Berita Internasional Terkini

Sri Lanka Diambang Keruntuhan Akibat Utang Menumpuk, Kini Kekurangan Makanan Hingga Bahan Bakar

Krisis yang dialami Sri Lanka miris, ekonomi Sri Lanka dikabarkan telah runtuh setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik

Editor: Aris
ISHARA S. KODIKARA / AFP
Pengendara mengantre untuk membeli bahan bakar di stasiun bahan bakar Ceylon Petroleum Corporation di Kolombo pada 2 Mei 2022. - Pemogokan oleh pemilik tanker bahan bakar selama akhir pekan memperbaharui antrean panjang di Sri Lanka untuk solar dan bensin pada 2 Mei karena pompa kering, peracikan krisis ekonomi dan energi negara kepulauan itu. (Photo by ISHARA S. KODIKARA / AFP) - Mengapa Sri Lanka Bangkrut? PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe sebut negaranya telah runtuh karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. 

TRIBUNNEWS.COM – Krisis yang dialami Sri Lanka semakin memprihatinkan, bahkan  ekonomi Sri Lanka dikabarkan telah runtuh setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik.

Terlebih Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe menyampaikan kepada Parlemen bahwa Sri Lanka tengah menghadapi situasi yang jauh lebih serius.

Seperti yang diberitakan ACB News, Sri Lanka kemungkinan jatuh ke titik terendah.

Baca juga: Siasat Sri Mulyani dalam Membayar Utang RI yang Tembus Rp 7.000 Triliun, Tak Ingin Seperti Sri Lanka

Ranil Wickremesinghe pun mengatakan kepada Parlemen bahwa Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor karena utang yang besar dari perusahaan minyaknya, yakni Ceylon Petroleum Corporation memiliki utang 700 juta dolar.

“Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kami. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai,” Ungkap Ranil Wickremesinghe dikutip dari Tribunnews.com

Akibatnya, anggota Parlemen dari dua partai oposisi utama memboikot Parlemen minggu ini untuk memprotes Wickremesinghe karena gagal memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.

Komentar Perdana Menteri Ranil tersebut, dimaksudkan untuk menekankan kepada kritikus dan anggota Parlemen oposisi, bahwa dirinya telah mewarisi tugas yang sulit dan tidak dapat diperbaiki dengan cepat.

Baca juga: IMF Sebut Ada 60 Negara Diperkirakan Ekonominya akan Ambruk, Jokowi Minta Indonesia Persiapkan Diri

Diketahui, ekonomi Sri Lanka kandas di bawah beban utang yang besar, kehilangan pendapatan pariwisata dan efek lain dari pandemi, serta melonjaknya biaya komoditas.

Alhasil, Sri Lanka meluncur menuju kebangkrutan, dengan hampir tidak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas memasak dan kertas toilet.

Pemerintah Sri Lanka telah gagal untuk membayar $78 miliar dalam pembayaran bunga utang pada tahun 2022.

Hal ini dapat secara serius merusak kepercayaan investor di suatu negara, membuat Sri Lanka lebih sulit untuk meminjam uang di pasar internasional dan mengancam nilai mata uangnya.

Sri Lanka Kekurangan Mata Uang Asing, selama berbulan-bulan, Sri Lanka kekurangan mata uang asing untuk membeli semua yang dibutuhkannya dari luar negeri.

Bahkan dikutip dari BBC Internasional, kekurangan bahan makanan dan bahan bakar menyebabkan harga melambung, Adanya pemadaman listrik dan kurangnya obat-obatan telah membawa sistem kesehatan Sri Lanka ke ambang kehancuran.

Baca juga: IMF Perkirakan Ekonomi Asia Tidak Akan Mengalami Pertumbuhan Sama Sekali Pada Tahun Ini

Orang-orang mulai memprotes di jalan-jalan ibukota Sri Lanka, Kolombo dan protes telah menyebar ke seluruh pulau, sejak awal April 2022.

Cadangan mata uang asing Sri Lanka hampir habis, dan tidak mampu lagi membayar impor makanan pokok dan bahan bakar.

Pemerintah menyalahkan pandemi Covid, yang memengaruhi perdagangan turis Sri Lanka.

Diketahui, sektor pariwisata adalah salah satu penghasil mata uang asing terbesar Sri Lanka.

Namun, banyak ahli mengatakan pengelolaan ekonomi yang tak tepatlah yang harus disalahkan.

Baca juga: Krisis Listrik di India, Dongkrak Harga Batu Bara Acuan pada Juni 

Tagihan Impor di Sri Lanka juga Terus Bertambah, malah di akhir perang saudara di tahun 2009, Sri Lanka memilih untuk lebih fokus menyediakan barang untuk pasar domestik daripada mencoba masuk ke luar negeri, Jadi pendapatan dari ekspor tetap rendah, sementara tagihan impor terus bertambah.

Sri Lanka juga sekarang mengimpor 3 miliar dolar lebih banyak daripada ekspornya setiap tahun, dan itulah sebabnya Sri Lanka kehabisan cadangan mata uang asing.

Tidak hanya itu, pada akhir 2019, Sri Lanka memiliki cadangan mata uang asing sebesar 7,6 miliar Dolar, lalu pada Maret 2020 cadangannya menyusut menjadi 1,93 miliar Dolar, kemudian pada Mei 2022 pemerintah mengatakan angka ini turun menjadi hanya 50 juta Dolar.

Baca juga: Detik-detik ABK Indonesia Pukul Kapten Kapal asal Taiwan, Terjadi di Laut Sri Lanka, Videonya Viral

Pemerintah juga memiliki utang besar dengan negara-negara termasuk China, untuk mendanai apa yang disebut para kritikus sebagai proyek infrastruktur yang tidak perlu.

Sri Lanka berutang 6,5 miliar Dolar ke China dan keduanya sedang dalam pembicaraan tentang bagaimana merestrukturisasi utang.

Presiden Sri Lanka, Rajapaksa telah dikritik karena pemotongan pajak besar yang dia perkenalkan pada 2019, setelah ia berkuasa.

Sehingga, menurut Menteri Keuangan Sri Lanka, Ali Sabry, akibat pemotongan pajak tersebut, Sri Lanka kehilangan pendapatan pemerintah lebih dari 1,4 miliar Dolar per tahun, kemudian kegagalan Panen yang meluas.

Baca juga: NEWS VIDEO Sri Mulyani Senang Utang Negara Jadi Perhatian Masyarakat

Pada tahun 2021, Sri Lanka mulai kekurangan mata uang asing dan menjadi masalah serius, dimana pemerintah mencoba membatasi arus keluar dengan melarang impor pupuk kimia.

Presiden Sri Lanka, Rajapaksa menyuruh petani untuk menggunakan pupuk organik yang bersumber secara local, sehingga menyebabkan gagal panen yang meluas dan Sri Lanka tidak dapat mengekspor hasil pertaniannya.

Kegagalan panen tersebut berdampak besar pada perekonomian Sri Lanka karena mengekspor hasil pertanian adalah salah satu sumber pendapatan Sri Lanka.

Alhasil, Sri Lanka harus menambah stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah.

Sebuah laporan IMF pada bulan Maret 2022, mengatakan larangan pupuk yang dibatalkan pada November 2021 juga telah merugikan ekspor teh dan karet, yang menyebabkan kerugian berpotensi besar.

Terus siapa yang membantu Sri Lanka? ketika Rajapaksa masih berkuasa, pemerintah sedang mencari pinjaman darurat sebesar 3 miliar Dolar dari Dana Moneter Internasional (IMF) sehingga dapat membayar.

IMF mengatakan pemerintah harus menaikkan suku bunga dan pajak sebagai syarat pinjaman apapun, dikutip dari Indian Express.

Baca juga: Ekonomi Indonesia Paling Kuat Versi Bank Dunia, Industri Wisata Bergerak Usai Terkendala Covid-19

Bank Dunia telah setuju untuk meminjamkan Sri Lanka 600 juta Dolar, bahkan India telah berkomitmen 1,9 miliar Dolar dan mungkin meminjamkan tambahan 1,5 miliar Dolar untuk impor.

Selain itu, India juga telah mengirim 65.000 ton pupuk dan 400.000 ton bahan bakar, dengan lebih banyak pengiriman bahan bakar diharapkan pada bulan Mei.

Kelompok negara-negara industri terkemuka G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat) telah mengatakan akan memberikan bantuan kepada Sri Lanka dalam mengamankan keringanan utang.

Setelah memberikan CBSL swap 1,5 miliar Dolar dan pinjaman sindikasi 1,3 miliar Dolar kepada pemerintah, China sedang mempertimbangkan untuk menawarkan fasilitas kredit 1,5 miliar Dolar kepada Sri Lanka dan pinjaman terpisah hingga 1 miliar Dolar. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved