Horizzon
Tolak Kenaikan PPN
Memang tidak mudah untuk mencoba melibatkan publik kebanyakan terkait isu rencana kenaikan PPN yang sebelumnya sebesar 11 persen menjadi 12 persen
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
Kedua, kebijakan ini juga dikecualikan untuk sejumlah komoditas pokok.
Dengan memberlakukan kebijakan PPN menjadi 12 persen, pemerintah akan memberikan bantuan sosial untuk 16 juta keluarga selama 2 bulan berupa 10 kilogram beras, termasuk diskon biaya listrik untuk daya di bawah 2.200 watt sebesar 50 persen yang juga berlaku selama 2 bulan.
Baca juga: Ingat, IKN Masih di Kaltim!
Narasi yang juga mengiringi rencana kebijakan ini adalah kenaikan PPN 12 persen tidak diberlakukan untuk minyak goreng curah merek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri. Tambahan PPN sebesar 1 persen untuk ketiga jenis barang tersebut akan Ditanggung Oleh Pemerintah (DTP).
Barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran tetap konsisten PPN 0 persen.
Untuk sektor jasa, pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum juga tidak mengikuti kebijakan PPN 12 persen.
Sejumlah pihak khawatir, bansos atau diskon biaya konsumsi listrik yang mengiringi kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen ini tak mampu menyelamatkan daya beli masyarakat menengah dan miskin.
Selain hanya berdurasi dua bulan, yaitu Januari dan Februari, maka efek domino dari kenaikan pajak PPN ini akan semakin memperburuk daya beli masyarakat.
Sebab selain hal-hal spesifik yang dikecualikan, maka untuk pembelian pulsa telekomunikasi, mi instan, baju, seragam sekolah, alat-alat sekolah, peralatan mandi, dan tetek bengek kebutuhan lain dipastikan akan terdongkrak naik sehingga menyulitkan masyarakat kecil.
Baca juga: 3 Kebohongan Paling Epic
Kita paham, sejauh ini pemerintah memang mengandalkan pajak sebagai pilar utama pembiayaan. Sedikitnya, pendapatan dari sektor pajak, termasuk PPN menyumbang 80 persen pendapatan pemerintah untuk pembangunan.
Permasalahannya, kita juga sering mendapati kenyataan ironis bagaimana pejabat kita, utamanya di sektor pajak justru berperilaku yang jauh dari nilai-nilai keadilan.
Sering kita menyaksikan pejabat-pejabat perpajakan memamerkan gaya hidup yang tak menginjak bumi, jauh dari kenyataan hidup pembayar pajak paling taat di negeri ini, yaitu masyarakat menengah dan miskin.
Terakhir, yang juga perlu dikritisi adalah pengelolaan keuangan negara untuk pembangunan yang juga terkadang jauh dari rasa keadilan.
Di Kalimantan Timur, sebagian dari kita bahkan belum secara bulat percaya bahwa pembangunan IKN benar-benar didedikasikan untuk mendongkrak ekonomi di Kalimantan Timur.
Ingat, sudah Rp 72 triliun uang yang bersumber dari pajak digelontorkan untuk IKN yang kita tak pernah tahu masa depannya bagaimana.
Selain itu, kalaupun dilanjutkan, di Kalimantan Timur masih memiliki Kabupaten Mahakam Ulu yang sampai saat ini belum memiliki akses jalan darat.
Tak salah jika semakin ke sini, publik Kalimantan Timur semakin percaya bahwa IKN tak lebih dari sikap arogansi penguasa yang sekadar ingin membangun legacy tanpa visi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.