Stunting di Kaltim

Upaya Turunkan Stunting di Kaltim, Isran Noor: Pendapatan Banyak Kalau Tak Peduli Kesehatan Percuma

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sumber pravalensi stunting Provinsi Kalimantan Timur.

Penulis: Ary Nindita Intan R S | Editor: Aris
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Kolaborasi Pemerintah dalam Menurunkan Angka Stunting melalui Rapat Kerja Daerah (Rakerda) program Pembangunan Keluarga Kependudukan (PKK) dan Keluarga Berencana (KB) dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS) tahun 2023. (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sumber pravalensi stunting Provinsi Kalimantan Timur mengalami kenaikan sebesar 1,1 persen dari 22,8 persen pada 2021 menjadi 23,9 persen pada 2022.

Adapun Kutai Kartanegara merupakan daerah yang angka stuntingnya paling tinggi yakni 27 persen, sebab cakupan dan wilayahnya yang luas.

Stunting merupakan masalah gizi kronis, yang dapat dicegah jika ditangani dengan tepat dan cepat. 

Adapun dari adanya stunting bisa berdampak dalam jangka pendek dan dampak jangka panjang.

Diantaranya dampak jangka pendek meliputi terganggunya perkembangan otak, kecerdasan berkurang, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

Baca juga: Dinkes Kaltim Dorong Tempat Bermain Dilengkapi Fasilitas Pengukuran Tumbuh Kembang Anak

Sementara dampak jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit dan meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes, obesitas, pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.

Terkait itu, perlu adanya penguatan kolaborasi untuk konvergensi lintas program dan lintas sektor melalui pendekatan pentahelix yakni akademisi, praktisi/bisnis, komunitas pemerintah, dan media untuk menurunkan angka prevalensi stunting dan kemiskinan ekstrem di Provinsi Kalimantan Timur.

Dengan kampanye perubahan perilaku dan pendampingan kualitas SDM, penyuluhan dan pendampingan oleh tenaga penyuluh, kader dan institusi pendidikan di lapangan harus terus dilakukan, termasuk TNI/POLRI, swasta dan mitra terkait.

Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam operasional percepatan penurunan stunting antara lain penyerapan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Sub Bidang KB.

Baca juga: Kadis Kesehatan Kaltim Sebut Keluarga Perokok Jadi Sebab Angka Stunting Meningkat

Saat ini, dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (BKKBN RI) telah mengalokasikan DAK secara keseluruhan pagu anggaran senilai Rp 43.430.066.000 dari DAK fisik senilai Rp 4.185.369.000 dan BOKB senilai Rp 39.244.702.000 untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur 2023.

Selain itu, dengan mengoptimalisasi penggerakan dan pendampingan Tim Pendamping Keluarga (TPK), mini lokakarya kecamatan serta optimalisasi Gerakan Olah Bebaya Bapak Asuh Anak Stunting (GOO-BAAS) di Kalimantan Timur.

"Skenario ini sudah jalan dari pertengahan sejak 2022, makanya pelayanan ini sudah berjalan diseluruh daerah," Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, Selasa (14/3/2023).

Adapun Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor menuturkan pola hidup yang keliru bisa menunjang dampak terkena stunting.

"Salah satunya gaya hidup, orang yang tidak mementingkan kesehatan. Walaupun dia punya pendapatan dan penghasilan lebih, kalau tidak peduli dengan kesehatannya ya percuma," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Jaya Mualimin menuturkan bahwa koordinasi dengan dinas terkait sangatlah berpengaruh dalam pengentasan percepatan penurunan angka stunting.

"Karena ini juga terkait bagaimana mereka melakukan kegiatan interfensi spesifik, yang secara tidak langsung mempengaruhi angka stunting di masyarakat," ulasnya.

Baca juga: Akses dan Jaringan Sulit Jadi Kendala Sosialiasi Stunting Secara Menyeluruh di Mahakam Ulu 

Dari adanya beberapa program yang diterapkan oleh para pemangku Dinas yang terkait, Jaya mengaku sudah memenuhi kriteria target.

Sementara program yang belum terpenuhi, salah satunya dalam interfensi sensitif.

"Seperti kesadaran ibu-ibu memberikan asi esklusifnya, ini dari target 68 persen baru 38 persen. Sehingga ini akan kita bulatkan, bagaimana rencana ibu-ibu agar bisa konsisten dengan asi ekslusif," kata Jaya.

"Termasuk dengan penguatan pemenuhan ketahanan pangan dan gizi untuk individu masyarakat dan keluarga," imbuhnya.

Di sisi lain, kelembagaan agama juga sangat berperan dalam penurunan angka stunting. Hal ini, terkait dengan beberapa aturan terhadap kondisi mental dan ketahanan keluarga, yang termasuk dalam Undang-undang perkawinan minimal 19 tahun.

Baca juga: Audit Kasus Stunting, Pihak Kesehatan Kabupaten Mahulu Gunakan Sistem Jemput Bola

"Konsep pernikahan dini atau menikah dibawah 19 tahun, juga menjadi bagian yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap stunting," tutur Jaya.

"Konsep ini yang dikatakan belum siap secara mental. Sehingga peran agama sangat penting dalam konsep ini," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved