Berita Mahulu Terkini

Pengamat Ekonomi Unmul Sarankan Indikator Kemiskinan di Kaltim Perlu Direvisi, Ini Alasannya

Garis kemiskinan sebagai penentu arah kebijakan pemerintah perlu direvisi karena terdapat pergeseran pola konsumsi

Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Nur Pratama
TribunKaltim.co/Kristiani Tandi Rani
UMKM di kabupaten Mahulu. 

TRIBUNKALTIM.CO, UJOH BILANG - Garis kemiskinan sebagai penentu arah kebijakan pemerintah perlu direvisi karena terdapat pergeseran pola konsumsi penduduk dan perbedaan harga pangan antar wilayah.

Di sisi lain, kemiskinan ekstrem dan kerentanan ekonomi masih menjadi tantangan.

Garis kemiskinan merupakan batas minimum pengeluaran yang harus dipenuhi oleh seseorang guna mendapat standar hidup yang layak.

Pengamat ekonomi Unmul, Purwadi Purwoharsojo mengatakan indikator kemiskinan di Kaltim harus diperbaharui.

Baca juga: Kadisparpora Mahulu Kaltim Tekankan Pentingnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Homestay

Pasalnya, jika dibandingkan dengan nilai rupiah semakin tahun akan semakin bertambah.

"Orang yang punya penghasilan Rp 500 ribu sudah dikatakan tidak miskin, sekarang mana bisa. Data kita carut-marut, kita harus lawan kebijakan-kebijakan seperti itu di Jakarta," katanya.

Menurutnya seberapa kalipun Kaltim mengganti Gubernur jika indikator kemiskinan di daerah ini tidak memiliki landasan yang kuat maka akan sia-sia.

Bahkan, bisa saja Kaltim akan terus-menerus terjebak dalam angka kemiskinan.

"Isu stunting, kemiskinan itu saja yang terus dibahas. Kedua masalah ini kan cukup tinggi juga kalau di Kaltim, persoalan data ini yang ngak beres," ujarnya.

Salah satu hal yang menjadi sorotan di Mahulu adalah angka stunting yang semakin menurun, namun pada kenyataannya di lapangan masih ada beberapa masyarakat yang mengalami stunting.

Berdasarkan data terbaru, angka stunting di Mahulu berada pada 14,80 persen.

Ia menilai hal ini terjadi karena dari pemerintah provinsi indikatornya belum berubah, jadi sulit untuk mengukur keberhasilan dari sebuah kinerja pemerintah.

Tapi, Ia menyebut hal ini adalah sebuah hal yang sulit untuk diperbaharui karena atas dasar tersebut Pemprov mendapatkan penghargaan stunting nasional.

"Tapi saya pikir ini agak sulit karena hal itu membuat mereka mendapatkan penghargaan stunting nasional kan. Tapi kan realitanya pesisirkan jumlahnya tinggi kan disana," sebutnya.

Ia menyebut untuk mencegah stunting tidak cukup hanya dengan makan ikan.

Kekurangan gizi juga dapat terjadi karena banyak faktor, seperti tidak ada sayur, telur dan daging.

"Jadi tidak cukup dengan ikan, persoalan kita di Bontang juga seperti itu termasuk daerah pesisir, daerah pinggir sungai. Kita bisa lempar pancing dapat ikan tapi kan belum tentu disitu ada sayur," sebutnya. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved