Berita Ekbis Terkini
Ramai Polemik Hilirisasi Nikel Jokowi vs Faisal Basri, Stafsus Kemenkeu sebut Aturan Royalti Nikel
Ramai polemik hilirisasi nikel Jokowi vs Faisal Basri. Stafsus Kemenkeu singgung aturan pembayaran royalti nikel. Simak data selengkapnya
TRIBUNKALTIM.CO - Ramai soal hilirisasi nikel yang disebut ekonom senior Faisal Basri tidak membawa keuntungan bagi Indonesia, melainkan hanya menguntungkan China.
Setelah pernyataan Faisal Basri soal hilirisasi nikel, ramai-ramai anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah dan memberi pembelaan terkait keuntungan yang diperoleh Indonesia.
Bagaimana perbandingan data Faisal Basri soal hilirasi nikel yang kemudian ramai dibantah oleh anak buah Jokowi ini?
Berikut sejumlah data soal hilirisasi nikel yang diungkap Faisal Basri di dalam unggahan di blog pribadinya faisalbasri.com simak selengkapnya di artikel ini:
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) 2022, nilai ekspor besi dan baja yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi hanya sebesar US 27,8 miliar, atau setara Rp 413,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.876 per dolar AS pada 2022).
Terkait lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi nikel hingga mencapai 414 kali lipat ini diakui oleh Faisal Basri.
Namun, menurut Faisal Basri semua uang tersebut tidak mengalir ke Indonesia, melainkan hampir 90 persen ke China.
Penjelasan Faisal Basri:
1. Hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel di Indonesia saat ini 100 persen dimiliki oleh China.
Apalagi, dengan adanya rezim devisa bebas yang dianut Indonesia saat ini, maka ada hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.
"Berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit, untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.
Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," ujar Faisal dalam unggahan di blog pribadinya faisalbasri.com seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.
2. Tak Holiday untuk perusahaan smelter pengolah biji nikel 20 tahun
Indonesia juga memberikan insentif tax holiday selama 20 tahun kepada perusahaan smelter.
Baca juga: Disebut Cuma Untungkan China, Perdebatan Jokowi vs Faisal Basri Soal Hilirisasi Nikel, Siapa Benar?
Oleh karena itu wajar apabila Indonesia tidak mendapat penerimaan dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel.
Tidak hanya itu, dirinya juga menyebut bahwa perusahaan smelter China tersebut juga tidak membayar royalti sama sekali.
"Yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional.
Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," katanya.
Faisal Dukung Industrialisasi
Faisal Basri menegaskan dirinya mendukung penuh industrialisasi, namun menolak secara tegas kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuk yang berlaku saat ini.
"Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," terang Faisal.
Ia juga menyoroti kebijakan hilirisasi nikel yang sudah berlangsung hampir satu dasawarsa.
Sayangnya, peranan sektor industri manufaktur terus menurun, yakni dari 21,1 persen pada tahun 2014 menjadi hanya 18,3 persen pada tahun 2022 dan menjadi titik terendah sejak 33 tahun terakhir.
Bantahan Staf Khusus Menkeu
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo mengatakan, pernyataan Faisal Basri keliru.
Pasalnya pemerintah melalukan pungutan berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan royalti atas nikel dan produk pemurnian.
Baca juga: DPRD Kaltim Tak Banyak Tahu Kegiatan Bisnis Smelter Nikel, Pemprov Tak Pernah Informasikan
"Saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti.
Anda (Faisal) keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," tulis Yustinus di akun Twitternya @prastow, dilihat Kompas.TV Senin (14/8/2023).
Yustinus menerangkan, tarif royalti dibedakan menjadi dua jenis.
Pertama, untuk izin usaha pertambangan (IUP) yang hanya memproduksi menjual bijih nikel sebesar 10 persen.
Kedua, untuk IUP yang memiliki smelter sehingga produknya feri nikel atau nikel matte sebesar 2 persen.
"Royalti memang pungutan yang secara konsep dan aturan dikenakan terhadap eksploitasi sumber daya alam. Ini berlaku umum.
Untuk ijin usaha industri, pungutannya tentu bukan royalti, melainkan bea keluar (saat impor) dan pajak2 lain (PPh, PPN, pajak daerah, dan lain-lain)," jelas Yustinus.
Ia kemudian memaparkan pendapatan pemerintah yang diterima dari perusahaan smelter yang naik signifikan, hingga 11 kali lipat. Yaitu dari Rp1,65 triliun di 2016 menjadi Rp17,96 triliun di 2022. Nilai itu naik 11 kali lipat.
"Jika digunggung untuk industri smelter dan besi baja secara keseluruhan, juga terjadi peningkatan penerimaan, dari Rp 7,9 triliun (2016) menjadi Rp 37,3 triliun atau naik hampir 5x lipat!," ujar Yustinus.
Ia menegaskan, data-data itu sekaligus membantah pernyataan Faisal bahwa seolah-olah Indonesia tidak mendapatkan apa-apa dari kebijakan hilirisasi.
"Ada pendapatan PNBP SDA dan royalti saat eksploitasi. Juga pajak daerah dan dampak pengganda yan dinikmati pemda dan masyarakat setempat," kata Yustinus.
Sebelumnya, usai menjajal LRT Jabodebek di Stasiun Dukuh Atas, Jokowi mengungkap nilai ekonomi dari hilirisasi nikel.
“Hitungan dia (Faisal) bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentahan setahun kira-kira hanya Rp17 triliun.
Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun,” kata Jokowi pada Kamis (10/8/2023).
Baca juga: KLHK Beber Pelanggaran Proyek Smelter Nikel di Teluk Balikpapan, Salah Satunya Tebang Pohon Mangrove
“Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana?
Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak, semuanya ada di situ.
Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?” tuturnya.
Kemudian, di laman blog pribadinya www.faisalbasri.com, Faisal menyebut angka-angka yang disampaikan Presiden Jokowi tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya.
Ia menilai Jokowi hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China.
"Jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai USD85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per USD," terang Faisal.
"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah USD27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per USD, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," lanjutnya.
Faisal Basri bilang, terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden Jokowi dan hitung-hitungannya, memang benar adanya bahwa lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat.
Namun, sambungnya, ia meragukan apakah uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia, mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China.
Sedangkan Indonesia menganut rezim devisa bebas, maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.
Baca juga: Pembangunan Pabrik Smelter Nikel di Balikpapan Distop Sementara, DPMPTSP Minta Komitmen Perusahaan
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
| Luapkan Kekesalan, Jokowi Pidato Keras di Hadapan Pemimpin Eropa, Soal Nikel? |
|
|---|
| Proyek Smelter Nikel di Pendingin Sangasanga Diduga Gunakan Pekerja Asing Ilegal |
|
|---|
| Hilirisasi Smelter Nikel Terus Berproses, Kaltim Bisa Bersaing dengan Jateng |
|
|---|
| ALASAN Jokowi Ketemu Elon Musk di Amerika, Luhut Beber Tesla Puas Sama Data di Morowali, Soal Nikel? |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.