Berita Kukar Terkini

RDP Komisi I DPRD Kukar dengan Pedagang Pasar Tangga Arung, Bahas Polemik Retribusi Pasar

RDP antara Komisi I DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) dan sejumlah perwakilan pedagang Pasar Tangga Arun

TRIBUNKALTIM.CO/PATRICK VALLERY SIANTURI
RAPAT DENGAR PENDAPAT - suasana RDP perwakilan pedagang Pasar Tangga Arung berlangsung hangat pada Jumat(1/8/2025). Ia menjelaskan niat para pedagang untuk membayar tetap ada, namun kondisi ekonomi yang belum pulih membuat mereka butuh kebijakan yang lebih berpihak.(TRIBUNKALTIM.CO/PATRICK VALLERY SIANTURI) 

Terkait pola penagihan yang dianggap tidak sesuai prosedur, Syahrudin menuturkan keresahan yang timbul akibat batas waktu pembayaran dan ancaman penghapusan data pedagang.

“Dari pihak dinas, katanya batas waktu pembayaran sampai Agustus ini. Kalau tidak, nama kami akan dihapus, atau bahkan dicoret dari daftar pedagang. Ini yang membuat kami resah.” tuturnya.

Ia juga mengangkat dugaan pungutan liar (pungli) karena proses penagihan dilakukan tanpa dokumen resmi yang seharusnya dikeluarkan oleh instansi pemerintah.

“Terlebih lagi, ada isu yang ramai di media sosial tagihan retribusi hanya ditulis di secarik kertas, tanpa kop surat, tanpa blanko resmi. Tidak ada karcis atau bukti resmi lainnya. Ini yang menimbulkan kecurigaan.” jelasnya.

Menurutnya, penagihan yang dilakukan tanpa bukti resmi justru berpotensi merugikan pedagang dalam jangka panjang.

“Seandainya kami membayar, harusnya ada karcis resmi yang menunjukkan berapa jumlah yang kami bayar setiap bulan. Tapi kenyataannya, karcis itu sudah tidak berlaku lagi selama beberapa tahun terakhir.” ucapnya.

Ia bahkan menyebutkan pencatatan selama ini hanya dilakukan secara manual tanpa standar administrasi yang jelas.

“Catatan yang kami terima hanya berupa tulisan tangan, kira-kira sejak 2023. Sekarang kami diminta untuk tertib bayar pajak, tapi dari pihak penagih sendiri tidak tertib administrasi.” jelasnya.

Syahrudin pun menutup pernyataannya dengan seruan agar semua pihak menjalankan aturan secara adil.

“Artinya, jangan hanya kami yang dituntut patuh aturan. Mereka yang menagih juga harus mengikuti aturan, harus transparan.” katanya.

Ia juga menyoroti potensi hilangnya data pembayaran jika tidak dicatat secara resmi.

“Kami juga mempertanyakan kalau catatan pembayaran hanya dipegang masing-masing pihak, tanpa dokumen resmi, bagaimana kalau catatan itu hilang? Apakah pembayaran kami dianggap sah?” pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved