Peran Ayah dalam Pengasuhan, Kunci Melahirkan Generasi Terbaik

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak sering kali dipandang sebagai pelengkap semata. Padahal, kehadiran ayah dalam proses tumbuh kembang anak.

HO/TANOTOFOUNDATION
MENGASUH ANAK - Andika Simamora, Tanoto Fellow. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak sering kali dipandang sebagai pelengkap semata. (HO/TANOTOFOUNDATION) 

Oleh:  Andika Simamora, Tanoto Fellow

TRIBUNKALTIM.CO - Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak sering kali dipandang sebagai pelengkap semata.

Padahal, kehadiran ayah dalam proses tumbuh kembang anak bukan sekadar soal peran keluarga, melainkan bagian dari pemenuhan hak anak yang fundamental.

Sayangnya, realitas di lapangan masih menunjukkan kesenjangan besar.

Riset Tanoto Foundation bersama School of Parenting (2024) mencatat bahwa 31,8 persen ayah di Indonesia tidak terlibat dalam pengasuhan anak.

Angka ini menjadi alarm serius.

Baca juga: 8 Manfaat Rumah Anak Sigap Tanoto Foundation bagi Orang Tua dan Anak di Kukar

Ketiadaan peran ayah berdampak langsung pada tumbuh kembang anak—mulai dari keterlambatan kognitif, gangguan sosial-emosional, hingga risiko peningkatan perilaku agresif dan depresi.

Ada banyak faktor yang menyumbang pada minimnya peran ayah.

Budaya patriarki yang menempatkan laki-laki semata-mata sebagai pencari nafkah, belum adanya kebijakan cuti ayah yang layak, hingga stigma sosial bahwa laki-laki yang terlibat dalam pengasuhan dianggap kurang maskulin.

Tak kalah penting, minimnya komunitas atau ruang aman bagi para ayah untuk berbagi pengalaman menjadi tantangan tersendiri.

Padahal, Konvensi Hak Anak PBB pasal 9 dengan jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas pengasuhan dari kedua orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya.

Baca juga: Tanoto Foundation Pantau Tumbuh Kembang Lewat Lewat Rumah Anak Sigap di Loa Kulu Kukar

Pengasuhan yang seimbang antara ayah dan ibu merupakan hak, bukan bonus.

Lebih lanjut, hak anak sendiri mencakup empat aspek utama: hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi.

Semua ini dimulai sejak masa kehamilan, khususnya di periode emas 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)—dari masa kandungan hingga usia dua tahun. 

Pada masa ini, ketersediaan nutrisi yang memadai, perlindungan, serta interaksi responsif antara anak dan pengasuh menjadi fondasi perkembangan otak, sosial, dan emosinya (Unicef, 2017).

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved