga: Perbaikan Jalan Poros Samarinda-Balikpapan Kilometer 6 Tunggu Biaya Pemerintah Pusat.
Baca juga: Kasus Posif Covid-19 Capai Ratusan di Balikpapan, Pemberlakuan PSBB Tunggu Kondisi Sepekan ke Depan
Baca juga: Penumpang di Pelabuhan Penyeberangan Kampung Baru Balikpapan Masih Jauh dari Normal
“Mulai naik dari kemarin. Katanya kurang pasokan, yang kita jual ini dari lokal saja seperti Penajam dan Teritip. Biasanya dari Sulawesi dan Surabaya, tapi lagi kurang,” ungkapnya.
Untuk tidak memberatkan konsumen, beberapa pedagang menyiasati dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan menjualnya di harga Rp 90 ribu per kg. Namun, dengan cara ini tentu saja keuntungan pedagang terpotong.
Cara lain menjual dengan cara dioplos. Jadi cabai rawit merah akan dicampur dengan cabai rawit hijau.
“Itu cara yang dilakukan kami agar harga cabai tetap terkendali,” katanya.
Baca juga: Khas Balikpapan Nih, Santap Lezatnya Mantau Daging Sapi Saus Cabai Kering Ala Maxone Hotel
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Kadinkes Beberkan Penyebabnya
Selain itu, kenaikan juga terjadi pada tahu dan tempe. Menyusul harga bahan baku kedelai mengalami kenaikan, dari awalnya delapan ribu menjadi Rp 10 ribu per Kg.
“Kenaikan itu jadi kita berpikir untuk naikan harga jual juga. Tahu dari Rp 5 ribu jadi Rp 7 ribu, dan tempe dari Rp 5 ribu ribu jadi Rp 6 ribu,” ucap Rustam, penjual tahu dan tempe di Pasar Klandasan.
Pemintaan Tahu Tempe Turun 10 Persen
Permintaan tahu dan tempe selama pandemi di Balikpapan, Kalimantan Timur turut mengalami penurunan.
Hal tersebut terjadi, seiring dengan turunnya daya beli masyarakat terhadap bahan makanan di Kota Balikpapan pada Jumat (8/1/2021).
Pihak UMKM tahu tempe berpengaruh di anak sekolah, karena sejak libur tentu berkurang.
"Di warung-warung hingga perusahaan juga begitu," ujar Wakil Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) Balikpapan Ahmad Arifin, saat dijumpai di Sentra Industri Tahu Tempe Somber.
Baca juga: Tingkat Hunian Hotel di Balikpapan Masih Bergerak Stagnan
Baca juga: Rahmad Masud Berniat Kembangkan Pelabuhan Somber jadi Wisata Bahari di Balikpapan
Baca juga: Wawali Balikpapan Rahmad Masud Berniat Kembangkan Wisata Bahari, Pelabuhan Somber Jadi Multifungsi
Ia menyebut selama pandemi, terjadi penurunan sekira 10 sampai 20 persen.
Saat ini, para UMKM di Sentra Industri Kecil Somber memproduksi tahu tempe sekitar 350 kilogram.
Jumlah itu berkurang dari sebelum adanya pandemi Corona atau covid-19.
"Sebelumnya bisa 400 sampai 500 kilogram per hari. Sekarang mentok Rp 400 kilogram," tukasnya.
Baca juga: Ruang ICU di Balikpapan Penuh, Rumah Sakit Diminta Selektif Tampung Pasien dari Luar Daerah
Baca juga: Hadapi Pandemi Covid-19, Pemkot Balikpapan Kaji PSBB, Wilayah Penularan Tinggi Bakal Local Lockdown
Baca juga: Ruang Isolasi Covid-19 di Balikpapan Nyaris Penuh, Rumah Sakit Diminta Tambah Kapasitas 30 Persen
"Makanya di tahun ini, UMKM khususnya tahu tempe dengan covid-19 ditambah kenaikan harga kedelai. Membuat kami memutar ide. Produksi sudah menurun, harga kedelai juga naik," sambungnya.
Melalui keputusan yang pihaknya ambil, yakni menaikan harga pasaran untuk menutupi biaya operasional per 3 Januari 2021 lalu.
Tempe tidak mengalami perubahan harga, namun ukurannya diperkecil. Berbeda dengan tahu yang memang memiliki cetakan khusus, sehingga kenaikan harga tak terelakkan.
Baca juga: Simak Keseruan 10 Days Challenge 2020 Periode 4 Saat Pandemi Covid-19, Kalimantan Timur Terlibat
Baca juga: Gubernur Isran Noor dalam Rapat Paripurna DPRD Kaltim: Covid-19 Itu Nyata Jangan Dianggap Enteng
Baca juga: Bangkitkan UMKM, Pegadaian Gandeng IWAPI, Siapkan Pembiayaan dan Tabungan Emas Seluruh Indonesia
Per ember tahu, yang berisi 200 potong dikenakan harga Rp 80 ribu dimana sebelumnya Rp 70 ribu. Begitu pun yang dijual per kemasan, harga pasarnya dinaikkan Rp 1000.
Menghadapi 2021, pihaknya optimis pengrajin tahu tempe mampu bertahan. Meskipun permintaan belum bergerak naik. Apalagi belum diketahui dampak kenaikan harga kedelai ini nantinya.
"Kami berharap harga kedelai kembali normal. Dan pandemi segera berlalu, permintaan kembali naik," tutupnya.
( TribunKaltim.co/Miftah Aulia )