Berita Nasional Terkini
Respons Jokowi soal Usulan Soeharto dan Gus Dur jadi Pahlawan Nasional
Respons Jokowi soal Gus Dur dan Soeharto diusulkan jadi pahlawan nasional menarik perhatian publik setelah wacana ini menuai reaksi pro dan kontra
Kedua, terdapat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela di era Orde Baru.
Ketiga, terjadi pemberangusan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, hingga kebebasan akademik.
“Dan yang terakhir adalah adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi selama pemerintahan Soeharto,” tegas Usman.
Penolakan juga datang dari partai politik seperti PDI Perjuangan (PDI-P). Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, menilai bahwa Soeharto memiliki banyak catatan pelanggaran HAM yang membuatnya tidak layak diganjar gelar pahlawan nasional.
Sebaliknya, partai seperti Golkar tetap kukuh mendukung usulan tersebut dengan alasan jasa Soeharto dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional selama masa pemerintahannya.
Peran Dewan Gelar dan Proses Penetapan
Setelah nama-nama diusulkan oleh Kementerian Sosial, proses selanjutnya berada di tangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) yang diketuai oleh Fadli Zon.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3/TK/2025, dewan ini beranggotakan sejumlah tokoh lintas bidang seperti Prof. Susanto Zuhdi (sejarawan), Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Letjen TNI (Purn) Djamari Chaniago, Prof. Agus Mulyana, Prof. Nasaruddin Umar, dan Jenderal Polisi (Purn) Sutarman.
Fadli Zon menegaskan bahwa penolakan publik terhadap salah satu calon pahlawan merupakan masukan yang akan tetap dipertimbangkan, namun jasa-jasa besar tokoh yang diusulkan juga harus dinilai secara objektif.
“Itu masukan, tapi jasa-jasanya luar biasa,” ujarnya dalam pernyataan terpisah.
Proses penilaian oleh Dewan GTK tidak hanya mempertimbangkan faktor historis, tetapi juga bukti konkret tentang kontribusi tokoh terhadap bangsa, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada warga negara Indonesia yang semasa hidupnya berjasa luar biasa bagi bangsa dan negara serta tidak pernah melakukan tindakan yang mengkhianati kepentingan nasional.
Meski perdebatan mengenai kelayakan Soeharto masih berlangsung, Jokowi mengajak masyarakat untuk menghormati semua proses dan perbedaan pandangan. Menurutnya, setiap pemimpin memiliki sisi positif dan negatif, dan sejarah akan menilai berdasarkan keseimbangan di antara keduanya.
“Dan kita semuanya harus menghargai itu, dan kita sadar setiap pemimpin pasti ada kelebihan dan pasti ada kekurangan,” ucapnya lagi.
Dengan demikian, perdebatan tentang pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur bukan hanya sekadar soal penghargaan, tetapi juga refleksi terhadap perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam menilai sejarah, jasa, serta luka yang pernah terjadi. Proses ini diharapkan tetap mengedepankan prinsip keadilan, objektivitas, dan penghormatan terhadap nilai-nilai demokrasi yang dijaga bersama.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251014_Jokowi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.