Berita Kaltim Terkini
Suara Legislator Bontang, Kutim dan Kaltim Respons Polemik Kampung Sidrap, Ada Dugaan Pidana Mencuat
Tengok suara legislator Bontang, Kutim dan Kaltim respons polemik Kampung Sidrap yang tengah jadi sorotan, usai gagalnya mediasi Pemprov Kaltim.
Penulis: Kun | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO – Tengok suara legislator Bontang, Kutim dan Kaltim respons polemik Kampung Sidrap yang tengah jadi sorotan.
Usai gagalnya mediasi yang dilakukan Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud baru-baru ini.
Proses hukum polemik tapal batas Bontang-Kutim itu lanjut ke Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut menuai beragam reaksi, tak terkecuali para wakil rakyat baik DPRD Bontang, DPRD Kutim dan DPRD Kaltim.
Bahkan, legislator Kutim membeberkan adnya dugaan tindak pidana yang mencuat, lantaran 3 ribu warga Kutim diketahui ber-KTP Bontang, selengkapnya ada dalam artikel ini.
Baca juga: Polemik Sidrap, Ketua DPRD Kutim Tegaskan Status Hukum dan Soroti Dugaan Pelanggaran Administrasi
Legislator Bontang: Ini Soal Kemanusiaan
Persoalan sengketa tapal batas Dusun Sidrap kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) terhitung sejak 13 Agustus 2025.
Ketua Komisi A DPRD Bontang, Heri Keswanto, berharap MK dapat objektif melihat persoalan ini dan mengabulkan permohonan Pemerintah Kota Bontang agar Sidrap masuk wilayah Bontang.
Heri menilai, mediasi terakhir yang digelar Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, di RT 24, Desa Martadinata, Dusun Sidrap, Kabupaten Kutai Timur, mengungkap banyak fakta.
Salah satunya kondisi infrastruktur, pendidikan, ekonomi, dan sosial masyarakat di Sidrap yang dinilai jauh tertinggal. Meksi demikian tidak ada kesepakatan yang tercapai
“Ini bukan hanya soal infrastruktur. Ini soal kemanusiaan,” tegas politisi Gerindra itu, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, warga Sidrap selama ini lebih dekat secara akses dengan Bontang.
Layanan pendidikan, kesehatan, hingga administrasi sosial jauh lebih mudah dijangkau dari Bontang dibanding Kutai Timur.
Heri menegaskan, fokus perjuangan DPRD saat ini adalah Sidrap, meski keluhan serupa juga disampaikan warga desa perbatasan lain yang merasa pembangunan dari Kutim tidak merata.
Fakta di lapangan menunjukkan, sebagian besar anak Sidrap bersekolah di SMP dan SMA di Bontang, pasien lebih cepat dirujuk ke RSUD Taman Husada Bontang, dan pasar Bontang menjadi tujuan utama warga untuk memenuhi kebutuhan pokok.
“Kami akan hormati keputusan hukum. Tapi kalau hasilnya belum sesuai harapan, perjuangan belum selesai,” pungkas Heri.
3 Ribu Warga Kutim ber-KTP Bontang
Polemik status wilayah Dusun Sidrap yang diusulkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang untuk masuk ke wilayah administratifnya belum menemukan titik temu, meskipun Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudi Mas’ud telah melakukan mediasi langsung di lokasi.
Persoalan ini kian melebar, memunculkan perdebatan soal batas wilayah, administrasi kependudukan, dan dampaknya terhadap kesempatan kerja warga.
Untuk diketahui, konflik mengenai Kampung Sidrap adalah salah satu sengketa tapal batas paling kompleks di Kalimantan Timur, melibatkan dua daerah yaitu Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Lokasi Kampung Sidrap terletak di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, wilayah ini secara administratif masuk dalam Kutim.
Namun, secara fungsional dan pelayanan publik, warga Sidrap lebih banyak bergantung pada Kota Bontang.
Terdapat sekitar 3.195 jiwa yang memegang identitas kependudukan Bontang, meski secara hukum masih tercatat sebagai warga Kutim.
Baca juga: DPRD Kaltim Kawal Konflik Tapal Batas Bontang–Kutim, Sengketa Sidrap Dibawa ke MK
Gubernur Kaltim, Rudy Masud sempat menyampaikan soal de facto dan de jure terkait posisi Dusun Sidrap, dimana secara de facto dikelola oleh Kota Bontang.
Tetapi, pernyataan ini memicu tanggapan keras Ketua DPRD Kutim, Jimmi.
Sebab menurut Jimmi, pernyataan gubernur soal Sidrap secara de jure berada di wilayah Kutim namun secara de facto dikelola Kota Bontang, berpotensi menimbulkan kerancuan dan menyesatkan publik.
"Masalah Kampung Sidrap bukan konflik wilayah seperti perang yang diperebutkan. Ini wilayah aman yang sudah diatur dalam UU (Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999. Ditambah lagi diperkuat oleh Permendagri Nomor 25 Tahun 2005. Jadi ini sudah sangat jelas," tegas Jimmi, Rabu (13/8/2025).
Jimmi juga menyoroti dugaan pelanggaran administrasi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bontang yang tetap menerbitkan KTP bagi warga Sidrap.
Baca juga: Nasib Dusun Sidrap Ditentukan MK, Mediasi Sengketa Tapal Batas Kutai Timur dan Bontang Gagal
Oleh sebab itu, ia meminta kepada Disdukcapil Kutai Timur dan Bontang agar menyelesaikan permasalahan tersebut secara administratif dan hukum.
"Ini jelas pelanggaran administrasi. Bontang sendiri mengakui salah, tapi tetap menerbitkan KTP. Jika ini terus dibiarkan, bisa masuk ranah pidana karena termasuk pemalsuan data," tegasnya lagi.
Isu ini semakin memanas setelah muncul data bahwa sekitar 3.000 warga ber-KTP Bontang.
Kepala Desa Martadinata, Sutrisno, menjelaskan bahwa mereka tidak hanya berasal dari Dusun Sidrap, tetapi juga dari Desa Danau Redan, Suka Damai, Kandolo, hingga Desa Teluk Pandan.
Menurut Sutrisno, sebagian besar warga memilih ber-KTP Bontang demi memenuhi syarat kerja, karena Pemkot Bontang memiliki regulasi khusus terkait penerimaan tenaga kerja lokal.
Baca juga: Sengketa Tapal Batas Sidrap Bontang dan Kutim Mandek, Keputusan Kini di Tangan MK
"Alasan warga memilih ber-KTP Bontang, Pemkot Bontang punya regulasi sendiri terkait penerimaan tenaga kerja lokal," imbuhnya.
Sehingga, agar bisa bekerja di Kota Bontang, kebanyakan warga memilih pindah KTP Bontang.
Padahal, banyak juga warga ber-KTP Bontang bekerja di perusahaan yang ada di wilayah Kutai Timur, misalnya di PT Indominco yang berada di Kecamatan Teluk Pandan.
Diberitakan sebelumnya, hasil mediasi Gubernur Kaltim, Rudi Masud terkait usulan Pemkot Bontang kepada Pemkab Kutkm agar Dusun Sidrap masuk ke Kota Bontang sepakat tidak disepakati.
Sehingga, persoalan tersebut akan dikembalikan lagi kepada Mahkamah Konstitusi.
DPRD Kaltim: Tunggu Hasil Sidang MK
Konflik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas setelah mediasi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) gagal mencapai kesepakatan.
Sengketa wilayah Kampung Sidrap, Desa Martadinata, kini resmi dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diputuskan secara hukum.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyebut kedua belah pihak telah “sepakat untuk tidak sepakat”, sehingga penyelesaian jalur mediasi tak lagi memungkinkan.
“Kita menunggu hasil sidang MK. Apakah Kampung Sidrap masuk ke wilayah Bontang atau Kutim?” ujarnya seusai menghadiri kegiatan di Kampung Sidrap, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Nasib Dusun Sidrap Ditentukan MK, Mediasi Sengketa Tapal Batas Kutai Timur dan Bontang Gagal
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui putusan sela telah menugaskan Gubernur Kaltim untuk memediasi kedua daerah.
Mediasi pertama di Jakarta pada 31 Juli 2025 lalu tak membuahkan hasil, dan verifikasi lapangan di Sidrap pun gagal menyatukan sikap kedua pihak.
Hasanuddin menegaskan, sengketa batas wilayah bukan hanya soal garis peta, tetapi juga menyangkut kejelasan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.
“Faktanya, warga Kampung Sidrap lebih banyak menerima layanan dari Kota Bontang, baik pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Bahkan aktivitas harian mereka bergantung pada fasilitas milik Pemkot Bontang,” jelasnya.
Baca juga: Warga Kampung Sidrap di Antara Peta dan Kenyataan: 22 Tahun Hidup di Wilayah yang Tak Pernah Memeluk
Ia memastikan DPRD Kaltim akan mengawal agar proses ini berjalan transparan, akuntabel, dan aspiratif.
Sementara itu, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, menolak wacana penggabungan Kampung Sidrap ke Bontang.
Menurutnya, pemerintah daerah memiliki kewajiban hukum untuk tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayah administrasinya.
“Tanggung jawab kepala daerah itu wajib hukumnya. Dan ini akan terus kami lakukan,” tegas Ardiansyah.
Baca juga: Sengketa Tapal Batas Sidrap Bontang dan Kutim Mandek, Keputusan Kini di Tangan MK
Di pihak lain, Walikota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan aspirasi warga menjadi dasar sikap Pemkot Bontang.
Ia menyebutkan ada tujuh RT dengan luas sekitar 164 hektare yang menginginkan bergabung ke Bontang.
“Kami memohon keikhlasan dari Bapak Bupati Kutim agar wilayah ini masuk ke Bontang. Tanpa kepastian hukum, pembangunan infrastruktur sulit dilakukan,” kata Neni.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, memastikan seluruh unsur terkait, baik pusat maupun daerah, termasuk tokoh masyarakat Kampung Sidrap, telah dilibatkan dalam proses mediasi.
Baca juga: Gubernur Kaltim Rudy Masud: Kita Duduk Bersama Cari Solusi Konflik Tapal Batas Kampung Sidrap
Namun, dengan tidak tercapainya kesepakatan, sengketa ini dipastikan akan bergulir kembali di Mahkamah Konstitusi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.