OPINI

Kaltim Berkelanjutan: Menambang Nilai, Bukan Bumi

Di era transisi menuju ekonomi hijau, Kaltim dihadapkan pada pilihan yakni melanjutkan pola lama mengekstraksi alam atau menemukan jalan baru.

HO
Syahrul Karim, Dosen Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Balikpapan 

Ketika masyarakat lokal menjadi pelaku utama bukan hanya penonton maka pariwisata akan menumbuhkan kebanggaan dan kemandirian. 

Contohnya bisa dilihat di Desa Wisata Merabu, Kabupaten Berau

Sebuah kampung kecil  dikaki  di mana masyarakat adat Dayak Lebo menjadi penjaga sekaligus  pemandu bagi wisatawan yang ingin menjelajah hutan purba. Tak ada bangunan mewah, tak ada eksploitasi. 

Yang ada adalah kesederhanaan yang tulus, keterampilan tradisional yang diwariskan, dan hubungan spiritual antara manusia dan alam. 

Model seperti inilah yang seharusnya dikembangkan. 

Pariwisata berbasis komunitas (community-based tourism) yang tumbuh dari bawah, menghargai nilai-nilai lokal, dan mengembalikan hasil ekonomi kepada masyarakat. 

Pariwisata seperti ini bukan hanya menciptakan pendapatan, tetapi juga memperkuat kohesi sosial dan rasa memiliki. 

Masyarakat tidak lagi bergantung pada perusahaan tambang atau bantuan luar, karena mereka memiliki ekonomi yang berakar pada tanah sendiri.

Kaltim bukan hanya kaya alam, tetapi juga kaya makna. Ada ratusan ekspresi budaya, bahasa, dan tradisi yang tumbuh dari pertemuan antara suku Dayak, Kutai, Banjar, Bugis, dan berbagai etnis pendatang lain. 

Namun dalam arus globalisasi yang deras, banyak nilai-nilai itu yang mulai memudar. 

Pariwisata berkelanjutan memberi napas baru bagi kebudayaan lokal. 

Melalui festival, pementasan, kuliner, dan kerajinan tangan, warisan budaya bukan hanya dilestarikan tetapi juga dimaknai ulang. 

Seorang wisatawan menginap di rumah adat, mencicipi pangan lokal, atau menyaksikan upacara adat, sesungguhnya ia sedang ikut menjaga keberlangsungan identitas. 

Di sisi lain, masyarakat lokal juga mendapatkan kesempatan untuk memperkuat jati diri mereka di hadapan dunia.

Inilah keindahan sejati pariwisata berkelanjutan. Ia bukan sekadar memotret budaya, tapi menjadi ruang perjumpaan lintas makna antara manusia, alam, dan sejarahnya. 

Baca juga: Pantai Manggar Disiapkan Jadi Ikon Wisata Unggulan Balikpapan, Dorong Ekowisata dan PAD Daerah

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Kaltim Bisa Menggugat!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved