Virus Corona di Balikpapan
Dampak Covid-19 Bagi UMKM, Permintaan dan Penawaran Melemah, Pedagang di Balikpapan Mengeluh
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkontribusi besar terhadap perekonomian di Indonesia. Jumlah pelaku UMKM
Penulis: Heriani AM | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Usaha mikro, kecil, dan menengah ( UMKM ) berkontribusi besar terhadap perekonomian di Indonesia. Jumlah pelaku UMKM secara nasional sebesar 64 juta orang.
Dimana 98 persen diantaranya merupakan usaha mikro. UMKM juga berkontribusi sekitar 61 persen dari PDB Indonesia di tahun 2018. Ada 97 persen pekerja di Indonesia yang juga bekerja di UMKM.
Namun, akan tetapi, 50 persen dari UMKM masih masuk dalam informal sector.
Ini membuat mereka masuk dalam kategori rentan.
Baca juga: NEWS VIDEO Dampak Buruk Ekonomi dari Kebijakan PPKM: 1600 Restoran Terancam Tutup Permanen
Baca juga: UPDATE! Siapkan KTP dan Login https eform bri co id bpum untuk Cek Penerima BLT UMKM Rp 2,4 Juta
Baca juga: Segera Siapkan Syarat Tambahan, Pendaftaran BLT UMKM Segera Dibuka, Target Penerima Bertambah
Hal ini diungkap ekonom United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB Indonesia, Rima Prama Artha secara daring, Kamis (21/1/2021).
"Tiga sektor utama UMKM di Indonesia adalah di sektor pertanian, perdagangan dan eceran, dan akomodasi makanan dan minuman," ujarnya.
Dengan adanya covid-19, dampak ekonomi sepertinya juga berimbas pada UMKM, baik dari sisi permintaan dan penawaran.
Hal ini yang membuat UNDP Indonesia melihat bagaimana sebenarnya dampak Covid-19.
Dengan sampel lebih dari 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi.
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Catat 124 Kasus Positif, Masih Ada Tenaga Medis Terpapar Covid-19
Baca juga: Tidak Ikut Vaksinasi Covid-19 Perdana di Tarakan Kaltara, Walikota Khairul Jelaskan Alasannya
Baca juga: Satu Pasien Covid-19 Asal Tenggarong Kukar Meninggal Dunia Usai Dirawat 5 Hari di RSUD AM Parikesit
Sebanyak 60 persen diantaranya berasal dari pulau Jawa, dan 40 persennya di luar Jawa. Survei ini dilakukan di bulan Agustus 2020.
Dari sisi penawaran, 40 persen dari UMKM menyatakan mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasar.
Sebanyak 75 persen dari mereka juga mengatakan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku.
"Dampak adanya kenaikan harga," terangnya.
"Dari sisi permintaan, UMKM merasa kesulitan karena daya beli masyarakat masih rendah," terusnya.
Dari sisi jenis kelamin, ada perbedaan antara pelaku UMKM. Perempuan menyatakan kesulitan dalam pembayaran utang.
Sementara untuk pemilik laki-laki lebih kesulitan membayar biaya tetap seperti sewa.
Mayoritas UMKM juga merasakan dampak negatif dari sisi omzet penjualan, aset, hingga pengurangan karyawan.
Baca juga: Tantangan Ekonomi Kalimantan Utara di Tengah Pandemi Corona, Kadin Kaltara Soroti Lahan Tidur
Baca juga: Kalimantan Utara Bermimpi Bisa Ekspor Tanpa Melalui Wilayah Lain, Karantina Ikan Tarakan Mendukung
Dari sisi produksi, seperempat UMKM ini menyatakan bahwa mereka beradaptasi dengan memodifikasi produk yang dijual.
Menjual barang-barang yang dibutuhkan selama pandemi Corona.
Dari sisi keuangan, UMKM banyak menekan biaya operasional, termasuk pengurangan listrik, air, dan lainnya.
Selain bantuan keuangan, mayoritas UMKM mengharap ada bantuan untuk akses pasar.
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Kubar, Pegawai Kecamatan Barong Tongkok Positif Covid-19, Pelayanan Ditutup
Baca juga: UPDATE Virus Corona di Balikpapan, Catat 124 Kasus Positif, Masih Ada Tenaga Medis Terpapar Covid-19
Karena mereka berpikir, jika ada bantuan keuangan artinya mereka harus meningkatkan produksi.
"Tapi kalau tidak dibantu dengan distribusi, akan tidak terlalu efektif bantuan tersebut," pungkasnya.
Pengusaha di Balikpapan Mulai Cemas
Lebih dari 400 pelanggaran tercatat selama operasi penegakan pemberlakuan pembatas kegiatan masyarakat ( PPKM ) diterapkan di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Angka itu cukup besar. Dalam kurun waktu enam hari, sudah lebih dari 400 pelaku usaha atau UMKM yang terjaring melanggar penerapan PPKM.
Entah disebabkan kurangnya sosialisasi, atau kebutuhan hidup masyarakat yang kian mendesak di tengah pandemi Corona atau covid-19.
Sehingga sebagian para pelaku usaha tetap memilih untuk beroperasi meski melebihi pembatasan waktu jam malam.
Baca juga: Belajar Daring Berlanjut, Subsidi Kuota Internet di Balikpapan Masih Tunggu Pemerintah Pusat
Baca juga: DPRD Balikpapan Minta Jam Operasional Pedagang Dilonggarkan, Ini Alasannya
Baca juga: Polresta Balikpapan Beber Beberapa Titik Lokasi Operasi Pelaku Aksi Penjambretan di Kota Minyak
Pelaku UMKM, Gito, seorang pedagang Nasi Goreng yang berlokasi di kawasan Kampung Timur, Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, cukup memahami kebijakan pemerintah tersebut.
Ia mengaku tak bisa berbuat banyak, kendati ia sadar, omzet bisa jadi menurun, seperti pembatasan beberapa bulan lalu.
"Kita sudah diwanti-wanti, jangan sampai berjualan lewat jam 9 malam. Saya sebenarnya cemas omset akan turun tapi mau gimana lagi,” ujarnya kepada TribunKaltim.co, Rabu (20/1/2021).
Bahkan, ia mengaku kerap didatangi Satgas Covid-19 kecamatan, sejak PPKM mulai dilaksanakan.
Sekadar untuk mengingatkan jam operasional jalankan UMKM di Kota Balikpapan.
Laki-laki yang kerap disapa Paklek itu pun mengaku pasrah dengan keadaan yang ada. Meskipun ia tak memiliki sumber pendapatan lain.
Baca juga: Kronologi Pria di Balikpapan Jambret Tas Dompet, Isinya Uang Hanya Rp 50 Ribu, Korbannya Ibu-ibu
Baca juga: Persaingan Kerja di Balikpapan Semakin Ketat, Tingkatkan Skill Lewat Sertifikat Alat Berat Pertamina
“Ini kan gara-gara Covid. Kita doakan saja biar cepat selesai ini PPKM,” tuturnya pasrah.
Sementara itu, barista kedai kopi di kawasan Klandasan, La Udin (27) pun merasakan hal yang sama.
Pasalnya sebagai warga Balikpapan, ia pun tidak bisa juga menolak aturan yang telah dibuat oleh pemerintah kota.
Ia bahkan tak menutup mata, para pelaku UMKM kecil pun mulai mempertanyakan keputusan pemkot dalam memberlakukan PPKM.
"Ya saya setuju saja. Lah tidak bisa nolak. Walaupun sampai sekarang aja usaha belum stabil," ungkap Udin.
Di satu sisi, ia melihat usaha yang ia jalani masih berusaha bertahan, belum juga stabil.
Di sisi lain kenaikan kasus memang mau tak mau mesti disikapi Pemerintah Kota Balikpapan dengan tindakan cepat.
"Sebenarnya dilematis. Saat ini hanya bisa bertahan. Apalagi usaha kafe. Selama ini kan kafe ramai karena dine in atau nongkrong," ujarnya.
Menurutnya, pemilik usaha kafe memang mengandalkan pendapatan dari pengunjung yang biasanya nongkrong.
Berbeda dari rumah makan atau warung yang bukan tempat tongkrongan. Meski tidak makan ditempat, akan tetap didatangi.
Apalagi menurutnya banyak orang di Balikpapan memang lebih suka makan ditempat. Jika mengandalkan pembeli melalui ojek online, tentu akan berbeda.
"Apalagi pembatasan jam malam kan. Ya pasti pengunjung tidak bisa lama. Ini pengaruh ke pendapatan," keluhnya.
( TribunKaltim.co/Heriani )