Berita Kaltim Terkini

DPD GMNI Kaltim Tolak Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Sebut Kampus Bukan Korporasi

DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Timur menolak rencana perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang

TRIBUNKALTIM.CO/RITA LAVENIA
KAMPUS KELOLA TAMBANG - Ilustrasi penggalian batubara. DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Timur menolak rencana perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang, Jumat (31/1/2025). TRIBUNKALTIM.CO/RITA LAVENIA 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA – DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Timur menolak rencana perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang. 

Sekretaris Bidang Jaringan Politik DPD GMNI Kaltim, Boni de Rosari menilai keterlibatan kampus dalam bisnis ekstraktif akan merusak esensi pendidikan tinggi, yang seharusnya berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan bukan pada eksploitasi sumber daya alam.

"Kampus adalah tempat mencetak pemikir kritis, bukan korporasi yang mengejar keuntungan dari sektor tambang. Jika universitas dibiarkan mengelola tambang, ini akan menciptakan konflik kepentingan yang membahayakan independensi akademik," ucapnya Boni dalam pernyataannya, Jumat (31/1/2025)

Boni menilai bahwa wacana pengelolaan tambang oleh kampus merupakan penyimpangan dari fungsi utama perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Baca juga: Wacana Kampus Kelola Tambang, BEM KM Unmul: tak Yakin UKT Jadi Murah, Beda Respons Rektorat

Ia mengingatkan bahwa universitas harus menjadi benteng perlawanan terhadap eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, bukan malah terlibat di dalamnya.

Dirinya pun menyebut bahwa ada potensi besar terjadinya penyalahgunaan wewenang jika kampus diberikan izin untuk mengelola tambang.

 "Alih-alih menjadi pusat inovasi, kampus bisa berubah menjadi alat bagi kepentingan bisnis tertentu. Ini sangat berbahaya karena bisa mengikis integritas akademik dan menjadikan mahasiswa sebagai tenaga kerja murah bagi industri," ujarnya.

Menurutnya, isu kebijakan tersebut juga berisiko menciptakan ketimpangan dalam dunia pendidikan.

Yang mana Perguruan tinggi yang memiliki akses ke tambang bisa mendapatkan keuntungan finansial besar, sementara bagi Universitas lain yang tidak memiliki sumber daya semacam itu akan tertinggal. 

Hal ini dapat memperparah ketidakadilan dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Selain itu, ia mengingatkan bahwa keterlibatan kampus dalam sektor tambang dapat menurunkan kualitas riset akademik. 

"Bagaimana kita bisa berharap ada penelitian objektif mengenai dampak lingkungan pertambangan jika universitas sendiri memiliki kepentingan bisnis di dalamnya? Independensi akademik bisa hancur," kata Boni.

Dari perspektif lingkungan, ia juga menilai bahwa kampus seharusnya menjadi pelopor dalam memperjuangkan keberlanjutan, bukan malah ikut serta dalam industri yang selama ini dikritik karena merusak alam. 

Ia menyebut bahwa Indonesia masih memiliki banyak masalah akibat eksploitasi tambang yang tidak terkendali, mulai dari deforestasi hingga pencemaran sungai dan tanah.

Tidak hanya itu dirinya juga menyoroti dampak sosial dari kebijakan ini, terutama terhadap masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan. 

"Sudah banyak kasus di mana masyarakat kehilangan tanahnya karena ekspansi tambang. Jika kampus ikut serta, apakah mereka akan lebih berpihak pada rakyat atau justru menjadi bagian dari masalah?" ujarnya.

Baca juga: Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU, Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved