Virus Corona

TERUNGKAP Omicron Beda dengan Covid-19 Sebelumnya, Masyarakat Diminta Harus Waspada, Ini Gejalanya

Profesor kedokteran di Oxford University, John Bell menyatakan, Omicron tidak seperti varian Delta yang sangat mematikan.

Penulis: Ikbal Nurkarim | Editor: Rafan Arif Dwinanto
(KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Omicron. Profesor kedokteran di Oxford University, John Bell menyatakan, Omicron tidak seperti varian Delta yang sangat mematikan. 

TRIBUNKALTIM.CO - Dunia sedang dihebohkan dengan varian baru Virus Corona yang disebut dengan Varian Omicron.

Beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura sudah mendeteksi masuknya varian terbaru Covid-19 ini ke negara mereka.

Bahkan varian Omicron juga dilaporkan sudah masuk di Tanah Air.

Varian baru Covid-19 yaitu Omicron bukan penyakit yang sama seperti yang terlihat di awal pandemi virus corona.

Tampaknya varian B.1.1.529 ini lebih ringan, meski jumlah rawat inap meningkat karena varian baru itu.

Profesor kedokteran di Oxford University, John Bell menyatakan, Omicron tidak seperti varian Delta yang sangat mematikan.

"Lebih sedikit pasien yang membutuhkan oksigen aliran tinggi dan rata-rata lama rawat inap turun menjadi tiga hari," kata Bell dilansir dari Kompas.com dari The Guardian, Selasa (28/12/2021).

Baca juga: Jika Muncul Temuan Kasus Omicron, Pintu Masuk Samarinda Dilakukan Penyekatan di Malam Tahun Baru

Baca juga: Gejala Positif Omicron Lebih Ringan namun Harus Waspada, Epidemiolog Dicky: Mudah Menular

Baca juga: Malam Perayaan Tahun Baru, Samarinda Berlakukan Penyekatan jika Temukan Kasus Omicron

Bell mengatakan, walaupun lebih ringan tetap ada kemungkinan unit perawatan intensif atau ICU akan penuh dan kasus kematian pun meningkat akibat Covid-19.

"Pemandangan mengerikan yang kami lihat setahun lalu ICU penuh, banyak orang meninggal sebelum waktunya, sekarang itu menjadi sejarah.

Menurut saya, kita harus waspada bahwa hal itu mungkin akan berlanjut,” ujar Bell dalam program BBC Radio.

Dia mengatakan bahwa selama beberapa gelombang Covid-19, termasuk yang disebabkan oleh varian Delta dan Omicron, keparahan penyakit dan kematian pada dasarnya tidak berubah sejak tersedianya vaksin.

Sejauh ini Bell mengamati, jalan-jalan di Inggris tampak lengang dalam beberapa pekan terakhir, yang menunjukkan masyarakat sudah cukup bertanggung jawab untuk melindungi dirinya dari paparan virus, kendati varian Omicron masih merajalela.

Di sisi lain, sejumlah ilmuwan mengkritik keputusan pemerintah Inggris karena tidak memberlakukan pembatasan Covid-19 sebelum malam tahun baru.

Sebab, menurut mereka walau Covid varian Omicron tampaknya lebih ringan, tetapi varian virus baru ini sangat menular.

Sehingga jumlah kasus rawat inap dan kematian di rumah sakit dapat meningkat secara signifikan.

Salah satunya profesor mikrobiologi seluler di University of Reading, Simon Clarke yang menyoroti keputusan pemerintah Inggris, karena tidak memberlakukan pembatasan Covid-19 tahun ini, kendati saat ini disebutkan bahwa varian Omicron tidak sama dengan pandemi awal.

“Masyarakat perlu menyadari, bahwa jika kita berakhir dengan masalah rawat inap dan banyaknya kasus yang signifikan, itu akan lebih buruk jika pihak berwenang tidak bertindak lebih awal,” katanya.

Sistem pelayanan kesehatan akan mengamati terlebih dahulu Dijelaskan oleh kepala eksekutif National Health Service Inggris (NHS), Chris Hopson, saat ini para ahli kesehatan belum dapat melihat secara jelas apa yang akan terjadi jika infeksi akibat varian Omicron meningkat di kalangan orang tua.

“Kami semua masih menunggu untuk melihat, apakah kami akan ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan penyakit serius terkait Omicron,” papar Hopson.

Baca juga: Dinkes Berau Prediksi Tak Ada Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Natal, tapi Siap Antisipasi Omicron

Berkurangnya staf NHS karena harus mengisolasi diri akibat varian Omicron, menyebabkan kekhawatiran bagi layanan kesehatan.

“Sekarang kami mengamati peningkatan yang signifikan pada tingkat ketidakhadiran staf.

Beberapa kepala eksekutif kami mengatakan bahwa mereka berpikir itu akan menjadi masalah yang lebih besar, jauh lebih besar daripada jumlah orang yang datang karena Covid," jelas Hopson.

Diakui Sekretaris Lingkungan Inggris, George Eustice, tingkat infeksi varian Omicron melonjak tajam, tetapi belum ada bukti rawat inap juga meningkat seperti gelombang Covid-19 sebelumnya.

Namun, Eustice menegaskan jika nantinya terlihat kenaikan kasus di rumah sakit akibat varian Omicron maka akan dilakukan langkah lebih lanjut.

Gejala Ringan seperti Penyakit Biasa 

Menurut penelitian Zoe Study, pekan ini mereka menganalisis gejala yang terkait dengan kasus Covid di London yang dicatat selama dua minggu secara terpisah pada bulan Oktober dan Desember, yaitu sebelum dan setelah omicron menyebar di London.

Analisis awal ini menemukan kesamaan antara delta dan varian omicron.

Hasil analisis menunjukkan varian Omicron belum bermutasi kembali menjadi gejala yang lebih mirip flu dari jenis Covid sebelumnya.

Tim peneliti mengatakan ada lima gejala teratas yang dilaporkan di aplikasi Zoe dalam dua minggu yang berbeda.

1. Pilek

2. Sakit kepala

3. Kelelahan (baik ringan atau berat)

4. Bersin

5. Sakit tenggorokan

London dipilih untuk analisis Zoe karena prevalensi omicron yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain.

Varian omicron menjadi jenis varian Covid-19 yang dominan di London, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang lebih luas di Inggris.

Baca juga: Ditemukan Ada Transmisi Lokal, Kasus Omicron di Indonesia Bertambah jadi 47 Orang

Para ahli memperkirakan fenomena ini kemungkinan akan terulang di negara-negara lain di seluruh dunia.

Namun, kali ini, dengan varian omicron, karena bisa lebih sulit dikenali.

Profesor Tim Spector, ilmuwan utama di aplikasi Zoe Covid Study, mengatakan ada risiko kasus omicron potensial bisa disalahartikan sebagai pilek ringan.

“Seperti yang ditunjukkan data terakhir kami, gejala omicron didominasi gejala pilek, pilek, sakit kepala, sakit tenggorokan dan bersin, jadi orang harus tinggal di rumah karena kemungkinan besar Covid,” kata Spector dalam laporan terbaru Zoe, Kamis (16/12/2021).

“Mudah-mudahan orang sekarang mengenali gejala seperti pilek yang tampaknya menjadi ciri utama omicron,” tambahnya.

Spector memperkirakan Covid-19 varian Omicron akan menjadi virus Covid-19 yang dominan di Inggris pada Natal dan Tahun Baru.

"Pada Tahun Baru, kasus dapat mencapai puncaknya lebih tinggi dari apa pun yang pernah kita lihat sebelumnya," kata Spector.

Spector berharap akan ada penurunan kasus di London karena Perdana Menteri Boris Johnson dan pemimpinnya terus melakukan pengawasan, seperti membatasi mobilitas, bekerja dari rumah, dan memakai masker wajah.

Gejala Infeksi pada Pasien Pertama Omicron

Dilansir dari New York Times, dokter yang menangani varian Omicron pertama, Dr Angelique Coetzee, ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan menginformasikan gejala ringan pasien pertama Omicron.

Gejala Covid-19 Omicron digambarkan sebagai gejala yang sangat ringan.

Ada sedikit perbedaan dengan gejala pada pasien yang terinfeksi varian Delta.

Pasien tersebut adalah seorang pria berusia 33 tahun.

Baca juga: Covid-19 Varian Omicron di Indonesia Terus Bertambah, Berikut Gejala dan Cara Cegah Penularannya

Beberapa gejala ringan yang dialami, yaitu:

- Merasa sangat lelah selama beberapa hari terakhir

- Merasakan sakit dan nyeri di tubuh

- Merasakan sedikit sakit kepala

- Tidak mengalami sakit tenggorokan

- Tenggorokan gatal, namun tidak batuk

- Tidak kehilangan deteksi indera perasa atau bau.

Dokter Coetzee langsung melakukan tes Covid-19 pada pasien tersebut dan hasilnya positif.

Ia juga melakukan tes pada anggota keluarga pasien yang juga memiliki hasil positif.

Pasien dengan gejala yang sama mulai meningkat pada 18 November 2021, dengan gejala yang berbeda dari varian Delta. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved