Berita Nasional Terkini
Terjawab! 3 Faktor yang Menjadi Pertimbangan Prabowo untuk Menunda Kenaikan PPN 12 Persen
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025
mengutip dari Kontan, faktor tersebut antara lain;
Pertama adalah kondisi Ekonomi saat ini. Perekonomian Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan seperti melemahnya sektor manufaktur, deflasi, serta penurunan daya beli masyarakat.
Pemerintahan Prabowo mungkin akan mempertimbangkan penundaan ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah inflasi yang dapat memperlambat pemulihan ekonomi.
Kedua terkait daya Beli dan Konsumsi Rumah Tangga. PPN berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang menyebabkan kenaikan tarif PPN dapat membebani masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang menjadi motor penggerak konsumsi. Oleh karena itu, penundaan tarif bisa menjadi langkah untuk menjaga stabilitas konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Profil Meutya Hafid, Eks Jurnalis yang Dipanggil Prabowo untuk Perkuat Kabinet Pemerintahannya
Ketiga, mempertimbangkan kondisi Bisnis. Dunia usaha juga membutuhkan dukungan agar tidak terbebani oleh kenaikan pajak di tengah pemulihan pasca-pandemi. Penundaan tarif PPN bisa memberikan ruang bagi sektor swasta untuk tumbuh lebih cepat.
“Penundaan tarif PPN 12 % tentunya akan berdampak pada target penerimaan negara dari sektor pajak, mengingat PPN merupakan salah satu sumber penerimaan yang signifikan,” ujarnya kepada Kontan.
Dua opsi untuk ubah aturan implementasi PPN
Terpisah, pengamat dan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono menyampaikan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen melalui PP.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 4 angka 2 UU HPP yang mengubah ketentuan Pasal 7 ayat (3) UU PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Lebih lanjut pada Pasal 7 ayat (4), rancangan PP yang berisi perubahan tarif PPN harus disampaikan kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Prianto menjelaskan, ada dua opsi untuk mengubah tarif PPN.
Pertama, melalui revisi UU PPN dengan rancangan undang-undang (RUU) baru setelah perubahan pada UU HPP.
Sementara, kedua, dengan menyampaikan rancangan peraturan pemerintah (RPP) ke DPR agar dimasukkan dalam RUU APBN tahun berikutnya.
"Proses revisi UU PPN membutuhkan waktu lama karena harus ada kajian berupa naskah akademik," ujarnya kepada Kontan, Minggu.
Dia menilai, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah pilihan lebih cepat, tetapi harus memenuhi syarat adanya keadaan darurat yang mendesak.
"Saat ini, tidak terlihat adanya kondisi kegentingan yang memaksa," kata Prianto.
| Klaim Diskon Tambah Daya Listrik 50 Persen di PLN Mobile, Berlaku hingga 23 November 2025 |
|
|---|
| Mengurai Kasus Bilqis: Jaringan Penjual Anak, Surat Palsu, dan Penyelamatan di Jambi |
|
|---|
| Budi Arie Prediksi PSI Jadi Partai Besar 2034, Ungkap Alasan Akhirnya Memilih Gerindra |
|
|---|
| Jakarta Diguncang Demo Hari Ini, Aksi Ultras Garuda di Kantor PSSI hingga Mahasiswa Geruduk MK |
|
|---|
| MK Larang Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil, Respons Istana, Polri, dan DPR |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20241015-Faktor-yang-membuat-Prabowo-Menunda-PPN-12-Persen.jpg)