Berita Nasional Terkini

Hasil Pemeriksaan 3 Hakim Mahkamah Konstitusi, Jimly: Banyak Sekali Masalah yang Kami Temukan

Pemeriksaan terhadap tiga hakim Mahkamah Konstitusi akhirnya rampung dilakukan Majelis Kehormatan Majelis Konstitusi (MKMK).

Tribunnews.com
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memimpin sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, Kamis (26/10/2023). 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemeriksaan terhadap tiga hakim Mahkamah Konstitusi akhirnya rampung dilakukan Majelis Kehormatan Majelis Konstitusi (MKMK).

Lalu, apa hasilnya setelah memeriksa Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.

Pemeriksaan tiga hakim Mahkamah Konstitusi itu tak terlepas dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap sarat kepentingan.

"Intinya, banyak sekali masalah yang kami temukan, jadi dari tiga hakim ini saja muntahan masalahnya ternyata banyak sekali," ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa (31/10/2023).

Bahkan, Jimly menyampaikan bahwa tak sedikit dari cerita-cerita itu yang menyedihkan.

"Yang nangis justru malah kami," ucapnya.

Ia mengaku sengaja memberi ruang agar para hakim konstitusi itu diberi kebebasan dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan soal putusan kontroversial tersebut.

Namun demikian, Jimly enggan membeberkan isi pemeriksaan karena memang berdasarkan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, pemeriksaan bersifat tertutup.

"Substansi pemeriksaan hakimnya, nanti biar terlihat di pertimbangan putusan MKMK," ujar Jimly.

Baca juga: Denny Indrayana Sebut Megaskandal, Putusan Mahkamah Konstitusi Libatkan Kantor Kepresidenan

Baca juga: Ketua Mahkamah Konstitusi Tertawa Dilaporkan ke KPK, Anwar Usman Mengaku Siap Banget Diperiksa

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Buka Peluang Gibran Jadi Cawapres, Denny Indrayana Tegaskan Putusan MK Tidak Sah

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 18 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, ada yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan semua hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.

MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan pasangan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

Baca juga: Reaksi Jokowi soal Putusan Mahkamah Konstitusi dan Kabar Gibran jadi Cawapres Prabowo Subianto

Anggota DPR RI Fraksi PDIP Usulkan Hak Angket terhadap MK

Di sisi lain, Anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan dirinya akan mengumpulkan dukungan dari anggota DPR lintas fraksi untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

Masinton menjelaskan, untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR, dirinya harus mendapat minimal dukungan dari 25 anggota DPR lintas fraksi.

"Iya usulan hak angket itu kan bisa disampaikan ke paripurna kalau mencapai 25 anggota. Ya kan saya baru tadi menyampaikan usulan, baru besok jalan. Nah kita harapkan beberapa teman-teman ya mendukung usulan ini," ujar Masinton saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Masinton meyakini dirinya dan anggota DPR lain memiliki semangat yang sama untuk menegakkan konstitusi dan undang-undang secara baik dan benar.

"Agar kita punya kewarasan yang sama lah ya. Demokrasinya berjalan tanpa ada paksaan dan melanggar aturan. Itu saja," ucapnya.

Masinton mengeklaim dirinya belum mengonsolidasikan dukungan sebelum menyerukan hak angket di rapat paripurna.

Dia menegaskan baru akan memulai konsolidasi ke anggota DPR lintas fraksi pada Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan Sistem Pemilu Legislatif Terbuka, Ini Tiga Langkah Perangi Politik Uang

Sementara itu, Masinton mengaku tidak mematok target kapan akan mengusulkan hak angket tersebut.

"Ya saya enggak bisa targetkan lah. Pokoknya besok saya coba lagi kontak lagi ke teman-teman ya, lintas fraksi lah," imbuh Masinton.

Sebelumnya, Masinton Pasaribu mengatakan dirinya akan mengajukan hak angket terhadap MK terkait putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres.

Konstitusi diinjak Hal tersebut Masinton sampaikan ketika menginterupsi di Rapat Paripurna DPR.

Masinton mengatakan, hak angket diperlukan karena telah terjadi tragedi konstitusi dengan adanya putusan MK tentang batas usia capres-cawapres.

"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," ujar Masinton di ruang Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.

Masinton menjelaskan, konstitusi harus tegak dan tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.

Dia mengklaim dirinya menyuarakan hal tersebut bukan demi kepentingan PDIP ataupun capres manapun.

Baca juga: Usai Dilaporkan Mahkamah Konstitusi, Denny Indrayana Leave Group WhatsApp DPP KAI

"Saya berdiri di sini bukan atas kepentingan partai politik, juga tidak bicara tentang kepentingan calon presiden maupun calon wakil presiden. Saya tidak bicara tentang calon presiden Saudara Anies dan Saudara Muhaimin Iskandar, saya tidak bicara tentang Pak Ganjar dan Prof Mahfud, saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya," tuturnya.

"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," sambung Masinton.

Masinton mengatakan putusan MK itu merupakan ancaman terhadap konstitusi.

Apalagi, kata dia, Reformasi 1998 jelas memandatkan Indonesia harus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Akan tetapi, Masinton menilai, putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, namun lebih kepada putusan kaum tirani.

"Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," kata Masinton.

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia capres cawapres.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK mengubah batas minimal usia capres dari 40 tahun menjadi 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah atau jabatan yang dipilih rakyat.

Beberapa hari setelah putusan MK tersebut, parpol-parpol dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengumumkan Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto.

Adapun Gibran belum berusia 40 tahun namun sedang menjabat Wali Kota Surakarta, KIM terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Garuda. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved