OPINI

Kaltim Berkelanjutan: Menambang Nilai, Bukan Bumi

Di era transisi menuju ekonomi hijau, Kaltim dihadapkan pada pilihan yakni melanjutkan pola lama mengekstraksi alam atau menemukan jalan baru.

HO
Syahrul Karim, Dosen Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Balikpapan 

Angka ini menunjukkan hampir separuh ekonomi provinsi bergantung pada sumber daya tak terbarukan. 

Total nilai PDRB Kaltim pada 2024 tercatat sekitar Rp858,4 triliun, di mana Rp329 triliun di antaranya berasal dari sektor tambang dan penggalian.

Ketergantungan sebesar itu membuat perekonomian Kaltim sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan ancaman resource depletion. 

Ketika harga batu bara anjlok, pendapatan daerah ikut menurun drastis. Kondisi ini juga menimbulkan risiko sosial berupa pengangguran musiman dan ketimpangan antarwilayah. 

Sebaliknya, sektor pariwisata, meski kontribusinya masih kecil menyimpan potensi besar untuk menjadi pilar ekonomi baru. 

Dinas Pariwisata Kaltim (2024) mencatat, nilai ekonomi sektor pariwisata tahun 2023 mencapai Rp9,14 triliun, naik hampir 12 persen dibanding tahun sebelumnya. 

Meski hanya menyumbang sekitar 1–2 persen terhadap total PDRB, tren ini menunjukkan momentum positif bagi diversifikasi ekonomi.

Data kunjungan wisata juga menggembirakan, tahun 2024, wisatawan nusantara mencapai sekitar 9,3 juta kunjungan, sementara wisatawan mancanegara mulai meningkat kembali pasca pandemi. 

Angka ini membuktikan bahwa pariwisata bukan sekadar pelengkap ekonomi, tetapi potensi utama jika dikembangkan dengan visi keberlanjutan.

Kaltim memiliki kekayaan ekowisata kelas dunia. Pulau Maratua, Danau Labuan Cermin, Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Taman Nasional Kutai (TNK) dan Kawasan Mangrove Balikpapan hanyalah sebagian kecil dari potensi besar yang belum tergarap maksimal. 

Dengan strategi tata kelola yang bijak, pariwisata dapat menjadi tambang baru tanpa lubang. 

Baca juga: Pokdarwis Didorong jadi Terdepan Penggerak Pariwisata Balikpapan

Menambang nilai, bukan bumi. 

Pariwisata sejati tak diukur dari jumlah hotel yang berdiri atau wisatawan yang datang. 

Ia diukur dari seberapa banyak kehidupan yang tumbuh di sekitarnya. 

Di sinilah letak filosofi keberlanjutan yang sering dilupakan, bahwa pariwisata bukan sekadar bisnis, tetapi gerakan sosial yang menghidupkan manusia.  

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Kaltim Bisa Menggugat!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved