Berita Nasional Terkini
ICW Kritisi Ide Presiden Prabowo Subianto soal Pengalihan Dana Koruptor ke Program Populis
Kali ini ICW memperingatkan bahaya ide Presiden Prabowo Subianto soal pengalihan dana koruptor ke program populis.
Ringkasan Berita:
- Dana rampasan itu juga diklaim cukup untuk membiayai pembangunan 600 kampung nelayan modern;
- Dana Koruptor untuk Rakyat yang disuarakan Presiden Prabowo sontak mengundang badai kritik;
- Tentunya, uang pengganti yang dibebankan kepada koruptor memiliki esensi pemulihan.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Kali ini ICW memperingatkan bahaya ide Presiden Prabowo Subianto soal pengalihan dana koruptor ke program populis.
Istana telah mengumumkan strategi ekonomi baru yang berani, sebuah janji politik yang terdengar seperti kisah dongeng modern, merampas harta para penjahat kerah putih untuk menyejahterakan rakyat.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa dana hasil rampasan koruptor tidak boleh dibiarkan membeku di kas negara, melainkan harus segera diinjeksi ke jantung program-program pembangunan.
Presiden Prabowo, pada 20 Oktober 2025, memberikan gambaran spesifik.
Ia menyebut uang segar Rp13 triliun dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang diserahkan Kejaksaan Agung dapat menjadi solusi kilat.
Baca juga: Bantah Korupsi Dana Jamrek Tambang di Kaltim, Dirut CV Arjuna Ungkap Sosok yang Mencairkan Uangnya
"Rp13 triliun ini kita bisa memperbaiki, merenovasi 8.000 sekolah lebih," ujar Prabowo Subianto.
Lompatan ambisius ini tidak berhenti di ruang kelas. Dana rampasan itu juga diklaim cukup untuk membiayai pembangunan 600 kampung nelayan modern, mengisi pundi-pundi beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), bahkan diisyaratkan mampu membantu melunasi utang proyek megah, Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Teranyar, dalam peluncuran Digitalisasi Pembelajaran di Bekasi (17 November 2025), Presiden Prabowo Subianto memastikan program ambisius pengadaan Panel Interaktif Digital (smartboard) untuk semua kelas akan dibiayai dari hasil perburuan para maling uang negara.
"Nanti maling-maling kita akan kejar semua itu, supaya anak-anak kita pintar-pintar," tegasnya, menempatkan koruptor sebagai sumber pendanaan pendidikan digital.
Jebakan Konsep 'Uang Bertuan'
Namun, gagasan "Dana Koruptor untuk Rakyat" yang disuarakan Presiden Prabowo sontak mengundang badai kritik dari kalangan pemerhati hukum dan pendidikan.
Mereka mempertanyakan: apakah uang rampasan hasil kejahatan benar-benar dana bebas-pakai?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, membantah keras narasi bahwa dana tersebut adalah dana "tidak bertuan."
Menurutnya, uang pengganti yang dibebankan kepada koruptor memiliki esensi pemulihan.
Ia mencontohkan kasus-kasus korupsi pertambangan yang menetapkan uang pengganti berdasarkan kalkulasi kerugian ekologis dan kerusakan alam yang nyata.
Baca juga: 4 Bos Perusahaan Swasta Divonis 4 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Impor Gula
"Uang pengganti seharusnya diprioritaskan untuk memulihkan kerusakan yang ditimbulkan dari kasus korupsinya sendiri," kata Yassar.
ICW khawatir, pengalihan dana ini akan menciptakan ilusi bahwa uang tersebut dapat digunakan sembarangan untuk program lain, padahal mestinya dana itu menjadi obat penawar bagi kerugian spesifik yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut.
Prioritas Pendidikan yang Salah Arah
Kritik tajam lain datang dari Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji.
Ubaid mempertanyakan janji manis pendanaan pendidikan dari sumber tak terduga ini, mengingat rekam jejak pengelolaan anggaran pendidikan yang dinilai belum optimal.
Ubaid menyoroti bahwa alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan selama ini justru terserap oleh program yang dinilai tidak mendasar dan mendesak, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), sekolah kedinasan, dan kini pengadaan smartboard.
Sementara itu, masalah fundamental seperti akses sekolah anak miskin, renovasi sekolah roboh, dan kesejahteraan guru masih terabaikan.
Baca juga: Aparatur Desa Bumi Etam Kutim Ditahan Kejari, Terjerat Dugaan Korupsi APBDes Rp2,1 Miliar
"Yang jelas-jelas ada uang di depan mata saja kebijakan presiden tidak pro pendidikan, apalagi ini yang tidak jelas sumbernya," sindir Ubaid.
JPPI menilai, rencana mendanai pendidikan dari uang hasil korupsi adalah cara pandang yang jelas melecehkan amanah UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mereka meminta pemerintah memahami esensi konstitusi dan tidak menentukan kebijakan pendidikan dengan "salah arah."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Catatan Untuk Ide Biayai Pendidikan Pakai Aset Koruptor
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251014_prabowo-ke-mesir.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.