Berita Balikpapan Terkini
Ketua DPRD Balikpapan Usulkan Oknum Dosen Cabuli Pelajar Dihukum Kebiri
Oknum dosen di Balikpapan berinisial AL (44) yang disangka melakukan tindakan asusila terhadap pelajar SMP asal PPU ramai diperbincangkan
Penulis: Mohammad Zein Rahmatullah | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,BALIKPAPAN - Oknum dosen di Balikpapan berinisial AL (44) yang disangka melakukan tindakan asusila terhadap pelajar SMP asal PPU ramai diperbincangkan.
Paling terlihat melalui media sosial. Warganet tak jarang melontarkan usulan agar AL kemudian mendapat hukuman berupa kebiri.
Bahkan termasuk Ketua DPRD Balikpapan dan Walikota Balikpapan.
Keduanya senada, mengusulkan agar penegak hukum memberikan sanksi kebiri jika memang AL terbukti melakukan pelecehan terhadap AL.
Pasalnya, perbuatan semacam itu tak ubahnya meninggalkan citra negatif bagi Kota Balikpapan.
"Kalau memang yang bersangkutan ini terbukti bersalah, saya minta penegak hukum menghukum seberat beratnya," kata Ketua DPRD Balikpapan, Abdulloh.
Baca juga: KPAI Ikut Kawal Proses Hukum Kasus Pencabulan Oknum Dosen di Balikpapan
Baca juga: Oknum Dosen Cabuli Anak SMP, Wabup PPU: Ini Pukulan Telak Bagi Dunia Pendidikan
Baca juga: Pasca Terjerat Hukum Karena Kasus Pencabulan, Oknum Dosen AL Gandeng 2 Pengacara di Balikpapan
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina mengatakan, hukuman kebiri sendiri sudah diatur dalam regulasi.
Putu menjelaskan, hukuman tersebut tidak bisa diberikan tanpa memenuhi syarat-syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Jadi syarat itu, misalnya, salah satunya hukuman itu diberikan kepada terpidana yang sudah melakukan kejahatan yang sama. Artinya, untuk residivis," ungkap Putu.
Sehingga, menurut Putu, hukuman kebiri tidak bisa diberlakukan terhadap semua terpidana dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Terpisah, pengamat hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi mengatakan, aturan hukuman kebiri bisa saja diterapkan.
Pasalnya, sudah diakomodir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020. Dimana secara teknis, terdakwa kemudian diberikan zat kimia yang dilanjutkan dengan rehabilitasi.
Baca juga: Modus Sembuhkan Penyakit, Dukun Gadungan di Tegal Cabuli Korbannya hingga Hamil 5 Bulan
Hanya saja, menurut Fathul, pemberian hukum semacam itu masih mengundang kontroversi bagi sebagian pihak. Terutama dari aspek hak asasi.
"Perlu diingat, hukuman ini masih kontroversi karena ada unsur pelanggaran hak asasi manusia,” tukas Fathul. (*)