Berita Nasional Terkini
Respons Jokowi soal Usulan Soeharto dan Gus Dur jadi Pahlawan Nasional
Respons Jokowi soal Gus Dur dan Soeharto diusulkan jadi pahlawan nasional menarik perhatian publik setelah wacana ini menuai reaksi pro dan kontra
Usulan Resmi dari Kementerian Sosial
Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur berawal dari langkah Kementerian Sosial (Kemensos) yang pada Kamis (24/10/2025) menyerahkan 40 nama tokoh kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menjelaskan bahwa proses pengajuan nama-nama calon pahlawan ini telah melewati berbagai tahapan panjang, mulai dari tingkat kabupaten dan kota, melibatkan masyarakat setempat, ahli sejarah, hingga peneliti independen.
“Karena memang sebelumnya harus diproses lewat kabupaten kota bersama masyarakat setempat, ahli sejarah, dan juga tentu ada bukti-bukti yang menyertai dari proses itu,” ujar Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta.
“Kemudian dibawa ke tingkat provinsi, di tingkat provinsi dibawa ke Kementerian Sosial. Setelah lewat Kementerian Sosial diproses lagi baru naik ke Dewan Gelar,” sambungnya.
Gus Ipul juga menegaskan bahwa daftar 40 tokoh tersebut terdiri dari empat usulan baru tahun 2025, enam belas usulan tunda tahun 2024, serta dua puluh usulan lama periode 2011–2023 yang dinilai memenuhi syarat administratif dan historis untuk diajukan kembali. Dua nama yang paling menonjol di antara daftar tersebut adalah Soeharto dan Gus Dur.
Selain keduanya, ada pula sejumlah nama lain seperti Marsinah—aktivis buruh asal Jawa Timur yang gugur memperjuangkan hak-hak pekerja pada 1990-an—serta tokoh-tokoh sejarah daerah seperti KH. Muhammad Yusuf Hasyim, KH. Abbas Abdul Jamil, Jenderal (Purn) Ali Sadikin, hingga Prof. Mochtar Kusumaatmadja.
Pro-Kontra Publik dan Penolakan dari Kalangan Aktivis
Namun, di balik usulan tersebut, muncul gelombang penolakan dari berbagai kelompok masyarakat sipil, terutama terkait nama Soeharto.
Penolakan ini mencuat setelah sekitar 500 aktivis dan akademisi mendeklarasikan penolakan mereka di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/11/2025).
Aktivis hak asasi manusia (HAM) sekaligus Direktur Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, menyatakan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto harus dibatalkan.
“Pada dasarnya, kami menyatakan bahwa gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto harus dibatalkan,” ujarnya.
“Saudara Presiden (Prabowo) harus menolak itu, menolak usulan gelar pahlawan yang diajukan oleh Dewan Gelar di dalam pemerintahan,” lanjut Usman Hamid.
Usman memaparkan empat alasan utama mengapa koalisi masyarakat sipil menolak pengusulan tersebut.
Pertama, masa pemerintahan Soeharto selama 32 tahun dianggap diwarnai pelanggaran hak asasi manusia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251014_Jokowi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.