Berita Viral
Apakah Pegi Setiawan Sudah Bebas? Hasil Putusan Sidang Praperadilan dan Kasus Vina Cirebon Terkini
Apakah Pegi Setiawan sudah bebas? simak 9 poin hasil putusan Sidang Praperadilan dan aturan ganti rugi.
- Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang bekenaan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon;
- Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan perintah penyidikan terhadap pemohon;
- Memerintahkan termohon untuk melepaskan pemohon;
- Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti sedia kala;
- Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini menurut hukum kepada termohon.
Baca juga: Hasil Putusan Praperadilan Pegi Setiawan, Alasan Pengadilan Batalkan Perong dari Tersangka
Respons Polri soal salah tangkap
Menanggapi dugaan Pegi Setiawan mengalami salah tangkap oleh penyidik Polri, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami seluruh proses penyidikan dilakukan.
"Saya sampaikan bahwa putusan apakah ini salah tangkap atau tidak, ini kita masih melihat. Melihat sejauh mana proses yang ada," kata Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta, Senin, seperti dilansir Kompas.com.
Hanya saja, dia menjelaskan bahwa dalam amar putusan praperadilan itu disebutkan terdapat tahapan formil yang mungkin tidak dipatuhi penyidik sehingga dianggap penetapan status tersangkanya tidak sesuai prosedur.
"Walaupun tetap kita pada prinsip adalah praduga tak bersalah, kemudian apakah formil yang seperti kita ikuti bersama bahwa hakim juga menyampaikan ada formil yang tidak dipenuhi oleh penyidik," ujar Djuhandhani.
Lebih lanjut, Djuhandhani mengatakan, Bareskrim Polri akan melakukan pendampingan atau asistensi terhadap Polda Jawa Barat yang menangani kasus tersebut.
Minta ganti rugi Rp 175 juta
Namun, ditemui usai sidang pembacaan putusan praperadian, tim kuasa hukum Pegi Setiawan mengatakan, bakal menuntut ganti rugi senilai Rp 175 juta kepada Polda Jabar.
"Kurang lebih Rp175 juta dari dua sepeda motor yang ditahan Polda Jabar dengan ditambah penghasilan setiap bulan Rp 5 juta sebagai kuli bangunan yang terhenti selama tiga bulan,” kata Kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM di Bandung, dikutip dari Antaranews, Senin.
Toni mengatakan, Pegi Setiawan telah kehilangan penghasilan dan pekerjaan selama ditahan.
Padahal, dia selama ini menjadi tumpuan hidup keluarganya.
Sebagai kuli bangunan, menurut dia, penghasilan kliennya itu cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan kedua adiknya.
“Sehingga ketika ditahan, Pegi kehilangan penghasilan. Maka kami nanti berdiskusi dengan tim penasihat hukum berencana akan mengajukan gugatan ganti kerugian,” ujar Toni.
Selain itu, dia menuntut agar Polda Jabar segera mengumumkan bahwa Pegi Setiawan bukan lagi tersangka.
Sebagaimana bunyi amar putusan hakim PN Bandung, yakni "memulihkan hak pemohon dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti sedia kala”.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang diatur mengenai rehabilitasi, ganti rugi hingga pemulihan nama baik korban salah tangkap oleh Kepolisian.
Hanya saja terdapat beberapa aturan yang mengikuti, seperti hanya bisa diajukan oleh seseorang yang berstatus tersangka, terdakwa atau terpidana.
Kemudian, dapat diterapkan apabila keputusan pengadilan telah berkuatan hukum tetap.
Dengan kata lain, bisa saja sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) atau tidak diajukannya banding.
Hak ganti kerugian bagi korban salah tangkap dituangkan dalam Pasal 95 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi, “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.
Tuntutan ganti kerugian juga dapat diajukan oleh ahli waris yang bersangkutan kepada pengadilan yang berwenang mengadili, sebagaimana termaktub dalam Pasal 95 Ayat (2).
Kemudian, dalam ayat (3) sampai (5) pasal yang sama mengatur perihal pengajuan dan pemeriksaan permintaan ganti rugi bisa diajukan melalui praperadilan.
Besaran ganti kerugian yang akan didapat oleh korban salah tangkap adalah minimal Rp 500.000 dan paling banyak Rp 100 juta.
Angka ini sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
Namun, jika kekeliruan atau kesalahan penangkapan atau penahanan yang dialaminya mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian yang diterima adalah Rp 25 juta-Rp 300 juta.
Sementara itu, jika penangkapan atau penahanan yang dialami mengakibatkan kematian, maka besarnya ganti kerugian yang diberikan sesuai aturan adalah Rp 50 juta-Rp 600 juta.
Kemudian, diatur juga bahwa tuntutan ganti kerugian dapat diajukan paling lama tiga bulan sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima, sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 Ayat (1) PP Nomor 92 Tahun 2015.
Dalam hal perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan, ganti kerugian diajukan paling lambat tiga bulan sejak tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.
Demikian diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) PP Nomor 92 Tahun 2015.
Kemudian, terkait pemohonan rehabilitasi, seseorang bisa mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan Pasal 97 Ayat 1 KUHAP berbunyi, “Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Sementara itu, permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus oleh hakim praperadilan.
Nasib 8 Terpidana Kasus Vina Cirebon?
Lantas, apa implikasi Putusan Pengadilan Negeri Bandung yang kabulkan gugatan Pegi terhadap nasib delapan terpidana kasus kematian Vina dan Eky?
pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, putusan PN Bandung yang mematahkan narasi Polda Jawa Barat bahwa Pegi Setiawan adalah otak pembunuhan Vina dan Eky berdampak serius terhadap nasib delapan terpidana.
“Patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib ke delapan terpidana,” ucap Reza dalam keterangannya, Senin (8/7/2024).
“Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa ke delapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada,” kata Reza.
Apalagi, kata Reza, selama ini pembahasan tentang kerja scientific Polda Jabar sebatas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat.
Sementara bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016 tidak pernah diangkat.
“Sambil terus mendorong eksaminasi terhadap scientific investigation Polda Jabar pada 2016, saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat. Yakni, bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016,” kata Reza.
“Termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang ia kenal. Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi: siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa.”
Reza kemudian menduga, Polda Jabar memiliki data yang diekstrak dari gawai para pihak tersebut. “Dan, juga firasat saya, data itu sangat potensial mengubah 180 derajat nasib seluruh terpidana kasus Cirebon,” ucap Reza.
Itulah tadi ulasan apakah Pegi Setiawan sudah bebas, 9 poin hasil putusan Sidang Praperadilan, aturan ganti rugi dan update kasus Vina Cirebon terkini.
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.