Berita Kaltim Terkini
DPRD Kaltim Sebut Banyak Perda Sudah Tidak Relevan, Baharuddin Demmu: Perlu Segera Disesuaikan
DPRD Kaltim menilai kajian terhadap peraturan daerah sangat penting agar kebijakan tetap relevan dengan aturan nasional dan kebutuhan masyarakat
Penulis: Patrick Vallery Sianturi | Editor: Amelia Mutia Rachmah
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Kajian peraturan daerah (Perda) di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi fokus penting DPRD setempat untuk memastikan regulasi yang ada tetap relevan dengan perkembangan peraturan nasional dan kebutuhan masyarakat.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) sekaligus Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menegaskan pentingnya langkah tersebut dalam menjaga kualitas produk hukum daerah.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema Kajian Perda yang digelar di Hotel Grand Fatma, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada Kamis (9/10/2025).
Menurut Baharuddin, sejak tahun 1965 hingga kini terdapat sekitar 269 produk hukum daerah yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
“Kegiatan ini kan kajian, sebenarnya perda-perda di provinsi itu kan mulai sejak tahun 65 sampai sekarang itu ada sekurang lebih 269 produk hukum daerah provinsi Kalimantan Timur. Itu baru perda, belum dengan misalnya pergub, peraturan gubernur,” ujarnya.
Baca juga: Setiap Kabupaten/Kota di Kaltim Diproyeksikan Miliki 1 Sekolah Rakyat
Ia menilai, banyak perda lama yang kemungkinan besar sudah tidak sesuai dengan aturan baru dari pemerintah pusat, maupun dengan pembagian kewenangan antarlevel pemerintahan yang kini telah berubah.
“Nah, menurut kami kenapa ini perlu dilakukan? Karena setahu kami, kan itu kan pasti sudah ada yang tidak berkesesuaian dengan aturan yang keluar dari pusat,” terangnya.
Melalui kajian tersebut, tim akan menelusuri satu per satu perda untuk menentukan mana yang masih relevan dan mana yang harus direvisi atau dicabut.
“Apakah perda ini masih berkesesuaian. Nah, hasilnya nanti itu ada rekomendasi bahwa ini perda sudah kadaluarsa, ini harus dirubah. Jadi kita ingin supaya produk-produk hukum daerah ini betul-betul sesuai dengan aturan. Karena pasti tahun 65 itu kan cukup lama begitu,” tambah Baharuddin.
Selain menyoroti substansi, Baharuddin juga ingin memastikan bahwa proses pembentukan perda ke depan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Baca juga: Pimpinan dan Anggota DPRD Kaltim Hadiri Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu
“Kedua yang kami ingin sebenarnya lihat nanti termasuk juga pada saat proses pembuatan. Apakah juga proses-proses pembuatan perda itu juga sudah sesuai dengan aturan. Nah karena kalau itu tidak sesuai aturan itu juga problem,” tutupnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Jamaluddin, menilai FGD ini menjadi wadah penting untuk menilai sejauh mana perda yang ada di Provinsi Kalimantan Timur telah diterapkan di masyarakat serta masih relevan dengan kebutuhan daerah.
“Jadi ini kan kaitannya terkait masalah bagaimana penyesuaian perda-perda yang ada di provinsi itu dengan perda yang ada di kabupaten dan juga sejauh mana perda itu memang berlaku atau diterapkan di dalam masyarakat. Karena masih banyak perda yang memang dievaluasi, tidak tercapai tujuan yang diharapkan,” ujarnya.
Jamaluddin menyebut, hasil diskusi menunjukkan masih minimnya sosialisasi terhadap perda-perda yang telah diundangkan.
Padahal, menurutnya, secara prinsip hukum, masyarakat dianggap mengetahui setiap produk hukum yang telah disahkan.
Baca juga: Polnes Gelar Pelatihan Desain Grafis di Desa Manunggal Jaya Kukar
“FGD ini menghasilkan kesimpulan bahwa perda-perda provinsi Kalimantan Timur itu masih kurang sosialisasi ke masyarakat. Sekalipun ada adagium atau bahasa latin ignorantia juris non excusat, bahwa ketidaktahuan hukum itu bukan alasan pemaaf. Jadi ini prinsip fundamental yang disebut asas fiksi hukum, bahwa ketika produk hukum seperti perda sudah diundangkan, maka dianggap masyarakat tahu,” jelasnya.
Namun dalam praktiknya, kata dia, masih banyak perda yang belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi riil di lapangan karena proses harmonisasi dan penyesuaiannya belum optimal.
“Oleh karena itu, tentu dalam proses penerapannya, pelaksanaannya, ada yang belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Karena pada saat kajiannya mungkin tidak dilakukan harmonisasi, tidak dilakukan penyesuaian-penyesuaian kajiannya dari aspek bagaimana peran perda itu di dalam pembangunan daerah,” ujarnya.
Ia menambahkan, perda yang baik seharusnya lahir dari proses penyusunan yang memperhatikan naskah akademik, termasuk aspek filosofis, sosiologis, dan ekonominya, sehingga benar-benar dibutuhkan masyarakat.
“Jadi perda yang lahir itu sesuai kebutuhan masyarakat. Yang kedua, tentu juga harus ada penyesuaian dengan naskah akademiknya. Jadi naskah akademiknya di situ bagaimana dari aspek filosofisnya, aspek sosiologisnya, ekonominya perda itu. Sehingga memang dibutuhkan oleh masyarakat,” paparnya.
Baca juga: Pemkab Kukar Gelar Rakor PPED untuk Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas-Berkelanjutan
Ia berharap hasil kajian dan sosialisasi seperti yang dilakukan hari ini dapat menghasilkan rekomendasi untuk memperbaiki kualitas produk hukum daerah ke depan.
“Harapannya, setiap perda yang dibuat itu tetap harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Tujuannya untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan sekelompok atau golongan tertentu,” pungkas Jamaluddin. (*)
5 Daerah dengan Jumlah Siswa SMA Terbanyak di Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2024/2025 |
![]() |
---|
5 Daerah di Kalimantan Timur dengan Penduduk Berusia 0-14 Tahun Terbanyak |
![]() |
---|
POPULER KALTIM: Rudy Mas'ud Temui Menkeu, Harga Telur di Balikpapan Naik, Penipuan Oknum ASN Bontang |
![]() |
---|
5 Wilayah Paling Rawan Penyakit DBD di Kalimantan Timur |
![]() |
---|
209 Atlet Bela Diri Kaltim Berlaga di PON Bela Diri di Kudus, Wagub Seno Aji: Target 3 Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.