Horizzon
Memaknai Absurditas Kunjungan Gibran
Butuh berpikir cukup keras untuk mencoba memaknai kunjungan singkat Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden RI ke Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
Alhasil, selain bagi-bagi kaus dan juga melayani swafoto dengan warga masyarakat, nyaris tak ada pesan kuat yang ditinggalkan dari rangkaian kunjungan tersebut.
Kalaupun dipaksakan, media lokal terpaksa harus mengutip pernyataan basa-basi yang disampaikan Gubernur atau Walikota Samarinda atas kunjungan tersebut.
"Terima kasih, kita apresiasi bagaimana RI-2 memberikan perhartian terkait pembangunan di Kalimantan Timur," begitu kira-kira statement basa-basi yang bisa diperoleh dari walikota atau gubernur terkait kunjungan Gibran.
Baca juga: Membaca Upaya Cerdas Memperpanjang Narasi IKN
Agar juga tidak mengatakan bahwa kunjungan Gibran benar-benar sebuah langkah absurd dari seorang wakil presiden, boleh jadi kita coba ajukan pertanyaan kenapa Gibran tak mampir ke IKN?
Pertanyaan ini tentu jauh lebih menarik untuk diuji daripada mencari makna dari tiga lokasi kunjungan yang semuanya dibiayai oleh APBD.
Apalagi, IKN yang tahun sebelumnya seolah menjadi barang dan isu paling penting di negeri ini dalam posisi terancam.
Kita tahu, di pengujung kepemimpinan Joko Widodo, IKN seolah dipaksakan untuk menjadi pembicaraan publik setiap hari.
Acara-acara yang tak begitu penting pun seolah coba dipaksakan untuk digelar di IKN yang sejujurnya belum siap untuk 'diperkosa' seradikal itu.
Sementara ketika muncul isu pemangkasan anggaran termasuk ini juga dialami oleh IKN, Gibran yang seolah menjadi garansi Jokowi agar legacy yang ia ciptakan bermama IKN akan dilanjutkan, justru tidak singgah ke IKN. Ini tentu menjadi sesuatu yang menarik.
Baca juga: Ingat, IKN Masih di Kaltim!
Kenapa Gibran tidak mencoba berpura-pura ke IKN untuk memelihara mimpi masyarakat Kaltim yang sejak awal diiming-imingi bahwa IKN akan menjadi jilid ketiga perekonomian Kaltim?
Kenapa Gibran tidak mampir ke IKN, sehingga muncul narasi atau semiotika sikap bahwa pemerintah pusat masih akan melanjutkan proyek ini?
Atau, jangan-jangan tesa tersebut menjadi benar ketika dibaca sebaliknya, yaitu Gibran sengaja ke Samarinda dan tidak singgah ke IKN adalah sebuah pesan kuat bahwa masa depan proyek IKN berakhir dengan tanda tanya besar.
Sekali lagi jika tesa tersebut benar, maka hal tersebut tentu bukan sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh Gibran.
Selain kita masih boleh meragukan kematangan semiotika politik wakil presiden yang usianya belum genap 40 tahun ini, maka itu berarti mematikan harapan Joko Widodo yang menginginkan IKN sebagai legacy yang ditinggalkan.
Baca juga: Terima Kasih Pak Jokowi
Untuk menutupi keraguan ini, kita jadi ingat ketika pertengahan Juni 2024 Rocky Gerung juga tiba-tiba berkjunjung ke Balikpapan dan hanya sekadar mem-bully IKN.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.