Berita Nasional Terkini
Terjawab! 3 Faktor yang Menjadi Pertimbangan Prabowo untuk Menunda Kenaikan PPN 12 Persen
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025
Pengangguran semakin meningkat
Rencana pemerintah untuk mengerek tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 berpotensi menciptakan sejumlah efek rembetan. Salah satunya ialah penurunan penciptaan lapangan kerja.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan tarif PPN akan mengurangi minat masyarakat untuk mengkonsumsi barang-barang bersifat sekunder serta tersier.
Hal ini selaras dengan harga barang dan jasa yang akan mengalami kenaikan pasca tarif PPN naik.
Dengan menurunnya minat untuk belanja, dampak dari kenaikan tarif PPN tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat, tetapi juga pelaku usaha.
Pasalnya, bakal terjadi penurunan permintaan, dan pada akhirnya menurunkan penjualan pelaku usaha.
Padahal, saat ini kinerja industri sebenarnya sudah mengalami tekanan. Hal ini terefleksikan dari Indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia merosot ke level 49,3 atau berada pada level kontraksi pada Juli 2024, level terendah sejak Agustus 2021.
"Efek lanjutan ketika konsumen mengurangi belanja maka perusahaan bisa menurunkan kapasitas produksi seperti saat ini tercermin dari PMI manufaktur yang berada dibawah level 50," kata Bhima, mengutip dari Kompas.com, Senin (12/8/2024).
Lebih lanjut Bhima bilang, kinerja industri manufaktur yang semakin menurun akan berdampak terhadap kapasitas produksi yang juga berkurang. Pada akhirnya, hal itu akan membuat kebutuhan tenaga kerja pelaku usaha berkurang.
"Ada risiko menyempitnya lapangan kerja dan mendorong angkatan kerja baru sulit cari pekerjaan di sektor formal," ujar Bhima.
Untuk mencegah efek rembetan itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali wacana kenaikan tarif PPN.
Menurutnya, dengan melihat kondisi perekonomian saat ini, pemerintah perlu menunda pelaksanaan aturan kenaikan tarif PPN. Apabila memang akan tetap digulirkan, pemerintah disebut perlu untuk menyiapkan insentif kepada masyarakat.
"Pemanis" diperlukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga, walaupun harga barang dan jasa mengalami kenaikan.
Apalagi, Yusuf bilang, belanja perlindungan sosial (perlinsos) yang disiapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dirancang untuk merespons kondisi krisis di dalam negeri.
Kondisi krisis itu pun bisa didefinisikan ketika terjadi permasalahan di level mikro, seperti pelemahan daya beli masyarakat.
| Klaim Diskon Tambah Daya Listrik 50 Persen di PLN Mobile, Berlaku hingga 23 November 2025 |
|
|---|
| Mengurai Kasus Bilqis: Jaringan Penjual Anak, Surat Palsu, dan Penyelamatan di Jambi |
|
|---|
| Budi Arie Prediksi PSI Jadi Partai Besar 2034, Ungkap Alasan Akhirnya Memilih Gerindra |
|
|---|
| Jakarta Diguncang Demo Hari Ini, Aksi Ultras Garuda di Kantor PSSI hingga Mahasiswa Geruduk MK |
|
|---|
| MK Larang Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil, Respons Istana, Polri, dan DPR |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20241015-Faktor-yang-membuat-Prabowo-Menunda-PPN-12-Persen.jpg)