Berita Kaltim Terkini

Penyebab Kematian Ibu dan Anak, Dinkes Kaltim Sebut Rendahnya Pelayanan pada Bayi Baru Lahir

Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyatakan, ada beberapa hal krusial yang harus dituntaskannya, sebelum berakhir masa tugas September 2023.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Aris
providencemidwifery.com
Ilustrasi - Dokter saat menangani persalinan. (providencemidwifery.com) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyatakan, ada beberapa hal krusial yang harus dituntaskannya, sebelum berakhir masa tugas September 2023.

Satu diantaranya yakni mengatasi tingginya kasus kematian ibu dan anak di Provinsi Kaltim.

Menurut Gubernur Isran Noor, masyarakat Kaltim mempunyai penghasilan atau pendapatan yang besar.

Hanya saja tidak digunakan untuk pemenuhan gizi sehari-hari.

Baca juga: Pendaftaran Beasiswa Kaltim Tuntas Dimulai Februari, Pemprov Kaltim Siapkan 40 Ribu Kuota

“Dari sisi indikator kesejahteraan ada dua hal yang menurut saya, krusial. Pertama kematian ibu melahirkan, kedua kematian bayi. Bila melihat sisi pendapatan Kaltim, harusnya tidak terjadi. Harusnya masyarakat sehat. Di masyarakat ada yang punya penghasilan besar namun tidak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan gizinya. Ada yang memakai banyak perhiasan emas, namun anggota keluarga mereka mengalami stunting. Artinya mereka tidak menggunakan pendapatan untuk memenuhi nutrisi makanan," bebernya saat berbincang dengan Tribun Kaltim.

Untuk menekan kasus kematian ibu dan anak, lanjut Isran, pihaknya melakukan kerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dinas Kesehatan dan Universitas Mulawarman untuk meneliti apa saja penyebabnya.

Sebab kasus kematian ibu dan anak pasti berkaitan juga dengan stunting.

“Mudah-mudahan risetnya selesai dalam satu atau dua bulan kedepan, untuk menentukan langkah selanjutnya,” tambahnya.

Baca juga: Menteri LHK Luncurkan Penyelesaian Tata Batas Menuju Kawasan Hutan, Ini Luasan di Kaltim dan Kaltara

Secara terpisah Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, dr Jaya Mualimin menjelaskan, jumlah kematian ibu tahun 2022 yang dilaporkan Kabupaten/Kota sebanyak 86 kasus. Tetapi sesuai dengan KTP/NIK dan alamat KTP penduduk hanyalah berjumlah 73 kasus kematian.

"Artinya sebanyak 17 kasus kematian ibu merupakan penduduk yang mempunyai KTP/NIK di luar wilayah Kaltim sedangkan 2 kasus kematian tanpa identitas (tidak ber-KTP)," jelasnya saat ditemui Tribun Kaltim.

Dibandingkan dengan tahun 2021, jumlah kematian ibu meningkat tajam yakni 168 orang.

Hal ini juga dipicu pandemi Covid-19 sebanyak 93 orang. Sedangkan kematian akibat pendarahan 21 kasus dan hipertensi 17 kasus.

Baca juga: Info Beasiswa 2023: Alur Mendaftar Beasiswa Kaltim Tuntas 2023, Syarat, Cara Seleksi

"Rata-rata tren jumlah kematian ibu berangsur mengalami penurunan," sebut dr Jaya.

Adapun penyebab kematian ibu, dipaparkannya, yakni 3T (3 terlambat) masih terjadi.

Terlambat identifikasi risiko pada ibu, meskipun K4 yang sesuai standar sudah mencapai 86 persen, namun kualitas masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan, hal ini bisa dilihat dari jumlah kematian ibu yang cukup tinggi.

Kemudian terlambat merujuk. Hal ini disebabkan lambatnya identifikasi risiko, sehingga masih terjadi komplikasi saat kehamilan.

Baca juga: Ketum PGI Tegaskan Dukung Penuh Perpindahan IKN Nusantara di Kaltim

Ini dikarenakan kemampuan dan ketepatan petugas melakukan layanan Antenatal Care (ANC) terpadu yang berkualitas belum optimal.

Secara kualitas ANC terpadu masih rendah, serta pemenuhan sapras yang masih kurang untuk mendukung kualitas antenatal care (ANC terpadu).

Wilayah demografi/geografi yang cukup sulit untuk mengakses layanan kesehatan, rujukan berjenjang akibat dari terlambat mengidentifikasi yang membuat waktu terbuang yang menyebabkan terlambatnya penanganan kasus.

"Terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas pelayanan kesehatan (terkait dengan ketersedian sapras, kompetensi nakes dan obat-obatan/alat yang terbatas/minim). Juga komunikasi dan koordinasi masih kurang baik antara FKTP dan FKRTL," sambung dr Jaya.

Baca juga: OPD di Pemprov Kaltim Segera Selesaikan Lelang, Sri Wahyuni Beber Ada Enam yang Belum

Data kematian Neonatal (lihat grafis) terbanyak di lima daerah Kaltim yakni, Kabupaten Kukar 121 orang, Kutai Timur 65 orang, Balikpapan 60 orang, Samarinda 45 orang dan Berau 40 orang.

Sementara itu, terkait jumlah kematian bayi di Provinsi Kaltim, terbanyak Kabupaten Kukar 179 orang, Kutai Timur 72 orang, Balikpapan 71 orang, Berau 58 orang, Samarinda 50 orang.

Dijelaskan dr Jaya, lima besar penyebab kematian bayi yaitu kelainan kongenital 25 orang, diare 27 orang, pneumonia 21 orang, Covid-19 3 orang, DBD 1 orang, lain-lain 67 orang (konfirmasi 16 Januari 2023).

"Kalau untuk data lain-lain ini kami masih mengonfirmasi ke Kabupaten/Kota, karena ada data yang masih belum terhimpun semua tahun 2023, untuk secara nasional nantinya April pengiriman data ke pemerintah pusat," jelasnya.

Baca juga: Kejati Kaltim Sebut Penggeledahan Kantor BPKAD Kutim Terkait Kasus Tipikor Tahun 2019

Lebih jauh dr Jaya menjelaskan, kelainan kongenital dari tahun ke tahun ada kecenderungan terjadi peningkatan kasus, diakui pihaknya ini juga menjadi perhatian dalam penanganan pra konsepsi, dan konsepsi.

Untuk penyakit diare, pneumonia, DBD harusnya bisa ditatalaksana secara dini menggunakan MTBS.

Namun sampai saat ini masih terbatas tenaga yang sudah terlatih terkait MTBS, harapannya agar nakes baik puskesmas induk maupun pustu mendapatkan pelatihan tersebut, sehingga bisa memberikan dampak pada penurunan kematian bayi dan balita.

"Upaya kami juga memberikan pelatihan kepada para bidan dan tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten/Kota. Ada beberapa daerah yang mengajukan pelatihan seperti Kutai Barat," tegasnya.

Baca juga: Kejati Kaltim Sebut Penggeledahan Kantor BPKAD Kutim Terkait Kasus Tipikor Tahun 2019

Sementara, untuk jumlah kematian terbesar berada pada usia 0-6 hari sebanyak 366 orang (75 persen) bayi baru lahir dari 488 orang.

Diakui dr Jaya, ini menunjukkan kualitas pelayanan neonatal pada bayi baru lahir masih rendah.

"Memerlukan analisis mendalam terkait faktor penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian tersebut," ujarnya.

Dinkes Kesehatan Kaltim pun mendorong agar data sarana dan prasarana terkait pelayanan bayi baru lahir tersedia. Sarana dan prasarana berstatus tercukupi standar minimal, yang artinya masih jauh dari optimal.

"Tenaga kesehatan terlatih penanganan kegawatdaruratan neonatal juga masih sangat kurang, ini yang juga masih akan kami dorong di tahun 2023 menekan risiko neonatal," pungkasnya.

Baca juga: Pemprov Kaltim Tarik Wisatawan dengan Benahi Infrastruktur Akses Pariwisata Kurang Memadai

Grafis

Data Trend Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Kaltim:

- Tahun 2020 = 92

- Tahun 2021 = 168

- Tahun 2022 = 73

Data Trend Kematian Neonatal di Kaltim:

- Tahun 2020 = 525

- Tahun 2021 = 558

- Tahun 2022 = 448

Baca juga: Ekonomi Indonesia akan Tumbuh 5 Persen, Banyak Investor Dunia Bangun Pabrik di Luar Jakarta

Data Trend Kematian Bayi di Kaltim:

- Tahun 2020 = 662

- Tahun 2021 = 702

- Tahun 2022 = 592

Data kematian Neonatal Tahun 2022 Kabupaten/Kota:

- Paser = 29

- Kutai Kartanegara = 121

- Berau = 40

- Kutai Barat = 27

- Kutai Timur = 65

- Penajam Paser Utara = 27

- Mahakam Ulu = 12

- Balikpapan = 60

- Samarinda = 43

- Bontang = 24

*Kaltim = 448

Baca juga: Hari Ini Indonesian Idol 2023 Tidak Tayang! Jadwal Babak Spektakuler Show Lengkap Cara Vote Peserta

Data kematian Bayi Tahun 2022 Kabupaten/Kota:

- Paser = 31

- Kutai Kartanegara = 179

- Berau = 58

- Kutai Barat = 42

- Kutai Timur = 72]

- Penajam Paser Utara = 40

- Mahakam Ulu = 15

- Balikpapan = 71

- Samarinda = 50

- Bontang = 34

*Kaltim = 592

Sumber Data: Dinkes Kesehatan

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved