Sejarah
Sejarah 24 Januari: Hari Kelahiran Jenderal Besar Sudirman Dan Meninggal Di Bulan yang Sama
Sudirman diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia dan merupakan figur penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Nisa Zakiyah | Editor: Rafan Arif Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO - Jenderal Besar Sudirman adalah seorang tokoh militer dan pemimpin perang kemerdekaan Indonesia yang menjadi Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya Angkatan Darat.
Jenderal Sudirman diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia dan merupakan figur penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Warisannya sebagai pemimpin yang pemberani dan tekun terus dihormati dan diabadikan dalam sejarah Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II, Jenderal Sudirman terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap pendudukan Jepang.
Setelah Jepang menyerah, Sudirman aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan Jenderal Sudirman ditugaskan sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia atau TNI.
Sebagai pemimpin militer, Jenderal Sudirman memimpin pasukan Indonesia dalam berbagai pertempuran melawan pasukan Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia.
Meskipun dengan sumber daya yang terbatas, pasukan yang dipimpinnya berhasil terlibat dalam perang gerilya dan pertahanan yang gigih.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul HUT Kota Balikpapan di Kalimantan Timur
- Profil dan Biografi Lengkap Dengan Pendidikan Jenderal Sudirman:
Sudirman memiliki nama lengkap Jenderal Besar Raden Soedirman. Lahir pada tanggal 24 Januari 1916, di Bodas Karangjati, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia.
Beliau merupakan seorang tokoh militer dan pemimpin perang kemerdekaan Indonesia yang menjadi Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang kemudian dikenal sebagai TNI AD (Angkatan Darat).
Sudirman lahir dalam keluarga petani di Jawa Tengah yang kemudian diadopsi oleh pamannya dan berubah menjadi seorang bangsawan Jawa dan merubah namanya menjadi Raden Soedirman.
Meskipun berasal dari keluarga sederhana, kecerdasan dan semangat patriotik Sudirman muncul sejak usia dini. Sudirman juga didikin dengan etika dan tata krama priyayi serta kesederhanaan sebagai rakyat biasa. Berkat didikan awal itu pula, Sudirman kemudian tumbuh menjadi anak yang rajin dan aktif.
Di usia 7 tahun, Sudirman bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS) yang setingkat sekolah dasar di Cilacap. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) yang setingkat SMP dan sempat pindah sekolah ke Perguruan Parama Wiwowo Tomo hingga tamat pada 1935.
Sudirman melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru atau Kweekschool yang diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah di Surakarta. Namun, pendidikannya terhenti pada 1936.
Ia kemudian kembali ke Cilacap dan menjadi guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah.
Selain mengajar, Sudirman juga aktif di kegiatan Muhammadiyah, yakni menjadi anggota Kelompok Pemuda Muhammadiyah. Serta aktif dalam kegiatan penggalangan dana untuk kepentingan pendidikan dan pembangunan.
Baca juga: Pengakuan Sudirman Said Dimarahi Jokowi karena Laporkan Setya Novanto ke MKD DPR
- Memasuki Era Penjajahan Jepang:
Ketika Jepang menguasai Indonesia pada 1942, sekolah tempat Sudirman mengajar ditutup dan dialihfungsikan menjadi pos militer. Selama pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II, Sudirman bekerja sebagai pegawai sipil di kantor pos.
Pada masa inilah ia mulai terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap pendudukan Jepang.
Saat itu, Sudirman yang dipandang sebagai tokoh masyarakat diminta untuk memimpin sebuah tim di Cilacap dalam menghadapi serangan Jepang. Selain itu, Sudirman juga melakukan negosiasi dengan Jepang supaya membuka kembali sekolahnya, dimana upaya itu berhasil.
Sudirman kemudian bertemu dengan Soekarno, pemimpin nasionalis Indonesia, dan terlibat aktif dalam pergerakan kemerdekaan. Keduanya bekerja sama dalam mengorganisir rakyat Indonesia untuk menentang pendudukan Jepang.
- Perang Kemerdekaan:
Selama Perang Kemerdekaan Indonesia melawan Belanda (1945-1949), Sudirman memainkan peran penting dalam memimpin pasukan Indonesia. Meskipun dengan sumber daya yang terbatas, pasukan yang dipimpinnya berhasil melibatkan diri dalam berbagai pertempuran melawan pasukan Belanda.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, Sudirman berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia.
Sudirman kemudian ditugaskan oleh Soekarno sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang merupakan embrio dari Tentara Nasional Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel.
Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Suatu hari, ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu.
Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa.
Dan di tanggal 12 Desember di tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Baca juga: Dishub Balikpapan Tambah 200 Rambu Lalu Lintas, Jalan Tjutjup Suparna dan Sudirman Prioritas
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai.
Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tinggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan.
Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan,Sudirman tetap melakukan perlawanan pada Belanda, mengingat akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tentara.
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya.
Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah.
- Akhir Perjuangan Jenderal Sudirman:
Jenderal Sudirman meninggal dunia pada tanggal 29 Januari 1950, tepat 5 hari setelah usianya menginjak 34 tahun, akibat penyakit.
Kematian beliau merupakan kehilangan besar bagi Indonesia, tetapi warisannya sebagai pahlawan dan pemimpin militer yang gigih terus dihormati dan diabadikan di sepanjang sejarah Indonesia.
Jenderal Besar Sudirman diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia dan mendapat gelar pahlawan proklamator.
Pada 20 Mei 1986, Presiden Soeharto menetapkan tanggal 24 Januari sebagai Hari Kesadaran Nasional untuk memperingati kelahiran Jenderal Sudirman. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.