Berita Nasional Terkini

Jusuf Kalla sebut 4 Pulau yang Masuk Sumut Milik Aceh, Ada Sejarah dan UU, KepMendagri Cacat Formil

Jusuf Kalla menyebut 4 pulau masuk Sumut adalah milik Aceh. Sudah sesuai dengan sejarah dan UU-nya. Keputusan Mendagri dinilai cacat formil.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.com/Tria Sutrisna-ChatGPT
4 PULAU ACEH - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (kanan) bersama Perwakilan Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Helsinki Sofyan Djalil (kiri) saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025). Inzet: gambar ilustrasi dengan ChatGPT terkait 4 pulau Aceh yang kini jadi kemelut usai ditetapkan Mendagri masuk wilayah Sumut. Jusuf Kalla menyebut 4 pulau masuk Sumut adalah milik Aceh. Sudah sesuai dengan sejarah dan UU-nya. Keputusan Mendagri dinilai cacat formil. (KOMPAS.com/Tria Sutrisna-ChatGPT) 

TRIBUNKALTIM.CO - Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memasukkan 4 pulau milik Aceh yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar (Mangkir Gadang) dan Pulau Mangkir Kecil (Mangkir Ketek) masuk wilayah Sumatera Utara (Sumut) menjadi sorotan. 

Wakil Presiden ke-10 dan ke-13, Jusuf Kalla menilai Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmen) yang menetapkan 4 pulau milik Aceh ini masuk wilayah Sumut dinilai cacat formil.

Dalam pernyataan terbarunya, Jusuf Kalla mengungkap sejarah dan UU yang menyebutkan 4 pulau tersebut adalah milik Aceh, sehingga Kepmendagri yang menetapkan masuk wilayah Sumut tidak sesuai dengan Undang-undang yang sudah ada sebelumnya.  

Selanjutnya, Jusuf Kalla menjelaskan keempat pulau itu secara historis masuk wilayah Aceh jika merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1956 yang mengatur pemisahan Aceh dari Sumut.

Baca juga: DPR Minta Tito Karnavian Jangan Buat Kegaduhan di Aceh dan Cabut SK 4 Pulau, JK: Ini Soal Harga Diri

Jumat (13/6/2025) saat ditemui di kediamannya, Jusuf Kalla mengatakan, “Di UU tahun 1956, ada UU tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno yang intinya adalah, dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara, banyak residen.

Kemudian Presiden, karena kemudian ada pemberontakan di sana, DI/TII, maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus.”

Menurut Jusuf Kalla, beleid tersebut juga menjadi acuan dan rujukan saat pemerintahan Indonesia menandatangani perjanjian Helsinki dengan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005.

Ketika itu, JK selaku Wakil Presiden RI mendorong adanya dialog untuk menyelesaikan konflik dengan GAM dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

“Karena banyak yang bertanya, membicarakan tentang pembicaraan atau MoU di Helsinki. Karena itu saya bawa MoU-nya.

Mengenai perbatasan itu, ada di poin 1.1.4, yang berbunyi 'Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956.

Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ungkap Pak JK.

 “Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten yang ada, berapa itu kabupatennya, itu. Jadi formal,” kata Pak JK.

Pak JK pun lantas menyinggung keputusan pemerintah menetapkan keempat pulau tersebut sebagai wilayah Sumut karena persoalan jarak yang lebih dekat.

Menurutnya, hal tersebut tidak bisa serta-merta menjadi rujukan karena ada aspek sejarah yang juga harus dipertimbangkan.

“Dalam sejarahnya, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil. Itu secara historis, sudah dibahas di Kompas oleh tulisannya siapa lupa, bahwa itu secara historis memang masuk Aceh, Aceh Singkil,” ungkap Pak JK.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved